Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
81. Waqul jaa-a alhaqqu wazahaqa albaathilu inna albaathila kaana zahuuqan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: 70 Persen Hakim Masuk Neraka
Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.
TAFSIR AKTUAL
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Tentang merusak sarana kemusyrikan, rumah ibadah, patung sesembahan telah dipapar di atas. Ada perlindungan al-Qur'an terhadap rumah ibadah nonmuslim, tapi ada juga al-Hadis yang menjelaskan bolehnya penghancuran benda-benda maksiat.
"inna albaathila kaana zahuuqan". Penutup ayat kaji ini mengarah kepada pembinasaan al-bathil, kemusyrikan, kekufuran, kemaksiatan. Sehingga para ulama' membolehkan bahkan memerintahkan penghancuran terhadap piranti-piranti maksiat yang nyata dan bersifat eksklusif, seperti minuman keras, ganja, narkoba, mesin judi, uang palsu, dan lain-lain.
Sementara benda-benda yang bisa dimanfaatkan untuk kebaikan, seperti kios kafe, hotel mesum, tempat berjudi, dan perabotnya, maka ada dua pendapat:
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Pertama, harus dihancurkan semua. Dasar pemikirannya adalah untuk memutus mata rantai dan demi pemberantasan total. Sebab maksiat itu mudah tumbuh karena menyenangkan dan sesuai hawa nafsu.
Dalil nash yang dipakai adalah ayat ini, bahwa yang bathil itu musnah dan sirna. Bentuk kalam khabar yang mengisyaratkan perintah. Yakni "musnahkanlah". Kedua, nabi Muhammad SAW pernah mengancam hendak membakar rumah sahabat yang tidak shalat berjamaah di masjid, padahal tumahnya dekat.
Meski anacam itu tidak jadi, tidak ada realisasinya, tetapi mengisyaratkan perintah perusakan kepada benda-benda bermanfaat. Tidak shalat di masjid dianggap pengabaian serius terhadap agama, sehingga rumah tinggal pengabai tersebut patut dibakar. Madzahab Maliky menyebut al-Hadis ini sebagai dasar "uqubah fi al-mal". hukuman berupa materi.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Umar ibn al-Khattab R.A. pernah menjumpai penjual susu yang dicampur dengan air. Tentu saja ada unsur penipuan yang merugikan pembeli. Setelah jelas terbukti, maka Umar menumpahkan susu tersebut ke penjualnya. Tapi jika si penjual jujur dan memberitahukan kadar campuran airnya, maka bukan penipuan.
Kedua, tidak boleh dimusnahkan. Dasar pemikirannya adalah maslahah. Masih bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. "wa ahsinu, inn Allah yuhibb al-muhsinin". Allah memerintahkan kebaikan dan menyukai pemanfaat kebaikan. Meskipun tidak disukai banyak ilmuwan, ada juga buku bertajuk "penjagaan gereja".
Lalu, kita padukan saja. Sekiranya piranti atau benda-benda kemaksiatan itu mutlak bisa kita kuasai, bisa kita manfaatkan untuk kemaslahatan agama dan kemanusiaan, maka kita jaga. Tentu keputusan tersebut harus melibatkan hakim, pengadilan, para ulama' setempat. Jika tidak bisa, maka kita musnahkan. Walhasil, hakim adil menjadi pemutus. Tidak boleh main hakim sendiri.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Begitu pula terhadap alat-alat musik yang dipakai untuk mengiringi kemaksiatan. Zaman Nabi tidak ada sahabat yang membentuk grup musik dan manggung secara komersial. Ya, karena ketaqwaan mereka tinggi dan getar sufisnya sensitif. Sementara ilmuwan lain membolehkan bermusik, asal tidak mendukung kemaksiatan dan tidak pula terlena dari dzikir kepada Allah.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News