PROBOLINGGO, BANGSAONLINE.com - Event Probolinggo Tempo Doeloe (PTD) yang digelar beberapa waktu lalu, ternyata masih menyisakan banyak persoalan. Hal ini langsung disikapi serius Komisi II DPRD Kota Probolinggo.
Senin (18/11) siang tadi, DPRD memanggil pihak terkait dari EO atau Event Organizer, PKL, DKUPP, BPPKAD, serta Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar). Persoalan tarikan atau pungutan ke sejumlah PKL, kurangnya pelibatan PKL lokal, serta karcis yang diplong menjadi persoalan yang dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II tersebut.
Baca Juga: Belasan Wartawan Datangi Kantor DPRD Kota Probolinggo, Ada Apa?
Ketua PKL, Alifurohman mengaku dirinya tidak dilibatkan dalam acara itu. Dalam kesempatan itu, Alif juga bersikeras jika pihaknya adalah ketua paguyuban PKL yang sah. "Kita sudah tercatat di notaris dan ini merupakan pengurus yang sah. Karena itu, persoalan ini harus dibahas sampai tuntas," ujar Alif menunjukkan SK notaris dan kepengurusannya didampingi Kuasa Hukum PKL, Mulyono.
Pihak EO yang diwakili Deka mengakui jika event PTD itu sebelumnya memang digelar selama 3 hari dengan nilai anggaran dari pos Disbudpar 114 juta. "Saya melaksanakan PTD ini, yang anggarannya hanya 3 hari. Maka, untuk memeriahkan itu semua, kami tambah 8 hari. Itu semua demi para pelaku usaha di Kota Probolinggo dan sekitarnya, untuk mendapatkan omzet," ujar Deka kepada sejumlah anggota Komisi II.
Tidak hanya itu, Deka menambahkan, jika tetap dipaksakan digelar tiga hari, mereka akan rugi, karena tak bakal mencapai omzet. "Penambahan waktu sampai 8 hari itu adalah inisiatif kami. Bahkan, kami juga menambah bintang tamu, agar meriah," tegasnya dengan mimik serius.
Baca Juga: Berantas Rokok Ilegal, Bea Cukai Probolinggo Gandeng PKL
Menangapi itu, Anggota Komisi II Muhlas Kurniawan menyayangkan tindakan penarikan sejumlah uang terhadap para PKL. Apalagi, menurut Mukhlas, dasar penarikan yang dilakukan itu telah menyalahi aturan. Faktanya, ada penarikan 1,5 juta bagi yang bertenda, dan 250 ribu bagi PKL yang tak bertenda.
"Kami sangat menyayangkan tindakan penarikan itu. Apakah OPD atau pemerintah tahu dengan penarikan itu? Karena, dasar penarikannya itu apa?," tegas Muhlas mempertanyakan.
Senada dengan Mukhlas, Hamid Rusdi juga mengaku geram dengan tindakan ugal-ugalan yang dilakukan pihak-pihak yang terlibat itu. Apalagi, tindakan penarikan dan karcis yang diplong itu adalah menyalahi aturan.
Baca Juga: 30 Anggota DPRD Kota Probolinggo Resmi Dilantik
"Kami mengingatkan, agar berhati-hati. Harus sesuai dengan aturan hukum yang ada. Jangan karena perintah atasan atau siapa pun lantas tak mengindahkan aturan yang ada, karena yang kena dampak nantinya OPD sendiri," tegas Hamid.
Dari Hearing itu, Komisi II memberikan catatan. Menurut Ketua Komisi II, Sibro Malisi ada beberapa catatan yang dikantonginya dalam hearing tersebut. Di antaranya, proses penunjukan PKL itu dilakukan EO. Selain itu, terkait proses pengadaan langsung itu tidak melalui ULP.
Bahkan, Sibro memaparkan jika ada evaluasi terhadap penyelenggaran Probolinggo Tempo Doeloe 2019. Komisi 2 mengevaluasi lantaran banyak masukan. Ada beberapa hal yang menjadi catatan dalam RDP yang tadi digelar.
Baca Juga: Pj Wali Kota Probolinggo Serahkan Nota Keuangan ke Dewan
Di antaranya, penyelenggaran kegiatan tersebut bersumber dari APBD-P sebesar Rp 145 juta dan sebanyak Rp 114 juta melalui kontraktual pihak ketiga pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. (Belum dijelaskan isi kontrak kerja antara pemerintah dan pihak ketiga - termasuk hak dan kewajiban atau KAK yang menjadi dasar bagi pemerintah dan rekanan).
Kemudian, adanya pungutan iuran sebesar Rp 250 ribu bagi pedagang kaki lima yang tidak menggunakan tenda dan yang menggunakan tenda Rp 1.5 juta atas nama peruntukan listrik dan kebersihan.
"Pungutan iuran itu ternyata tidak diketahui oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai penanggung jawab kegiatan dimaksud. Selain itu, juga minimnya keterlibatan Pedagang Kaki Lima yang berasal dari Kota," ujar Sibro.
Baca Juga: Fraksi Gerindra Dorong Pemkot Probolinggo Bangun Sekolah SMP Negeri di Wilayah Barat
"Pihak ketiga yang menyelenggarakan kegiatan hiburan permainan ternyata tidak mempoorporasi atau mengeplong karcis masuk sehingga pajak hiburan sebesar 10 persen yang harus masuk sebagai pendapatan daerah menjadi tidak maksimal. Kondisi itu terjadi pada setiap event hiburan rakyat di sini," tegasnya.
Selain itu, rekomendasi dari DPRD adalah meminta agar memberikan sanksi kepada rekanan karena telah melakukan pungutan iuran terhadap pedagang kaki lima, sehingga kondisi ini tidak dilakukan lagi pada kegiatan kegiatan serupa di masa yang akan datang.
"Dalam hal kegiatan-kegiatan yang difasilitasi pemerintah, agar lebih berkoordinasi dengan lintas sektoral sehingga kegiatan bisa berjalan lebih maksimal. Tidak boleh lagi ada kegiatan yang seharusnya bisa memberikan PAD justru menjadi tidak ada pendapatan," tegas Sibro dalam pesan WA-nya. (prb1/ndi)
Baca Juga: DPRD Kota Probolinggo Gelar Rapat Program Koordinasi Pemberantasan Korupsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News