Ziarah Kubur, Kini NU-Muhammadiyah Sama Hukumi Sunnah

Ziarah Kubur, Kini NU-Muhammadiyah Sama Hukumi Sunnah Prof. Dr. Haedar Nashhir. foto: geotimes

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Momentum Idul Fitri kini makin penuh makna. Idul Fitri (juga disebut Lebaran) bukan hanya bermakna Hari Kemenangan (melawan hawa nafsu), tapi juga silaturahim, halal bihalal, saling memaafkan, bahkan ziarah kubur. Padahal dulu, ziarah kubur hanya dilakukan warga , karena dianggap perbuatan orang musyrik (menyekutukan Allah SWT).

Bagi warga , ziarah kubur memang menjadi tradisi dari generasi ke generasi. Warga tidak hanya melakukan ziarah kubur ke makam orang tua atau nenek moyangnya yang sudah meninggal, tapi juga ziarah kubur ke makam para kiai, ulama dan waliyullah.

Baca Juga: Puisi Prof Dr 'Abd Al Haris: Pimpin dengan Singkat, Gus Dur Presiden Penuh Berkat

KH Abdurrahman Wahid () adalah tokoh yang paling gemar ziarah kubur. Presiden RI keempat itu bahkan mengaku suka ziarah kubur sejak remaja. Ketika kuliah di Baghdad, Irak, mengku sudah ziarah ke makam Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, ulama besar sufi yang digelari Sulthonul Auliya (Pemimpin para Kekasih Allah SWT).

Tradisi ziarah kubur itu terus dilakukan sampai menjabat presiden RI, bahkan sesudah lengser dari kursi Presiden. Saat menjabat presiden, tokoh Muhamamdiyah AM Fatwa menyindir yang suka ziarah ke makam waliyullah dan para raja. “Presiden kok percaya kuburan (orang mati),” kata AM Fatwa. pun menjawab, “Karena orang yang hidup sudah gak bisa dipercaya lagi,” kata .

MAKAM TOKOH MUHAMMADIYAH HILANG

Baca Juga: Pengurus PC LPBI SER NU Gresik Siaga Bencana Alam

Yang menarik, kini ziarah kubur tidak hanya dilakukan warga , tapi juga menjadi tradisi bangsa Indonesia secara umum. Bahkan organisasi keagamaan Islam tertua yang semula melarang warga ziarah kubur, kini malah menganjurkan dan menghukumi sunnah. Sikap berbalik 180 derajat itu terjadi setelah makam tokoh Ki Bagus Hadikusumo hilang. Ki Bagus Hadikusumo adalah ketua umum Pengurus Pusat (PP) periode 1944 hingga 1953.

Hilangnya makam Ki Bagus Hadikusumo itu terkuak ke publik saat Presiden Joko Widodo memberikan gelar pahlawan kepada 5 tokoh yang dianggap berjasa besar bagi Bangsa Indonesia. Di antaranya Ki Bagus Hadikusumo (Jateng). Selain Ki Bagus, adalah Bernard Wilhem Lapian (Sumut), Mas Isman (Jatim), Komjen (Pol) Dr H Moehammad Jasin (Jatim), I Gusti Ngurah Made Agung (Bali). Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres Nomor 116/TK/Thun 2015.

Karena itu, Ketua Umum PP Prof. Dr. Haedar Nashir menekankan pentingnya ziarah kubur.  "Ziarah kubur kan sunah juga, diperbolehkan. Yang tidak boleh mengeramatkan kubur tersebut," kata Haedar usai acara Refleksi Sejarah Pahlawan di kantor PP Jakarta (10/11/2015) seperti dikutip Tempo.co.

Baca Juga: Hadiri Haul Ke-15 di Ciganjur, Khofifah Kenang Sosok Gus Dur Sebagai Pejuang Kemanusiaan

Haedar mengungkapkan, Ki Bagus Hadikusumo dimakamkan di Pakuncen Wirobrajan, Yogyakarta. Menurut dia, umumnya tokoh dimakamkan di Karangkajen. 

"H.O.S. Tjokroaminoto juga makamnya di Pakuncen, mungkin banyak orang juga tidak tahu makam Tjokroaminoto ada di situ," katanya.

Menurut Haedar, sudah menjadi tradisi bila warga tidak mengenali makam tokohnya. "Tradisi di itu memang tidak terlalu mengenal tokohnya dikuburkan di mana, mungkin saking puritannya," kata Haedar.

Baca Juga: Di Pertemuan Strategis dengan Muhammadiyah, Menteri ATR/BPN Bahas Legalisasi Aset dan Pemanfaatannya

Menurut Haedar, peristiwa hilangnya makam Ki Bagus Hadikusumo ini jadi pelajaran bahwa menghargai tokoh itu memerlukan ziarah kubur. Apalagi hukum ziarah kubur sunnah. "Yang tidak boleh mengeramatkan kubur tersebut," kata Haidar.

Ia mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan, jika berziarah kubur maka ingatlah kematian. Menurut Haedar, ziarah dapat digunakan mengenang teladan orang dan mengikuti amalnya. "Itu tradisinya, tetapi sekarang mulai ada pemahaman bahwa ziarah kubur itu perlu juga," katanya.

Prof Dr Syafiq Mughni, mantan ketua PW Jawa Timur juga berpendapat serupa. “Sekarang orang ziarah kubur itu biasa. Bukan sesuatu yang asing. Kalau dulu kan nampak asing,” kata Syafiq Mughni sembari mengutip hadist yang menganjurkan ziarah kubur dalam seminar bertajuk "Sinergi -" di Yogyakarta (6/2/2016).

Baca Juga: Bedah Buku KH Hasyim Asy'ari di Banjarmasin, Khofifah Sampaikan Pesan Persatuan dan Persaudaraan

Menurut Syafiq Mughni, pada prinsipnya kini sudah tidak ada lagi perbedaan antara dan . “Jadi semakin tidak ada lagi perbedaan signifikan yang membuat dan berjarak,” tegas mantan rektor Universitas Sidoarjo yang kemudian diangkat sebagai salah satu ketua PP itu, dikutip Islamindonesia.co.id.

KH A Mustofa Bisri (), mantan Plt Rais Aam Syuriah PB juga sependapat. “Sekarang orang ziarah kubur ya biasa, orang juga tidak qunut ya biasa,” kata kiai yang juga penyair itu.

Faktanya, banyak sekali hadits shahih yang menganjurkan ziarah kubur. Di antaranya: Berziarah kuburlah, sesungguhnya hal itu akan mengingatkan kalian terhadap akhirat. (HR Muslim).

Baca Juga: Tak Ada Data, Keluarga Kiai Besari Minta Gus Miftah Tak Ngaku-Ngaku Keturunan Kiai Besari

Namun warga banyak mengutip hadits Rasulullah SAW: Dulu aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur, karena ziarah kubur itu dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian terhadap akhirat, namun jangan mengatakan perkataan yang tidak layak ketika ziarah kubur (HR Al Hakim). Dan masih banyak lagi hadits yang menganjurkan ziarah kubur.

Memang, dan secara prinsip tak ada perbedaan. Karena itu selalu mengatakan bahwa batang tubuh umat Islam Indonesia itu adalah dan . Bahkan Prof. Dr. Nurcholis Madjid (Cak Nur), cendekiawan Muslim terkemuka, pernah menyatakan bahwa pada 2025 nanti Islam akan mencapai puncak kejayaannya ketika dan bisa berinergi secara baik. (tim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'H Muhammad Faiz Abdul Rozzaq, Penulis Kaligrafi Kiswah Ka'bah Asal Pasuruan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO