Tafsir Al-Isra 7: Kapal Pengangkut Sabu Harus Ditenggelamkan

Tafsir Al-Isra 7: Kapal Pengangkut Sabu Harus Ditenggelamkan Kapal dengan nama lambung Wanderlust yang ditangkap karena kedapatan mengangkut sabu seberat 1 ton. foto: Kompas.com

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .   

In ahsantum ahsantum li-anfusikum wa-in asa'tum falahaa fa-idzaa jaa-a wa’du al-aakhirati liyasuu-uu wujuuhakum waliyadkhuluu almasjida kamaa dakhaluuhu awwala marratin waliyutabbiruu maa ‘alaw tatbiiraan (7).

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

"... wa-in asa'tum falahaa". Pelaku keburukan akan menuai akibatnya. Pada ayat studi ini (7), konsekuensi isa'ah, perbuatan buruk (asa'tum) dipakai kata "Laha" (fa laha), padahal biasanya pakai hurus jarr 'ala, 'AlaiHa. Redaksi umum, terma "Laha" itu bersifat reward atas perbuatan baik, karena pelaku mengunduh manfaat dan menikmati. Sedangkan kata "Alaiha" sebagai punishment karena pelaku menuai akibat buruk dari perbuatannya. Lihat Fussilat: 46.

Tafsir linguistik mengedepankan, bahwa itu boleh-boleh saja sebagai varian kebahasaan. Banyak terjadi, kata "ala" bermakna "lam tamlik " dan sebaliknya. Jadi, sama saja antara efek "laha" dan "alaiha". Ilmuwan lain menyatakan tidak sama. Bahwa penempatan kata reward (Laha) pada posisi punishment ('alaiha) adalah bentuk tahqir, penghinaan.

Dengan pola tahqir, tesis itu makin tajam dan terasa lebih menyakitkan. Sudah jelas sebuah kesengsaraan, penderitaan, kok disuruh menikmati. Seperti polisi yang berkata kepada pesakitan yang dijebloskan ke dalam penjara: "selamat menikmati hotel prodeo".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Kata serupa juga dipakai al-Qur'an mengolok orang-orang durhaka yang dijebloskan ke api neraka dengan bahasa "mencicipi", dzuq, dzuqu. Lebih dari itu, si pendurhaka, kafir, musyrik dipanggil dengan sebutan terbalik. "al-'aziz, al-karim", orang terhormat, orang mulia, (al-Dukhan: 49). Mana ada terhukum di neraka sebagai orang terhormat dan mulia. Itu penghinaan.

Semua tahu, bahwa negeri tercinta ini sungguh surga dan pasar terbaik bagi para pedagang narkoba. Selain penduduknya yang doyan nyabu, penegakan hukumnya tergolong lemah. Kita disuguhi sekian kali berita penangkapan sabu sekian ton dan sekian ton. Tapi ya penangkapan saja dan kurang tegas hukumannya. Suguhkan tindakan tegas, dihukum mati. Rakyat sesungguhnya sangat apresiatif jika dihukum mati. Debat soal hukuman mati hanya memperbesar mulut dan sama sekali tidak menyelesaikan masalah.

Jika kapal pencuri ikan yang hanya merugikan ikan saja mereka dihukum berat dan kapalnya ditenggelamkan, maka penyelundupan sabu dan segala obat terlarang tidak saja merugikan negara sekian triliiun, melainkan juga sangat merusak generasi negeri, maka lebih wajib ditenggelamkan.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Satu sisi, penghakiman wong kampung ternyata lebih sederhana, efektif, dan efesien. Begitu maling tertangkap di sebuah perkampungan, tidak hanya orangnya yang dihakimi, bahkan sekalian motornya, kendaraannya juga ikut dihabisi. Mengapa mereka enggan menyerahkan langsung ke polisi? Karena sudah berburuk sangka lebih dulu.

Sumber: Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Kejari Gunungkidul Musnahkan Belasan Barang Bukti Tindak Pidana':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO