Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 41-43. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.
48. Walaqad aataynaa muusaa wahaaruuna alfurqaana wadhiyaa-an wadzikran lilmuttaqiina
Sungguh, Kami telah menganugerahkan kepada Musa dan Harun Al-Furqan (Kitab Taurat), sinar (kehidupan), dan peringatan bagi orang-orang yang bertakwa.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
49. Alladziina yakhsyawna rabbahum bialghaybi wahum mina alssaa’ati musyfiquuna
(Yaitu) orang-orang yang takut (azab) Tuhannya, sekalipun mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari Kiamat.
50. Wahaadzaa dzikrun mubaarakun anzalnaahu afa-antum lahu munkiruuna
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Ini (Al-Qur’an) adalah peringatan yang diberkahi yang telah Kami turunkan. Maka, apakah kamu menjadi pengingkar terhadapnya?
TAFSIR AKTUAL:
"Al-ladzin yakhsyaun Rabbahum bi al-ghaib...". Pada ayat kaji ini terbaca bahwa lagi-lagi Tuhan mengaitkan keimanan kepada yang ghaib, hari akhir sebagai keimanan orang-orang bertaqwa, orang-orang yang sungguh takut akan siksa neraka. Itu diyakini betul sehingga perilaku mereka sangat hati-hati dan amalnya sangat terpuji.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Orang beriman sungguhan itu tidak mungkin terlena dalam gemerlap duniawi, tetapi tidak juga menafikannya. Mereka memakai duniawi sebatas sebagai piranti menuju kehidupan abadi nanti.
Ciri-ciri mereka banyak, antara lain, bahwa apa saja yang sedang ada pada dirinya adalah amanah. Jika dia memandang diri sendiri, maka setiap anggota tubuh dilihat sebagai amanah yang mesti dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan.
Tangan untuk apa, kaki untuk berjalan ke mana, telinga untuk mendengarkan apa, mata untuk melihat apa... dst.
Baca Juga: Cawali Kediri Bunda Fey Blusukan di Kampung Dalem, Ini yang Dibahas Bareng Warga
Jika dia diberi ilmu, maka sadar bagaimana menyampaikan. Jika dia diberi harta, maka untuk apa dan kepada siapa harus disedekahkan, berapa, dan kapan.
Jika dia diberi jabatan, maka dipandangnya sebagai amanah yang mesti ditunaikan sebaik-baiknya. Bukan dipandang sebagai rezeki atau peluang meraup kekayaan.
Abu Bakar R.A. yang diangkat sebagai khalifah, pengganti Rasulillah SAW, secara aklamasi dan tidak mencalonkan diri pergi ke pasar dengan membawa dagangan setelah kemarinnya baru saja dilantik.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Pagi itu, Abdurrahman ibn Auf dan Umar ibn al-khattab berjalan-jalan dan berpapasan dengan khalifah baru.
Mereka bertanya: "Mau ke mana tuan khalifah?"
Abu Bakr menjawab: "Ke pasar, seperti biasa."
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Lalu mereka berkata: "Sebaiknya tuan khalifah pulang saja dan mengurus umat."
Sang khalifah menatap tajam kepada keduanya dan berkata: "Lalu, yang memberi makan keluarga saya siapa? Dan justru ini kewajiban saya yang utama."
Keduanya, Ibn Auf an ibn al-Khattab berunding dan memutuskan memberi gaji kepada khalifah yang diambilkan dari Baitul Mal.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Abu Bakr R.A. adalah khalifah pertama yang mendapat gaji dan menerima karena butuh. Meski tidak punya tanah ribuan hektare, Abu Bakr R.A. sesungguhnya saudagar yang kaya, tetapi hartanya habis-habis disedekahkan, demi agama.
Pernah ada pengumuman perang dan dia mensedekahkan hartanya total, sehingga Rasulullah SAW terkagum-kagum saat mendengar jabawan dari pertanyaan yang dimajukan kepadanya: Apa yang tersisa di rumahmu wahai Aba Bakr?"
Yang segera dijawab: "Hanya Allah dan Rasul-Nya ada di sana."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News