SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Nico Ainul Yakin, mantan ketua PKC PMII Jawa Timur, pernah menjadi orang dekat RKH Fuad Amin. Ia sering dipanggil ke Pondopo Bangkalan Madura saat Ra Fuad - panggilan RKH Fuad Amin - jadi bupati. Bahkan Nico inilah yang pernah menulis buku tentang Syaikhona Kholil Bangkalan tapi diatasnamakan Fuad Amin. Nico yang kini jadi pengurus Nasdem Jawa Timur itu menulis kenangannya tentang Ra Fuad yang kocak. Inilah tulisannya:
Baca Juga: Pesan Pj Gubernur Jatim saat Terima Yankes Bergerak di Grahadi
(Nico Ainul Yakin. foto: istimewa)
Ada cerita lucu bagaimana Ra Fuad memposisikan kedudukan kiai dan ustadz.
Nah, awal menjabat sebagai bupati pada periode kedua, Ra Fuad diminta hadir di forum kiai-kiai di Masjid Agung Bangkalan.
Baca Juga: Pj Bupati Bangkalan Serahkan Bantuan Modal Usaha untuk IKM dari DBHCHT 2024
Ra Fuad kaget karena yang diundang sebagai penceramah adalah Ustadz Abu Sangkan, yang kala itu sangat populer. Ustadz Abu Sangkan terkenal sebagai penemu teori shlat khusu'. Ia diundang untuk memberikan tausiyah di hadapan ratusan kiai se-Bangkalan.
"Bagaimana jika ada ustadz mengajari kiai tentang cara salat yg khusu'," tanya Ra Fuad kepada orang kepercayaannya.
"Kebalik Pak," jawab orang yang ditanya itu singkat.
Baca Juga: Billboard Paslon Moh Baqir-Taufadi Bertebaran Jelang Pilkada Pamekasan 2024
Ra Fuad tertegun sejenak, seperti ada yang dipikirkan. Tak lama setelah itu, ia berkata:
"Baru kali ini saya mendengar kiai belajar salat khusu' kepada ustadz," gumam Ra Fuad.
Esok harinya, acara yang sudah siap digelar itu dibatalkan.
Baca Juga: Deklarasikan Dukungan, Santri dan Kiai ‘Aspek’ Madura Pastikan Khofifah-Emil Tak Tertandingi
Ra Fuad memang sangat berkuasa di Bangkalan. Acara apapun – termasuk acara para kiai – dibubarkan jika ia tak berkenan.
KPK TERJUN KE DESA-DESA
Suatu ketika, Ra Fuad memanggil salah satu koleganya ke pendopo. Sebut saja namanya si Hitam Manis. Ra Fuad menyampaikan keinginannya untuk dapat proyek yang bersumber dari APBN.
Baca Juga: Wakil Rektor III Surokim Memotivasi Maba UTM agar Miliki Resiliansi yang Tinggi demi Kesuksesan
"Jika sampeyan punya jalur proyek ke Jakarta untuk daerah, tolong diberikan ke Bangkalan. Nanti komisinya saya kasih," kata Ra Fuad meyakinkan si Hitam Manis
"Biasanya berapa komisinya Pak?," tanya Hitam Manis itu dengan polosnya.
"Sampeyan belum pernah main proyek ya?," tanya Ra Fuad.
Baca Juga: Lagi, Penyair Legendaris Asal Madura Dapat Penghargaan
"Belum pernah Pak," jawab si Hitam Manis singkat.
"Pantesan gak tahu berapa jumlah komisi yang harus disiapkan," terang Ra Fuad heran.
"Biasanya komitmen fee yang harus diberikan sebesar 5%." Tapi kalau sampeyan berhasil, saya berikan kamu sebesar 12%," tantang Ra Fuad.
Baca Juga: Ide Luhut soal Family Office, Bagaimana Efeknya Jika Diterapkan di Madura?
"Biar kamu punya uang banyak, yang 5% kasihkan Jakarta, yang 7% untuk kamu," katanya meyakinkan.
Selang beberapa bulan, si Hitam Manis kembali ke pendopo Bangkalan. Ia menyampaikan kabar gembira.
"Ini ada proyek untuk Bangkalan, nilainya lumayan banyak Pak, tolong segera dibuat proposal pengajuannya, insyaallah bulan depan cair," kata si Hitam Manis.
Baca Juga: Cuaca Buruk, Nelayan di Bangkalan Takut Melaut
Hari itu juga proposal diselesaikan. Lalu dibawa ke Jakarta.
Setelah sebulan berlalu ada kabar proyek untuk Bangkalan dikabulkan. Kabar tersebut kemudian disampaikan ke Ra Fuad. Ia pun senang dan berjanji akan memberikan fee sesuai kesepakatan sebelumnya.
Si Hitam tentu saja juga senang. Terbersit dalam angan-angannya akan dapat uang banyak seperti yang dijanjikan Ra Fuad.
Si Hitam yang tinggal di Surabaya itu datang ke Pendopo menagih janji Ra Fuad.
Bagaimana reaksi Ra Fuad? "Uangnya masih belum dipecah dalam beberapa item proyek, sehingga belum bisa disisihkan untuk fee Jakarta dan sampeyan," kata dia.
"Seminggu lagi sampeyan ke sini, nanti tak sisihkan fee-nya," janjinya.
Tapi ketika si Hitam datang ke Pendopo ternyata hampa. Sejak itu si Hitam hampir setiap minggu bertandang ke pendopo Bangkalan untuk menagih janji. Tapi harapannya selalu kandas. Jawaban Ra Fuad selalu berkelit dengan berbagai alasan.
Pada Minggu kedelapan, si Hitam kembali ke pendopo. Ia datang pagi sebelum jam kantor.
Ra Fuad menemui si Hitam Manis dengan pakaian ala kadarnya.
"Oh.... Sampeyan...?," Ra Fuad menyapa. Si Hitam sudah ketar-ketir. Alasan apalagi yang akan diberikan Ra Fuad.
Ternyata Ra Fuad duduk sembari mendekat di samping si Hitam Manis.
"Sekarang ini ngeri, ngeri sekali....," kata Ra Fuad.
"Apanya yang ngeri Pak?," tanya si Hitam Manis itu bingung.
"Pokoknya ngeri... Masak sampeyan gak paham?," kata Ra Fuad tanpa penjelasan apa makna ngeri yang dimaksudkan.
Karena merasa dipermainkan, akhirnya si Hitam Mani situ bilang, "Begini saja pak, komisi yang untuk orang Jakarta saja yang bapak siapkan. Komisi untuk saya gak usah. Saya takut orang Jakarta menuduh saya telah mengambil komisi mereka," kata si Hitam Manis itu.
"Apalagi yang Jakarta, mereka pasti lebih paham kalau situasi hari ini sangat ngeri....," jawab Ra Fuad lagi.
"Yang ngeri apanya Pak?," tanya si Hitam Manis.
"KPK turun ke desa-desa. Klebun-Klebun banyak yang ketakutan," kata Ra Fuad akhirnya menjelaskan kengeriannya.
Si Hitam Manis langsung pulang. Ia kembali dengan tangan hampa. Ia putus asa. Ia akhirnya tahu bahwa komisi itu tak mungkin diberikan. Dalam perjalanan ke Surabaya ia terbayang cerita Ra Fuad dengan kengeriannya. Ia kesal, tapi juga tertawa.
Selamat Jalan Kanjeng, semoga damai di surga-Nya. Amin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News