MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA menuturkan saat jadi Ketua PCNU Kota Surabaya, banyak sekali program yang dicanangkan. Selain menyelamatkan Markas Besar Oelama Djawa Timoer (MBODT) di Waru Sidoarjo, juga membangun kantor PCNU Kota Surabaya.
“Di bagian belakang itu saya bangun tiga lantai. Dulu asalnya dapur,” kata Kiai Asep Safuddin Chalim kepada M Mas’ud Adnan, Pemimpin Umum HARIAN BANGSA dan BANGSONLINE.com di Guest House Institut KH Abdul Chalim Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur.
Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil
“Saat itu kantor PCNU Kota Surabaya termegah se-Indonesia,” jelas pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu. Ia mengaku bahwa saat itu ia sangat dekat dengan Wali Kota Surabaya Sunarto Sumoprawiro. Ia bahkan terus terang bahwa uang untuk membeli MBODT itu di antaranya disumbang wali kota itu. “Namun tak lepas dari pengorbanan uang pribadi,” tambahnya.
Karena itu, ia menyayangkan para rival politiknya di NU yang menuduh berlebihan. Ia dianggap jadi kaya karena dapat uang dari wali kota. Padahal dana-dana sumbangan itu untuk program-program NU.
“Dulu kondisi keuangan saya kan tidak seperti sekarang. Kalau sekarang saya kan gak pernah mau disumbang siapa pun karena saya dan pesantren saya sudah lebih dari cukup,” kata Kiai Asep sembari mengatakan bahwa istrinya marah jika ia menerima sumbangan dari pihak luar.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Namun ia memaklumi tuduhan-tuduhan negatif terhadap dirinya saat itu. Karena ketika ia jadi ketua PCNU Kota Surabaya memang banyak membeli inventaris untuk PCNU Kota Surabaya. “Selain membangun kantor, saya beli mobil untuk investaris kantor PCNU. Saya juga beli puluhan mesin ketik elektrik untuk inventaris PCNU,” kata Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, mungkin karena banyak belanja inventaris kantor PCNU itu lalu muncul kecemburuan. “Mereka mengira kalau saya bisa seperti itu, mereka juga merasa bisa seperti saya,” kata Kiai Asep menduga.
Karena itu, tutur Kiai Asep, saat maju sebagai calon ketua PCNU Kota Surabaya untuk periode kedua ia dijegal. “Saya dijegal lewat tata tertib dengan alasan saya anggota DPRD,” kata Kiai Asep. Padahal Kiai Asep mengaku sudah menyatakan mundur sebagai anggota DPRD Kota Surabaya. Kiai Asep memang hanya beberapa bulan jadi anggota DPRD Kota Surabaya.
Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat
Yang mengherankan, tutur Kiai Asep, tatib pemlihan ketua itu ditetapkan saat jam istirahat sehingga banyak yang tak ikut. “Banyak ranting-ranting NU nangis karena saya terganjal. Akhirnya saya mundur sebagai calon (ketua PCNU),” kata Kiai Asep.
Menurut dia, di antara pengurus NU yang mengganjal ia maju sebagai calon ketua PCNU periode kedua adalah Mubarok dan beberapa pengurus NU lain. “Mubarok menjegal saya dengan cara-cara yang brutal. Tapi saya tidak dendam. Saat itu memang sedih tapi sekarang saya malah berterima kasih kepada Mubarok dan yang lain. Karena kalau saya gak diganjal dan saya jadi ketua PCNU periode kedua, mungkin saya tak punya pesantren besar seperti sekarang,” katanya.
Sebab, menurut Kiai Asep, saat itu ia punya program besar untuk NU. “Kalau saya jadi ketua PCNU periode kedua, berarti selama lima tahun saya fokus untuk mewujudkan program itu, kemungkinan saya tak bisa mendirikan pesantren seperti sekarang,” katanya.
Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong
Apa program besar Kiai Asep untuk NU saat itu? “Saya mau menjadikan MBODT itu sebagai museum nasional,” kata putra KH Abdul Chalim Luwimunding, salah seorang kiai pendiri NU itu. Menurut Kiai Asep, tak jauh dari MBODT itu ada tanah kosong. “Tanah itu mau saya beli untuk dibangun hotel dan perpustakaan nasional. Jadi hotel itu mau saya buat tempat nginap atau transit kalau ada pengurus atau kiai NU dari daerah lain ke Jawa Timur,” kata Kiai Asep. Ia optimistis program besar itu terwujud karena semua rencana sudah dipersiapkan.
