LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Rumah pemotongan hewan (RPH) di area Pasar Tradisional Produk Peternakan Terpadu Lamongan dalam seharinya hanya memotong seekor sapi. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Kabupaten Lamongan Sukriyah kepada wartawan, Selasa (22/5).
Menurut Sukriyah, masyarakat atau jagal lebih suka memotong hewan sapi di rumahnya dengan cara tradisional. “Masih sepinya RPH ini dikarenakan tradisi masyarakat masih lebih suka memotong sapi secara tradisional di tempatnya sendiri,” kata Sukriyah.
Baca Juga: Ultraman Turun Tangan Bantu Warga Terdampak Kekeringan di Lamongan
Sebenarnya, terang Sukriyah, Disnakkeswan sudah berupaya maksimal untuk menyosialisasikan RPH yang berada di sebelah baratnya Pasar Sidoharjo Lamongan itu. Harapannya agar masyarakat memanfaatkan fasilitas tersebut.
“Salah satu fasilitas di RPH ini adalah sebelum dilakukan pemotongan, terlebih dahulu sapinya dilakukan pemeriksaan kesehatanya sehingga dipastikan yang dipotong kondisinya sehat,” tuturnya.
Selain itu, tambah Sukriyah, ongkos atau biaya pemotongan relatif murah, yakni Rp 50 ribu per ekornya. Sedangkan jika setelah dilakukan pemotongan dilanjutkan dengan proses lainnya, seperti pengulitan, pengelompokan daging, maka biayanya Rp 350 ribu per ekor.
Baca Juga: Polres Lamongan Amankan 11 Tersangka Pengedar Narkoba, 2 di antaranya Pasutri asal Surabaya
Di sisi lain, jelasnya, di RPH, kotoran atau limbah termasuk darah atau kotoran lain langsung ditampung di tempat aman. Sedangkan di pemotongan yang lain belum tentu tidak mengotori lingkungan.
“Intinya limbah dari RPH aman tidak akan mencemari lingkungkan mengingat sudah dilengkapi dengan Amdal,” tegas Sukriyah.
Sepinya RPH tersebut mendapat sorotan dari Komisi B DPRD Lamongan. Ketua Komisi B Saefudun Zuhri meminta Disnakkeswan mencari solusi mengingat seolah pembanguan RPH itu tidak berfungsi.
Baca Juga: Resmikan YES Corner Perpusda Lamongan, Bupati Yuhronur Sumbang Ratusan Buku Pribadinya
”Bukan hanya pembangunannya yang menyerap anggaran besar, anggaran operasional, dan pemeliharaan juga besar. Maka sepinya kondisi RPH sangat tidak seimbang dengan PAD yang dihasilkan. Disnakkeswan harus punya terobosan agar RPH itu diminati masyarakat atau jagal,” pungkasnya. (qom/rd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News