SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Khofifah Indar Parawasa, nama yang lekat dengan Jawa Timur. Ya, dia lah tokoh nasional asli Jawa Timur. Tepatnya asli Wonocolo, Kota Surabaya. Dua kali menjadi menteri, di era Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Presiden Jokowi. Menjadi pimpinan parlemen saat di PPP dan PKB, menjadi Kepala BKKBN, serta Ketua Umum Muslimat NU.
Itu adalah sekelumit jabatan yang pernah disandang perempuan kelahiran 19 Mei 1965 yang pada tanggal 13 Februari 2019 dilantik sebagai Gubernur Provinsi Jawa Timur. Ia pun berhak tinggal di rumah dinas yang berada di kompleks Gedung Negara Grahadi.
Baca Juga: Dukungan Para Pekerja MPS Brondong Lamongan untuk Menangkan Khofifah di Pilgub Jatim 2024
Namun semua itu tidak ia raih dengan mudah, semua melalui proses. Maklum, Khofifah bukan anak pejabat atau jenderal. Ia juga bukan putri seorang kiai atau bangsawan. Khofifah hanya anak orang bisa kebanyakan. Bapaknya peternak susu perah. Karena itu, ia terbiasa bekerja keras. Sejak kecil jiwa kepemimpinan Khofifah sudah terbentuk. Bila anak-anak sepantarannya bermain selepas sekolah, hal berbeda tidak dilakukan Khofifah. Ia justru berjualan es lilin atau es mambo usai sekolah.
Berjualan es dilakukan Khofifah dengan senang hati, untuk membantu orangtua. Setiap hari ia berkeliling kampung di wilayah Kecamatan Wonocolo untuk menjajakan es. Aktivitasnya itu, membuat Khofifah hafal wilayah Wonocolo secara terperinci. Khofifah kenal hampir seluruh warga Wonocolo, demikian pula warga mengenal sosok Khofifah.
“Beliau memang dari kecil sudah rajin dan suka bekerja keras. Orangnya juga pintar dan taat agama,” ujar Iwan, driver ojek online yang asli Wonocolo.
Baca Juga: Blusukan di Pasar Sidoharjo Lamongan, Khofifah akan Tutup Kampanye di Jatim Expo
Masa remaja Khofifah tak berbeda dengan masa kecil. Khofifah mengisinya dengan kuliah, belajar, dan berorganisasi. Bahkan Khofifah kuliah di dua perguruan tinggi dalam waktu yang bersamaan. Pagi, Khofifah kuliah di Universitas Airlangga (Unair). Di Unair, perempuan kelahiran 19 Mei 1965 itu kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atau FISIP jurusan ilmu politik. Saat sore, Khofifah kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Surabaya, mengambil jurusan ilmu komunikasi.
Ada kisah sebelum Khofifah masuk Unair, sejatinya Khofifah mendapatkan kesempatan kuliah di perguruan tinggi negeri, dengan jurusan non sosial. Kesempatan itu didapat setelah Khofifah mengikuti Seleksi Penerimaan Nasional Mahasiswa Baru (Sipenmaru) atau Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Khofifah pun diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di luar Jatim. Karena orangtua berat melepas putrinya tinggal berjauhan, kesempatan itu pun dilepas.
“Ternyata dia-diam kakak saya mengambilkan saya formulir FISIP Unair. Awalnya saya ragu, karena kok jurusan IPS, bukan IPA. Karena waktu SMA saya jurusan IPA. Tapi akhirnya formulir itu saya isi dan saya ikuti tes di Unair. Alhamdulillah, diterima,” kenang Khofifah.
Baca Juga: Survei Poltracking Terbaru, Khofifah-Emil Melejit Tinggalkan Risma-Hans dan Luluk-Lukman
Meski kuliah di dua perguruan tinggi sekaligus, bukan berarti Khofifah kehabisan waktu untuk beraktifitas di luar kuliah. Khofifah pun aktif di organisasi, ia memilih Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai wadah untuk menempa diri. Di PMII, Khofifah berproses hingga menjadi Ketua Cabang PMII Kota Surabaya. Berikutnya Khofifah dipercaya menjadi Ketua Umum Korps Perempuan PMII atau Kopri.
Di PMII Khofifah seperti menemukan jati dirinya. Itu terlihat dari keaktifannya sebagai kader yang kemudian meningkat menjadi pengurus, hingga akhirnya menjadi Ketua Pimpinan Cabang PMII Kota Surabaya.
Ainul Yaqin, politikus Partai NasDem mengakui militansi Khofifah sangat luar biasa saat di PMII. Mantan Ketua Pimpinan Koordonasi Cabang PMII Jatim ini memgisahkan, Khofifah tak pernah absen ikut dalam pelatihan kader di PMII dan selalu menjadi pembicara.
Baca Juga: Survei ARCI: Khofifah-Emil Dominan di Mataraman
"Ketika Khofifah Ketua Cabang PMII Surabaya, saya menjadi peserta latihan kader dasar (LKD) di Pasuruan tahun 1987. Jadi bisa dibilang saya kader Khofifah," tutur pria yang akrab disapa Cak Niko ini.
