
Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag
41. Walaqad sharrafnaa fii haadzaa alqur-aani liyadzdzakkaruu wamaa yaziiduhum illaa nufuuraan
Dan sungguh, dalam Al-Qur'an ini telah Kami (jelaskan) berulang-ulang (peringatan), agar mereka selalu ingat. Tetapi (peringatan) itu hanya menambah mereka lari (dari kebenaran).
TAFSIR AKTUAL:
Ayat 41 ini memakai kata "sharafna", bacaan lain "sharrafna". Juga kata "li yadzkuru", bacaan lain "li yadz-dzakkaru". Varian bacaan berkutat pada bentuk tsulatsi mujarrad dan mazid baik versi tadl’if maupun ziyadah huruf. Di ayat lain juga banyak hal beginian. Mudahnya begini:
"sharafna" artinya menjelaskan. Yang penting sudah dijelaskan. Tapi kalau "sharrafna", maka menjelaskannya berkali-kali. Penjelasan yang diulang-ulang, pasti saking pentingnya untuk dipahami.
Sedangkan "li yadzkuru" artinya agar ingat. Tapi kalau "li yadz-dzakkaru", tidak sekadar ingat, melainkan juga bisa mengambil pelajaran. Lalu diamalkan dalam kehidupan nyata.
"Li yadz-dzakkaru" sama saja al-qur’an menantang siapa saja yang mengajak dialog. Atau silakan diangan dengan jujur, lihatlah kehebatan, kelengkapan agama Islam.
Dari sisi pemeliharaan agama, apa ada pemeluk agama lain yang dalam peribadatannya, keselaluannya, disiplinnya, semangatnya, loyalitasnya, kepatuhannya melebihi umat Islam.
Contoh: shalat lima waktu setiap hari, harus bersuci, menutup aurat, serempak menghadap kiblat, bahkan dilakukan secara berjamaah. Adakah agama lain yang pengikutnya disiplin beribadah seperti itu? Dari mana sugesti setinggi itu? Jika seseorang mau menggunakan akal sehat, jujur dan obyektif, maka pastilah memilih memeluk Islam sebagai agama.