Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
76. Wa-in kaaduu layastafizzuunaka mina al-ardhi liyukhrijuuka minhaa wa-idzan laa yalbatsuuna khilaafaka illaa qaliilaan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan sungguh, mereka hampir membuatmu (Muhammad) gelisah di negeri (Mekah) karena engkau harus keluar dari negeri itu, dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak akan tinggal (di sana), melainkan sebentar saja.
77. Sunnata man qad arsalnaa qablaka min rusulinaa walaa tajidu lisunnatinaa tahwiilaan.
(Yang demikian itu) merupakan ketetapan bagi para rasul Kami yang Kami utus sebelum engkau, dan tidak akan engkau dapati perubahan atas ketetapan Kami.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
TAFSIR AKTUAL
"Sunnah man qad arsalnaa qablaka min rusulinaa walaa tajidu lisunnatinaa tahwiilaan". Pengkhianatan yang dilakukan nonmuslim itu sudah ada sejak dulu dan rasanya tidak ada perubahan hingga sekarang. Sekali kafir tetap kafir. Pasti jahat dan tega jika mereka punya kesempatan.
Pesan ayat studi (77) ini sangat mengerikan, tinggal kita cerdas apa tidak, mampu melihat maslahah terbesar apa tidak, mampu menghitung akibat ke depan apa tidak. Dan yang terakhir, apa kita mampu menjadikan Allah SWT sebagai referensi atau tidak. Dari segi akaliah, tasamuh itu, yang pasti diuntungkan adalah nonmuslim. Itu pasti. Sementara kaum muslimin belum tentu. Bisa-bisa malah bumerang. Kita buka sejarah masa lalu.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Kasus Genghis Khan yang kafir dan menipu bangsa Tibet yang muslim dan kuat, sungguh sangat populer. Aslinya dia gentar menghadapi umat Islam yang bersatu dan militan. Lama dia berpikir mencari cara menghancurkan kaum muslimin tanpa susah payah. Lalu membaca sejarah dan menemukan titik lemah, betapa umat Islam itu mudah sekali husnudz-dzan, berbaik sangka, toleransi, apalagi diiming-imingi kekuasaan.
Lalu menebar surat secara umum yang isinya akan memberikan kekuasaan sekaligus mengancam. "Barang siapa yang mau bergabung dengan kami, sesungguhnya kami adalah bangsa yang cinta damai. Kalian akan kami beri wilayah ini dan itu, dan silakan diatur sesuai keinginan kalian. Tetapi, siapa yang melawan, maka akan tahu sendiri akibatnya. Kami tidak segan-segan menghabisi musuh tanpa ampun.
Genghis Khan memantau secara cermat dan terus mengikuti perkembangan, apa yang terjadi setelah selebaran itu. Semua lembaga survei dikerahkan secara diam-diam. Dan hasilnya, umat Islam terbelah menjadi dua kelompok, persis seperti yang sudah diprediksi.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Pertama, kaum muslimin yang menerima tawaran tersebut dengan alasan dan dalil-dalil agama. Kita tidak boleh menumpahkan darah selagi damai bisa dicapai. Kita harus tasamuh (toleran), kemanusiaan, ukhuwah basyariah, lagian melawan meraka sama halnya dengan bunuh diri dan itu dilarang agama dan lain-lain.
Kedua, kelompok yang menolak. Kelompok ini mencurigai tawaran itu sebagai tipuan belaka. Kelompok ini sangat cerdas dalam membaca trik lawan, lagian mau belajar dari sejarah, di mana yang namanya kafir, ya tetap saja kafir. Munafik, tetap munafik. Dusta dan menipu adalah doyanannya. Jika mereka kuat, maka untuk apa tawaran itu diberikan. Tawaran itu menunjukkan kelemahan mereka.
Nabi kita mewanti-wanti agar kita terus berprasangka buruk (su'udz dzann) kepada lawan, demi keselamatan diri kita sendiri. "ihtarizu min al-nas bi su' al-dhann". Ayo terus kita berjuang melawan musuh-musuh Tuhan. Tinggal dua pilihan: Hidup terhormat atau mati syahid, 'isy karima aw mut syahida.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Genghis Khan membuktikan janjinya dengan memberikan wilayah tertentu sebagai umpan awal, tetapi tetap dalam genggamannya. Ulama' yang pro dielu-elukan sebagai ulama' yang mengerti pesan kitab suci, pesan damai, toleran dan rahmatan li al-alamin. Bahkan kaum muslimin yang menjadi kroninya ini dipersenjatai. Siap-siap membela negara, kesatuan dan kesatuan adalah harga mati.
Kemudian, ulama'nya disuruh berfatwa agar mengobarkan perang, semangat jihad melawan kelompok muslim radikal yang menolak. Mereka wajib ditumpas dengan alasan "bughat", pemberontak. Dalil al-qur'an terus mengalir sebagai landasan. Dan pertempuran tidak bisa dielakkan.
Karena pihak Genghis Khan sangat kuat, gabungan pasukan militer kafir dan kaum muslimin pro, maka tidak ada kesulitan menghabisi kaum muslimin yang dianggap radikal tadi. Maklum, kalah pasukan dan kalah senjata.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Perang usai dan keadaan berangsur kondusif, normal, dan tenang. Tepatlah waktunya, Genghis Khan mengeluarkan jurus berikut, bahwa mengingat keadaan sudah aman, maka semua senjata harus dikembalikan ke negara. Jadinya, semua senjata yang ada di tangan kaum muslimin dilucuti.
Lalu tibalah waktunya jurus pamungkas dikeluarkan. Dengan lantang Genghis Khan membuka kedok jahatnya dan terang-terangan berpidato mencemooh kaum muslimin pro. Pidato itu begitu masyhur dan dicatat oleh dunia.
"... Kalian telah tega membunuh saudara sendiri sesama muslim. Maka apakah kami bisa mempercayai kalian, sementara kami adalah orang-orang nonmuslim yang kalian anggap sebagai musuh Tuhan kalian. Tidak dan tidak. Kalian harus dihabisi".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Lanjutnya, kaum muslimin yang semula pro tadi dengan mudah dihabisi dan wilayah tidak jadi diberikan. Muslim tega menghabisi muslim, gara-gara tergiur kekuasaan. Begitulah jahatnya nonmuslim dan begitulah bodohnya kaum muslimin. Semuanya hancur, baik yang kontra maupun yang pro.
Dari sisi agama, kematian kelompok yang kontra dan melawan wong kafir koalisi tadi adalah mati syahid, mati berperang di jalan Allah, membela agama dan membela negara. Sementara kematian kaum muslimin yang pro adalah kematian zalim. Bagai ayam sayur yang sudah diikat dan tinggal disembelih saja. Allah a'lam.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News