Niko menggambarkan Khofifah sebagai sosok yang punya pendirian kuat, pekerja keras punya komitmen tinggi. Terbukti, selama ia memimpin PMII Cabang Surabaya, tak pernah sepi dari kegiatan. Mulai kegiatan pengkaderan sampai diskusi ilmiah. Padahal saat itu, sangat sulit mencari pendanaan. Tak ada yang berani menyumbang kegiatan di masa orde baru (orba).
Tak ada pilihan lain, menurut Niko, Khofifah dan pengurus serta kader harus urunan. Itu pun kadang jauh dari cukup. Tak heran kadang Ketua atau pengurus harus menggadaikan atau menjual barang berharga yang dimiliki.
Baca Juga: Siap Jadikan Jawa Timur Sebagai Gerbang Baru Nusantara, Khofifah-Emil Ajak Sukseskan Pilkada 2024
"Saya juga mendengar Khofifah sampai menjual sepeda motor dan perhiasan yang ia miliki untuk membiayai kegiatan pelatihan kader. Namun, Khofifah tak pernah menceritakan langsung dari mulutnya. Saya hanya mendengar dari sahabat yang mengetahui peristiwa itu. Sepertinya beliau sengaja tak mau riya," imbuh alumni UIN Sunan Ampel (UINSA) ini.
Pasca menjadi Ketua PC PMII Kota Surabaya, Khofifah hijrah ke Jakarta. Ia pun menjadi Ketua Pengurus Besar Korps Perempuan PMII (PB KOPRI) hasil Kongres PMII di asrama haji Sukolilo Surabaya pada tahun 1988. Selanjutnya, Khofifah meniti karir di jalur politik hingga terpilih menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di usia 26 tahun.
Di Partai berlambang Ka'bah ini, Khofifah sempat menjadi Ketua Fraksi dan pimpinan DPR RI. Pada pemilu 1997, Khofifah kembali terpilih menjadi anggota DPR RI. Namun kemudian ia memutuskan keluar dan hijrah ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan Gus Dur bersama PBNU dan kiai khos di tahun 1998.
Baca Juga: Sholawatan Bersama Habib Syekh, Khofifah Ajak Generasi Muda Tingkatkan Prestasi dan Jauhi Narkoba
Di PKB ini karir Khofifah semakin cemerlang. Pada pemilu 1999 yang merupakan pemilu pertama di era reformasi, Khofifah kembali terpilih menjadi anggota DPR RI. Tak lama di parlemen, Gus Dur menariknya ke Kabinet dengan menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Khofifah menjadi menteri hingga tahun tahun 2001, karena Gus Dur lengser.
Khofifah pun kembali fokus sebagai membina Muslimat NU, organisasi yang ia pimpin sejak tahun 2000. Pada pemilu 2004, ia kembali terpilih sebagai anggota DPR RI dari PKB. Namun, Khofifah tidak sampai menyelesaikan perioderisasi di parlemen karena maju dalam pemilihan gubernur Jawa Timur tahun 2008. Berpasangan dengan Mujiyono, dewi fortuna belum berpihak padanya. Padahal pasangan dengan akronim KaJi itu sempat unggul hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei. Pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) dinyatakan sebagai pemenang hasil hitung manual Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pada pilgub 2013, Khofifah kembali maju sebagai cagub. Kali ini ia berpasangan dengan mantan Kapolda Jatim, Irjen Pol (Purn) Herman Suryadi Sumawiredja. Pasangan ini haris menelan pil pahit karena dicoret KPU Jatim karena dianggap tidak memenuhi syarat dukung 15 persen suara partai politik. Setelah melakukan perjuangan ke Mahkamah Kehormatan Pemilu (MKP), permohonan pasangan dengan akronim BerKah dikabulkan. Khofifah pun bisa berlaga di pilgub 2013. Namun, kembali pasangan KarSa keluar sebagai pemenang.
Baca Juga: Di Sidoarjo, Khofifah Ajak Sukseskan Pilkada Serentak 2024 dengan Damai dan Senang
Khofifah tak mau berlama larut dalam kekalahan, ia pun menjadi salah satu motor di tim kampanye Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada pilpres 2014. Pasangan jokowi-JK pun mengalahkan Prabowo-Hatta. Khofifah pun kembali masuk kabinet sebagai Menteri Sosial.
Karena besarnya dukungan massa akar rumput yang menginginkan Khofifah maju kembali dalan pilgub Jatim 2018, akhirnya Khofifah mengundurkan diri sebagai Mensos dan mendaftarkan diri sebagai cagub berpasangan Emil Elestianto Dardak, Bupati Trenggalek. Kali ini Khofifah-Emil harus berhadapan dengan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno. Kali ini dewi fortuna berpihak pada Khofifah. Ia pun menang dan dilantik sebagai gubernur Jatim oleh Presiden Jokowi.
Sejak pelantikan, Khofifah berhak menempati rumah dinas di komplek Gedung Negara Grahadi. Di Grahadi inilah, Gubernur Jawa Timur biasa beraktivitas dan menerima tamu-tamu penting. Semua mafhum, meskipun Gubernur Jatim berkantor di Jl. Pahlawan No. 110 tapi Grahadi menjadi simbol kekuasaan di Jatim.
Baca Juga: Direksi dan Karyawan Sekar Laut Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah, Disebut Cagub Paling Ngayomi
"Wis wayahe, arek Wonocolo dadi Gubernur," kata Hadi Mulyo Utomo, orang dekat Khofifah. (mdr/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News