"Tapi ternyata saya dijegal dalam pemilihan ketua PCNU untuk periode kedua," kata Kiai Asep. Akhirnya program besar itu terbengkalai.
"Gak papa. Tapi seharusnya, program saya itu kan diteruskan oleh ketua dan pengurus baru pengganti saya. Kan arsip dan dokumentasi program saya itu pasti ada di PCNU," katanya sembari menuturkan bahwa ketua baru yang terpilih adalah KH Abd Cholid, Ketua Tanfdziyah dan KH Miftahul Achyar, Rais Syuriah PCNU Kota Surabaya.
Baca Juga: Panas! Saling Sindir soal Stunting hingga 'Kerpek' Catatan Warnai Debat Terakhir Pilbup Jombang 2024
Namun, sekali lagi, ia bersyukur telah dijegal sehingga ia gagal menjadi ketua PCNU Kota Surabaya periode kedua. Dengan demikian ia bisa mewujudkan mimpi besarnya, yaitu membangun pondok pesantren bertaraf internasional yang santrinya mencapai 10.000 lebih dari seluruh Indonesia dan luar negeri.
Menurut dia, gagasan besar terwujud tak lepas dari tangan orang besar yang memang ditunjuk oleh Allah SWT. Cuma ia menyayangkan kenapa pengurus baru yang mengganti dirinya kok tidak bisa mewujudkan gagasan-gagasan besar yang sudah ia programkan.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, napak tilas tempat bersejarah Markas Besar Oelama Djawa Timoer yang populer dengan nama MBODT dilakukan PWNU, tiga hari setelah Kiai Asep tandatangan pemindahan hak milik kepada PBNU. MBODT Djawa Timoer dikenal sebagai markas para ulama NU yang berperang melawan penjajah terutama dalam pertempuran 10 November Surabaya. Pada perang inilah Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad.
Baca Juga: Lazisnu Surabaya Jadi Perantara Kebaikan
Kiai Asep membeli MBODT itu awalnya karena diperintah Gus Dur. Saat itu Kiai Asep sedang menjabat sebagai Ketua PCNU Kota Surabaya. Sedang Gus Dur Ketua Umum PBNU.
Menurut Kiai Asep, tak mudah mencari di mana dan siapa yang punya hak milik tempat bersejarah itu. Namun karena perintah dari Gus Dur, maka Kiai Asep bekerja keras menelusuri, mencari gedung dan tanah MBODT itu.
Akhirnya tanah dan gedung MBODT itu ditemukan di Jalan Satria RT 17 RW 03 Kedungrejo Waru Sidoarjo Jawa Timur. Kiai Asep langsung laporan kepada Gus Dur, kalau MBODT sudah ditemukan.
Baca Juga: Pesantren di Lereng Gunung, 624 Santrinya Lolos PTN dan di 11 Perguruan Tinggi AS, Eropa dan Timteng
Bagaimana respons Gus Dur? “Yo tukuen…! (Ya dibeli…!),” kata Kiai Asep menirukan perintah Gus Dur sembari tersenyum. Padahal saat itu kondisi ekonomi Kiai Asep belum seperti sekarang.
“Kondisi keuangan saya saat itu masih pas-pasan,” kata Kiai Asep sembari tersenyum. Namun Kiai Asep tak mengeluh. Ia justru berusaha cari uang agar aset bersejarah itu bisa diselamatkan.
“Saya carikan uang. Ya tak lepas dari pengorbanan uang pribadi,” kata kiai yang kini memiliki santri 10.000 orang lebih itu.
Baca Juga: Barisan Jawara Deklarasi Dukung Khofifah-Emil
Kiai Asep lalu berusaha mengumpulkan uang untuk membeli MBODT itu sesuai perintah Gus Dur. “Saat itu MBODT saya beli Rp 110 juta lebih. Kalau uang sekarang sekitar Rp 1 Miliar,” tutur Kiai Asep yang kini Ketua Umum Pergunu dan memberikan beasiswa kepada ratusan guru untuk kuliah S! dan S2 di Institut KH Abdul Chalim Pacet Mojokerto Jawa Timur. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News