Tafsir Al-Isra 85: Satu Ekor Kambing untuk Satu Keluarga

Tafsir Al-Isra 85: Satu Ekor Kambing untuk Satu Keluarga Ilustrasi.

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

85. Wayas-aluunaka ‘ani alrruuhi quli alrruuhu min amri rabbii wamaa uutiitum mina al’ilmi illaa qaliilaan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.”

TAFSIR AKTUAL

Kedua, perpanjangan hari tersebut mengisyaratkan seruan, arahan al-Syari' agar umat Islam loyal dan banyak-banyak berqurban pada hari adha tersebut. Dengan banyaknya hewan qurban, maka hari tasyriq berguna. Lha kalau hewan qurbannya sedikit, maka hari tasyriq itu sia-sia. Apanya yang ditasyriq?

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Untuk itu, dianjurkan kepada para tokoh agama, da'i, kiai dan ustadz agar lebih luas dalam mengkampanyekan berqurban. Bahwa, sejatinya berqurban itu adalah amal keluarga. Artinya, satu ekor kambing itu cukup untuk qurban satu keluarga. Diusahakan berqurban setiap tahun. Dan di kitab-kitab fiqih tertera demikian.

Nabi Muhammad SAW juga menyembelih kambing dan diikrarkan: ini untuk diri beliau dan keluarga. Bahkan lebih luas lagi, termasuk untuk umat beliau juga. Satu riwayat ada catatan, "untuk umatku yang belum berqurban". Ya, juga ada keterangan Rasulullah SAW pernah berqurban 100 ekor unta. Tidak ada kepala negara yang qurbannya melebihi qurban Rasulillah SAW ini.

Luwesnya begini, untuk batas minimal, hendaknya satu keluarga berkorban satu ekor kambing untuk seumur hidup. Jangan sampai ada keluarga muslim seumur hidupnya tidak pernah berqurban sama sekali. Semiskin apapun, pasti bisa, asal mau, asal serius, dan Tuhan pasti mengabulkan. Jika satu keluarga menabung seribu rupiah per hari, maka dalam jangka sepuluh tahun pasti bisa untuk beli kambing seekor.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Soal satu ekor kambing untuk satu orang dan satu ekor unta atau sapi untuk tujuh orang, itu rumusan sempurna. Artinya, kalau bisa ya begitu. Maka, kampanye besar-besaran tentang satu ekor kambing untuk satu keluarga ini menjadi mutlak dan bijak.

Sangat mungkin, rendahnya umat Islam yang berekonomi terbatas untuk berqurban, salah satu sebabnya karena melihat fatwa tentang standarisasi qurban yang "awang-awangen" tersebut, yaitu satu ekor kambing untuk satu orang, atau satu ekor sapi untuk tujuh orang.

Ketiga, memaknai hewan qurban sebagai tunggangan. Qurban, artinya dekat sungguhan, dekat sekali kepada Allah SWT. Artinya, untuk hari itu, amal yang paling bisa mendekatkan diri kepada Tuhan adalah amal qurban. Amal lainnya tetap berpahala, tetapi tidak se-spektakuler amal qurban.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Jadi, berqurban itu amal yang nanti di akhirat benar-benar punya power untuk menggiring, mendorong, mengantar pemberi qurban cepat mendekati Tuhan di surga. Kambing yang dijadikan qurban menjelma menjadi amal shalih ajaib yang bisa mengantar, bisa "dinaiki" menuju surga. Bukan hakekat hewannya. Kalau kambingnya kecil dan orang yang menaiki gendut besar, bisa ambruk. Sama dengan satu ekor sapi yang dinaiki tujuh orang, apa bisa?

Keempat, 'Idul adha adalah momen, bagai charger bagi mental keimanan umat beragama bidang kepedulian sosial. Selanjutnya, mesti diserap sendiri, dibentuk sendiri menjadi mental penolong dan pemberi. Ini tidak otomatis jadi, melainkan butuh pengorbanan yang tidak ringan. Hari-hari ini dan seterus adalah waktu mengaktualkan pesan Idul Adha, pesan berqurban dan pesan moral hari tasyriq.

Berqurban tidak untuk dipamerkan, melainkan untuk mendorong diri supaya lebih dekat kepada Tuhan. Pejabat yang berqurban dengan tetap menyengsarakan rakyat ke depan sungguh pantas dipertanyakan, mana wujud kedekatannya dengan Tuhan?

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Jangan sampai seekor sapi yang diqurbankan untuk tutup boroknya yang menjijikkan. Artis yang berqurban dengan tetap bergoyang maksiat dan buka-bukan di depan publik, sangat layak dipertanyakan, mana wujud kedekatannya dengan Tuhan? Moga sapi qurban bukan sebagai jimat penglaris jobnya. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO