JAKARTA(BangsaOnline) Perlu ada desakan dari media massa dan masyarakat agar kasus besar
seperti kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan mantan
Dirjen Pajak, Hadi Purnomo, cepat diselesaikan.
Hadi Purnomo
terlibat dalam perkara pengurusan Wajib Pajak PT Bank Central Asia Tbk
Tahun 1999 di Ditjen Pajak periode 2003-2004.
"Kasus di KPK
memang banyak, ada ribuan. Sedangkan penyidiknya hanya 74 orang. Karena
itu perlu desakan dari masyarakat dan publik agar kasus dapat segera
dituntaskan," kata pakar hukum pidana Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa, Dahnil Anzar, dalam keterangan pers, Sabtu (18/10).
Analisa
Dahnil, dalam kasus BCA telah terjadi konspirasi nyata antara aparat
pajak dan pengusaha, terutama para pengusaha hitam.
"Selama ini yang disasar dari segi pengeluaran atau belanja, padahal yang banyak
dikorupsi itu dari segi penerimaan atau dari sektor pajak," terang Dahnil.
Karena itu, tambah dia, perlu diterapkan strategi bagaimana mengawasi sektor pemasukan.
Hadi
Purnomo diduga melakukan penyalahgunaan jabatan dan wewenangnya saat
masih menjabat sebagai Dirjen Pajak dan mengurus masalah Wajib Pajak PT
Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 di Ditjen Pajak pada 2003-2004. KPK
menjerat Hadi dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3, juncto Pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHPidana UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kejadian
bermula pada saat PT BCA Tbk mengajukan surat keberatan transaksi
non-performance loan (NPL) atau kredit macet sebesar Rp 5,7 triliun
kepada Direktur PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003. Bank BCA keberatan
dengan nilai pajak yang harus dibayar karena nilai kredit macet hitungan
mereka adalah sebesar Rp 5,7 triliun.
Selanjutnya, Direktur PPH
memproses, mengkaji dan mendalami keberatan pajak yang diajukan pihak
Bank BCA itu. Dan dari pendalaman selama sekitar setahun atau pada 13
Maret 2004, Direktur PPH mengeluarkan hasil risalah beserta kesimpulan,
bahwa keberatan pajak pihak Bank BCA itu ditolak. Dengan kata lain, Bank
BCA diwajibkan memenuhi pembayaran pajak Tahun 1999 dengan batas waktu
18 Juli 2003. Namun, sehari sebelum batas jatuh tempo pembayaran pajak
Bank BCA itu, rupanya Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak memerintahkan
Direktur PPH melalui nota dinas agar mengubah kesimpulan keberatan Bank
BCA menjadi 'diterima' seluruhnya. Dan menurut KPK, disitulah peran Hadi
dalam kasus ini.
Hadi juga menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Nihil (SKPN) atas keberatan NPL Bank BCA pada 12 Juli 2004, sehingga
tidak ada waktu bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan. Padahal
kesimpulan Dirjen Pajak saudara PH itu berbeda dengan kesimpulan
Direktur PPH.
KPK memperkirakan kerugian negara akibat korupsi
penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan Hadi itu diperkirakan
mencapai Rp 375 miliar. Sebab, seharusnya Bank BCA seharusnya membayar
nilai pajak ke negara (Ditjen Pajak) tersebut jika pengajuan keberatan
Bank BCA ditolak sebagaimana hasil kajian Direktur PPH
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News