SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Momentum Idul Fitri kini makin penuh makna. Idul Fitri (juga disebut Lebaran) bukan hanya bermakna Hari Kemenangan (melawan hawa nafsu), tapi juga silaturahim, halal bihalal, saling memaafkan, bahkan ziarah kubur. Padahal dulu, ziarah kubur hanya dilakukan warga NU, karena dianggap perbuatan orang musyrik (menyekutukan Allah SWT).
Bagi warga NU, ziarah kubur memang menjadi tradisi dari generasi ke generasi. Warga NU tidak hanya melakukan ziarah kubur ke makam orang tua atau nenek moyangnya yang sudah meninggal, tapi juga ziarah kubur ke makam para kiai, ulama dan waliyullah.
Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah tokoh NU yang paling gemar ziarah kubur. Presiden RI keempat itu bahkan mengaku suka ziarah kubur sejak remaja. Ketika kuliah di Baghdad, Irak, Gus Dur mengku sudah ziarah ke makam Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, ulama besar sufi yang digelari Sulthonul Auliya (Pemimpin para Kekasih Allah SWT).
Tradisi ziarah kubur itu terus dilakukan Gus Dur sampai menjabat presiden RI, bahkan sesudah lengser dari kursi Presiden. Saat Gus Dur menjabat presiden, tokoh Muhamamdiyah AM Fatwa menyindir Gus Dur yang suka ziarah ke makam waliyullah dan para raja. “Presiden kok percaya kuburan (orang mati),” kata AM Fatwa. Gus Dur pun menjawab, “Karena orang yang hidup sudah gak bisa dipercaya lagi,” kata Gus Dur.
MAKAM TOKOH MUHAMMADIYAH HILANG
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Yang menarik, kini ziarah kubur tidak hanya dilakukan warga NU, tapi juga menjadi tradisi bangsa Indonesia secara umum. Bahkan organisasi keagamaan Islam tertua Muhammadiyah yang semula melarang warga Muhammadiyah ziarah kubur, kini malah menganjurkan dan menghukumi sunnah. Sikap berbalik 180 derajat Muhammadiyah itu terjadi setelah makam tokoh Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo hilang. Ki Bagus Hadikusumo adalah ketua umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah periode 1944 hingga 1953.
Hilangnya makam Ki Bagus Hadikusumo itu terkuak ke publik saat Presiden Joko Widodo memberikan gelar pahlawan kepada 5 tokoh yang dianggap berjasa besar bagi Bangsa Indonesia. Di antaranya Ki Bagus Hadikusumo (Jateng). Selain Ki Bagus, adalah Bernard Wilhem Lapian (Sumut), Mas Isman (Jatim), Komjen (Pol) Dr H Moehammad Jasin (Jatim), I Gusti Ngurah Made Agung (Bali). Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres Nomor 116/TK/Thun 2015.
Karena itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir menekankan pentingnya ziarah kubur. "Ziarah kubur kan sunah juga, diperbolehkan. Yang tidak boleh mengeramatkan kubur tersebut," kata Haedar usai acara Refleksi Sejarah Pahlawan di kantor PP Muhammadiyah Jakarta (10/11/2015) seperti dikutip Tempo.co.
Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat
Haedar mengungkapkan, Ki Bagus Hadikusumo dimakamkan di Pakuncen Wirobrajan, Yogyakarta. Menurut dia, umumnya tokoh Muhammadiyah dimakamkan di Karangkajen.
"H.O.S. Tjokroaminoto juga makamnya di Pakuncen, mungkin banyak orang juga tidak tahu makam Tjokroaminoto ada di situ," katanya.
Menurut Haedar, sudah menjadi tradisi bila warga Muhammadiyah tidak mengenali makam tokohnya. "Tradisi di Muhammadiyah itu memang tidak terlalu mengenal tokohnya dikuburkan di mana, mungkin saking puritannya," kata Haedar.
Baca Juga: Menangkan Pasangan SAE, Ratusan Kader dan Pengurus DPD PAN Sidoarjo Rapatkan Barisan
Menurut Haedar, peristiwa hilangnya makam Ki Bagus Hadikusumo ini jadi pelajaran bahwa menghargai tokoh itu memerlukan ziarah kubur. Apalagi hukum ziarah kubur sunnah. "Yang tidak boleh mengeramatkan kubur tersebut," kata Haidar.
Ia mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan, jika berziarah kubur maka ingatlah kematian. Menurut Haedar, ziarah dapat digunakan mengenang teladan orang dan mengikuti amalnya. "Itu tradisinya, tetapi sekarang mulai ada pemahaman bahwa ziarah kubur itu perlu juga," katanya.
Prof Dr Syafiq Mughni, mantan ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur juga berpendapat serupa. “Sekarang orang Muhammadiyah ziarah kubur itu biasa. Bukan sesuatu yang asing. Kalau dulu kan nampak asing,” kata Syafiq Mughni sembari mengutip hadist yang menganjurkan ziarah kubur dalam seminar bertajuk "Sinergi NU-Muhammadiyah" di Yogyakarta (6/2/2016).
Baca Juga: Panas! Saling Sindir soal Stunting hingga 'Kerpek' Catatan Warnai Debat Terakhir Pilbup Jombang 2024
Menurut Syafiq Mughni, pada prinsipnya kini sudah tidak ada lagi perbedaan antara NU dan Muhammadiyah. “Jadi semakin tidak ada lagi perbedaan signifikan yang membuat NU dan Muhammadiyah berjarak,” tegas mantan rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang kemudian diangkat sebagai salah satu ketua PP Muhammadiyah itu, dikutip Islamindonesia.co.id.
KH A Mustofa Bisri (Gus Mus), mantan Plt Rais Aam Syuriah PBNU juga sependapat. “Sekarang orang Muhammadiyah ziarah kubur ya biasa, orang NU juga tidak qunut ya biasa,” kata kiai yang juga penyair itu.
Faktanya, banyak sekali hadits shahih yang menganjurkan ziarah kubur. Di antaranya: Berziarah kuburlah, sesungguhnya hal itu akan mengingatkan kalian terhadap akhirat. (HR Muslim).
Baca Juga: Lazisnu Surabaya Jadi Perantara Kebaikan
Namun warga NU banyak mengutip hadits Rasulullah SAW: Dulu aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur, karena ziarah kubur itu dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian terhadap akhirat, namun jangan mengatakan perkataan yang tidak layak ketika ziarah kubur (HR Al Hakim). Dan masih banyak lagi hadits yang menganjurkan ziarah kubur.
Memang, NU dan Muhammadiyah secara prinsip tak ada perbedaan. Karena itu Gus Dur selalu mengatakan bahwa batang tubuh umat Islam Indonesia itu adalah NU dan Muhammadiyah. Bahkan Prof. Dr. Nurcholis Madjid (Cak Nur), cendekiawan Muslim terkemuka, pernah menyatakan bahwa pada 2025 nanti Islam akan mencapai puncak kejayaannya ketika NU dan Muhammadiyah bisa berinergi secara baik. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News