Tafsir Al-Isra 101: Sembilan Ayat Sakti di Tangan Musa A.S.

Tafsir Al-Isra 101: Sembilan Ayat Sakti di Tangan Musa A.S. Ilustrasi

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

101. Walaqad aataynaa muusaa tis’a aayaatin bayyinaatin fais-al banii israa-iila idz jaa-ahum faqaala lahu fir’awnu innii la-azhunnuka yaa muusaa mashuuraan

Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa sembilan mukjizat yang nyata maka tanyakanlah kepada Bani Israil, ketika Musa datang kepada mereka lalu Fir‘aun berkata kepadanya, “Wahai Musa! Sesungguhnya aku benar-benar menduga engkau terkena sihir.”

TAFSIR AKTUAL

Ayat ini membicarakan nabi Musa A.S. yang dianugerahi sembilan ayat sakti. Jika kafir Makkah meragukan, silakan dicek sendiri ke komunitas bani Israel. Lalu simaklah apa komentar raja Fir'aun terhadap Musa. Orang yang mengaku Tuhan tertinggi itu hasud dan menuduh Musa sebagai tukang sihir.

Soal sembilan ayat itu (tis' ayat), pertama, dipahami sebagai ayat-ayat suci dalam kitab Allah, at-Taurah. Merujuk pada penuturan Shafwan ibn Assal al-Murady yang mengunggah kisah dua pria Yahudi yang menguji, apakah nabi Muhammd SAW seorang nabi atau bukan. Bagi mereka, nabi itu punya empat mata. Dua mata bersifat fisis, terlihat dan dua yang lain nonfisis, tidak terlihat.

"Hai Muhammad, apa maksud Musa diberi sembilan ayat itu?, (walaqad ataina Musa tis' ayat). Rasulullah SAW menjawab: "Sembilan ayat itu adalah: Kalian jangan menyukutukan Allah dengan apapun (La tusyriku bi Allah syai'a), jangan berzina, jangan membunuh tanpa alasan yang benar (La taqtulu al-nasf al-lati harram Allah illa bi al-haqq), jangan mencuri, jangan menyantet, jangan ke penguasa yang berpotensi membunuhmu, jangan makan riba, jangan menuduh zina kepada orang yang bersih dan yang kesembilan, perawi bernama Syu'bah ragu, antara: jangan lari dari kecamuk perang atau kalian, orang Yahudi jangan melanggar ibadah hari Sabtu.

Mendapat keterangan sejelas itu, dua pria Yahudi itu lantas bersujud dan mencium tangan dan kaki Rasulullah SAW sembari berkata: "kami bersaksi, engkau sungguh nabi beneran". Nabi menohok: "Kalian sudah mengerti yang sebenarnya, tapi mengapa kalian tidak memeluk agama Islam?"

Dua pri itu menjawab: "Sesungguhnya Dawud A.S. berharap, ke depan semua anak cucu dan keturunannya-lah yang menjadi Nabi, bukan dari nasab lain. Sementara kamu bukan dari garis Dawud, bukan dari garis anak keturunan Israel. Jika kami memeluk Islam, maka mereka akan membunuh kami".

Versi lain dari sembilan ayat di atas adalah tanda kebesaran Allah secara fisik, bukan ayat-ayat suci. Yakni, nabi Musa diberi "al-'asha", mukjizat berupa tongkat sakti, bisa berubah menjadi ular, bisa untuk membelah lautan dan bisa untuk memancarkan air mineral. Tangan (al-yad), dari tangan itu keluar cahaya menyilaukan. Lisan yang cadel tapi hebat.

Laut yang tunduk terbelah menjadi jalan lintas, Taufan (angin ribut disertai cuaca sangat buruk), belalang (al-jarad) yang mewabah, ulat-ulat kecil (al-qummal) di makanan, di dalam buah dan lain-lain, kodok (al-dhafadli') ada di mana-mana, dan darah (al-dam) ada begitu saja nan menggenang tanda diketahui datangnya. Dari topan dan seterusnya lebih merupakan azab bagi mereka. Dua tafsiran di atas saling melengkapi eksistensi mukjizat nabi Musa A.S., fisis dan non fisis.

Makna, "fa is'al bani isra'il idz ja'ahum". Tanyakan kepada bani Israel ketika dia datang kepada mereka". Arah ayat kaji ini menunjuk keseriusan Tuhan membuktikan kebenaran agama islam, kebenaran Muhammad SAW sebagai nabi sungguhan, kebenaran al-qur'an adalah wahyu yang diturunkan. Hingga makna potongan ayat di atas membias.

Kata "idz ja'a hum" (datang) dengan subyek dlamir yang kembali ke Musa. Apakah ini kisah masa lalu, zaman Musa dan Fir'aun dulu. Toh masyarakat Bani Israel yang waktu itu menyaksikan dialog Musa versus Fir'aun juga sudah mati. Bagaimana cara bertanyanya?

Jadi, al-qur'an mengembalikan data ini ke kalangan mereka sendiri. Tanyakan kepada sejaran kalian sendiri, apa yang terjadi ketika Musa memberi tausiah kepada Bani Israel dulu dengan materi sembilan ayat. Benar atau tidak dan bagaimana cemooh Firaun terhadap Musa? Atau, benarkah ada sembilan tanda kebesaran Allah yang bersifat fisik dan merupakan azab atas kedurhakaan mereka? Benar atau tidak.

Artinya, jika kalian membenarkan, maka beriman lah seperti nenek moyangmu yang beriman. Tapi jika kalian tidak membenarkan dan bahkan menuduh Musa sebagai penyihir, maka sama saja antara anda dengan Fir'aun.

Kata "mashura" bisa bermakna penyihir dengan memahami pola "ma'ul" bima'na "fa'il" dan bisa diartikan apa adanya, "disihir", bentuk maf'ul biasa. Artinya orang yang disihir, terkena santet, tidak waras hingga omongannya glambyar. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO