TUBAN, BANGSAONLINE.com - Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos, P3A) Kabupaten Tuban memberikan pemahaman terkait Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Hak Perlindungan Anak, Kekerasan dalam Rumah Tangga, tindak Pidana trafficking, dan Tenaga Kerja Wanita 2018. Sosialisasi kali ini ditujukan pada masyarakat Kecamatan Bangilan bertempat di Balai Desa Kedungmulyo, kecamatan setempat, Rabu (19/4).
Pantauan di lokasi, sosialisasi ini dihadiri tokoh masyarakat, tokoh agama, guru pendidikan formal dan non formal, serta masyarakat setempat.
Baca Juga: Duta Fest Jatim 2024, Bupati Lindra: Tularkan Semangat Gotong-royong pada Masyarakat
Kabid P3A Tuban Menik Musyahadah menjelaskan bahwa sosialisasi dilakukan untuk mengakui dan melindungi hak-hak anak sesuai kesepakatan KHA (Konvensi Hak Anak). "Poin prinsipial UU 35/2014 sejalan dengan regulasi Perda Tuban, nomor 3 tahun 2013" ujarnya.
Ia berharap melalui sosialisasi ini diperoleh output untuk menghargai, mengakui, dan melindungi hak-hak anak. "Sesuai hasil KHA pada 5 Oktober 1990, dalam memberikan jaminan hak anak pada usia 0 - 18 tahun. Bagi keluarga dan masyarakat dalam membina dan menjamin perkembangan anak harus mengedepankan 4 prinsip. Yakni: 1). Prinsip non diskriminasi, 2). Prinsip yang terbaik untuk anak , 3). prinsip kelangsungan hidup dan tumbuh kembang untuk anak 4). Penghargaan terhadap pendapat anak," papar Menik.
"Keluarga atau masyarakat pada "posisi sentral" dalam mengimplementasikan regulasi UU tersebut. Sehingga outputnya, membentuk generasi cerdas dengan berakhlak mulia ditandai terbebasnya anak-anak dari kekerasan Fisik, Psikis, Penelantaran, Seksual," bebernya.
Baca Juga: Program Jatim Puspa Mulai Disosialisasikan di Tuban
Selain Menik, turut hadir Nunuk Fauziah dari Koalisi Perempuan Ronggolawe. Dalam kesempatan itu ia menjelaskan tentang pencegahan bahaya eksploitasi individu (trafficking) yang biasa terjadi di dalam dunia kerja.
"Melihat fenomena di lapangan, terjadinnya tindak trafficking terjadi secara tersistem seperti di dunia kerja. Akibatnya, sulit memutus mata rantai (sistem) praktek trafficking tersebut. Pada umumnya penyimpangan ini dialami oleh pekerja di bawah usia 18 tahun yang berasal dari pelosok desa. Masyarakat kami ajak memahami aturan yang berlaku untuk memutus sistem trafficking, dimulai kesadaran individu itu sendiri," terangnya. (ahm/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News