Heboh, Kiai Imam Ghazali Said Tuding Petugas Haji “Menakuti-Nakuti” Jamaah Haji agar Tidak Tarwiyah

Heboh, Kiai Imam Ghazali Said Tuding Petugas Haji “Menakuti-Nakuti” Jamaah Haji agar Tidak Tarwiyah Dr. KH. Imam Ghazali Said, MA. foto: HARIAN BANGSA

MAKKAH, BANGSAONLINE.com - Dr KH Imam Ghazali Said, MA, Pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Wonokromo Surabaya yang kini menjadi pembimbing di protes. Ia menuding petugas “menakut-nakuti” jamaah agar mereka tidak ikut Tarwiyah.

“Bahkan faktanya; petugas mulai dari TPHI, TPIHI, TKHI Daker cenderung "menakut-nakuti" JH (jamaah ) yang berkeinginan Tarwiyah. Monggo bapak Menag RI dan Dirjen Haji berkenan memberi penjelasan,” tulis Kiai Imam Ghazali Said yang juga dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya pada akun facebook-nya.

Baca Juga: Sejarah Pesantren Dibelokkan, Menag: Pesantren Harus Jadi Tuan Rumah di Republik Ini

Ia lalu mengupload blanko surat pernyataan permohonan Tarwiyah yang isinya menyebutkan bahwa semua risiko akan ditanggung sendiri oleh jamaah yang ikut Tarwiyah, baik moril maupun materiil. “Ini di antara bukti bahwa para petugas Indonesia di menakut-nakuti JH yang mau ikut Tarwiyah,” kata Kiai Imam Gzali Said.

(Inilah blanko permohonan ikut Tariwiyah yang oleh Kiai Imam Ghazali Said disebut sebagai salah satu bukti petugas "menakut-nakuti" jamaah hajji agar tak ikut Tarwiyah.). foto: facebook

Baca Juga: Ulama NU Asal Sulsel Ini Terkejut Ditunjuk Prabowo Jadi Menteri Agama

Kiai Imam Ghazali Said yang sehari-harinya mengasuh rubrik “Tanya Jawab Islam” di HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com itu memang sejak lama getol menyuarakan pentingnya Tarwiyah dalam ber. Ia sendiri setiap membimbing jamaah selalu Tarwiyah yang ia yakini sebagai ibadah yang pernah dipraktikkan Rasulullah SAW. Saat HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com ikut rombongan jamaah Kiai Imam Ghazali Said juga Tarwiyah.

Apa itu Tarwiyah? Tarwiyah secara bahasa berarti segar dan menyegarkan. Ini, karena Mina atau Muna sebagai situs sejak masa Nabi Ibrahim AS (w. 1800 SM) sampai masa Nabi Muhammad SAW (571-632 M) adalah kawasan yang penuh dengan oase menampung air hujan. Karena itu jamaah dapat minum puas ketika mereka singgah di Mina. Mereka kemudian membawa bekal air secukupnya untuk ritual wukuf di Arafah yang kering krontang.

Versi lain, kata Kiai Imam Ghazali Said, Tarwiyah diartikan sebagai rukya shadiqah (mimpi benar) Nabi Ibrahim as yang diperintah Allah SWT untuk menyembelih putra tunggalnya saat itu, Ismail AS. Dari mimpi yang diyakini sebagai wahyu itulah, setelah proses kontemplasi wukuf di Arafah dua manusia pilihan ini, rela mengeksekusi dan dieksekusi mimpinya itu pada 10 Zulhijah yang kemudian populer dengan yaum al-nahr. Kisah ini dijelaskan secara rinci oleh al-Azraqi dalam Alhbaru .

Baca Juga: Demi Ibadah ke Makkah, Ibu di Jombang Daftar Umroh Pakai Uang Koin

Manasik dua nabi: bapak-anak (Ibrahim-Ismail) inilah yang diteruskan oleh Nabi Muhammad SAW pada 10 H/632 M dengan memulai dengan ihlal (niat) dan singgah di Mina pada waktu Dhuha tanggal 8--Duha 9 Zulhijah. Sunnah Rasul ini diperkuat dengan sabda beliau:خذوا عنى مناسككم : "Ambillah manasik kalian dari aku.." (Hr. Nasai dan Bayhaqi).

Menurut Kiai Imam Ghazali Said, pelaksanaan manasik pada masa Khulafaur Rasyidin konsep Fikih (sunah, wajib, dan rukun) belum muncul sebagai wacana akademik. Karena itu para sahabat dan keluarga Rasulullah SAW meniru teknis manasik sesuai perintah hadis di atas. “Nyaris semua bermanasik dengan bertarwiyah,” kata Kiai Imam Ghazali Said.

Menurut dia, konsep Fikih yg menyatakan bahwa Tarwiyah itu berkonotasi hukum sunah muncul sekitar tahun 100 H. Tarwiyah dalam fikih bisa ditinggalkan dan tak berakibat denda; fidyah atau hadyu/dam. “Dalam dinamikanya fuqaha (para ahli fiqh) sepakat bahwa Tarwiyah adalah sunah yang sangat dianjurkan,” tegasnya.

Baca Juga: Kemenag Lamongan Gelar Sekolah Haji

Ia mengatakan bahwa jamaah yang meninggalkan Tarwiyah mendapatkan "keutamaan mnimalis". Dalam ungkapan lain; jamaah yang ingin mendapatkan "keutamaan secara maksimal" seharusnya melaksanakan Tarwiyah. Tapi cara pandang seperti ini, menurut Kiai Imam Ghazali Said, "dihilangkan" dan sama sekali tidak muncul dalan Fikih Manasik Kemenag RI. Mengapa?

Ia menyitir Shaleh Putuhena dalam Historiografi Indonesia. Menurut dia, Shaleh Putuhena mengungkap bahwa sejak awal pelaksanaan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda pada 1927 memang tidak melaksanakan Tarwiyah. Jamaah pada 8 Zulhijah diangkut dari langsung ke Arafah sebagai persiapan wukuf.

“Saat transportasi utama masih menggunakan onta, kebijakan manasik tanpa Tarwiyah sangat bisa dipahami,” katanya.

Baca Juga: Keluarga Sambut Kepulangan Jamaah Haji Kabupaten Kediri

Namun ia menyayangkan, ternyata berlanjut hingga kini. “Kebijakan manasik tanpa Tarwiyah ini terus berlanjut sampai Indonesia merdeka sampai gonta-ganti 7 presiden saat ini. Sementara ulama produk pesantren, IAIN, UIN Universitas al-Azhar dan Perguruan Tinggi di Timur Tengah yang lain mulai mempertanyakan; mengapa Tarwiyah tidak menjadi kebijakan pelaksanaan manasik Indonesia,” kata Kiai Imam Ghazali Said yang pada tahun ini menjadi Karom 09 Kloter 59 Sub. (tim)

Sumber: Tim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'H Muhammad Faiz Abdul Rozzaq, Penulis Kaligrafi Kiswah Ka'bah Asal Pasuruan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO