Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
19. Wakadzaalika ba’atsnaahum liyatasaa-aluu baynahum qaala qaa-ilun minhum kam labitstum qaaluu labitsnaa yawman aw ba’dha yawmin qaaluu rabbukum a’lamu bimaa labitstum faib’atsuu ahadakum biwariqikum haadzihi ilaa almadiinati falyanzhur ayyuhaa azkaa tha’aaman falya/tikum birizqin minhu walyatalaththhaf walaa yusy’iranna bikum ahadaan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun.
20. Innahum in yazhharuu ‘alaykum yarjumuukum aw yu’iiduukum fii millatihim walan tuflihuu idzan abadaan
Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.”
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
TAFSIR AKTUAL
Waktu 309 tahun sangat cukup untuk melewati era rezim raja kafir yang super kejam itu. Keadaan negeri berubah dan lumayan kondusif bagi umat beriman. Waktunya Tuhan membangunkan para pemuda goa dari tidurnya yang super lelap. Satu per satu mereka bangun karena perut sudah terasa amat lapar.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Sembari santai, mereka ngomong-ngomong soal tidur mereka, berapa lama kita tidur di sini? Seseorang berkata: "Ya paling sehari atau cuma setengah hari saja..." (labitsna yawma aw ba'dl yawm) dan semuanya terdiam antara menyepakati dan tidak. Hal itu karena mereka masih ingat betul ketika awal kali masuk goa, yaitu pada pagi hari dan bangunnya kini menjelang sore hari.
Tapi, setelah memperhatikan keadaan sekeliling, baik dinding goa, bebatuan, tumbuh-tumbuhan dan lainnya, maka terbersitlah di hati mereka perasaan lain. "kok beda sekali dengan keadaan saat mereka datang dulu". Tapi tak ada kata-kata pasti, kapan sejatinya lama tidur di situ.
Di tengah-tengah pembengongan mereka, kemudian ada yang berkata tuntas hingga dapat membubarkan diskusi itu "Rabbukum a'lam bima labitstum". Ia berkata: "Sudah-sudah, itu urusan Tuhan yang Maha mengetahui. Lebih baik kita sekarang cari makan, nih perut sudah keroncongan".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Dan mereka sepakat, tapi cukup satu orang saja yang keluar ke desa terdekat membeli makanan. Dan Tamlikha, yang paling muda yang ditugasi melaksanakan tugas ini.
Dalam menjalankan misi ini, ada pesan-pesan khusus kepada Tamlikha yang harus dipatuhi, antara lain:
Pertama, membawa uang (idzhabu bi wariqikum hadzih). Kedua, perginya ke kota (ila al-madinah). Ketiga, memilih makanan terbaik (fal yandhur ayyuha azka tha'ama). Keempat, dipastikan bisa dibawa pulang (falya'tikum birizq minh). Kelima, bersikap lembut, menutupi identitas (wal yatalattaf). Keenam, tidak menimbulkan curiga (wa la yusy'irann bikum ahada). Pesan ditutup dengan warning keras. "Awas, jika sampai mereka mengerti kita, itu sangat bahaya akibatnya".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Dari kisah mereka saat di dalam goa, keadaan fisik maupun alam, dialog, dan sikap mereka, bisalah dipetik pelajaran sebagai berikut:
Pertama, sesungguhnya waktu itu berjalan tetap dan sangat disiplin. Adalah normal, bahwa sehari-semalam adalah 24 jam, tak kurang, dan tak lebih. Tapi perasaan manusia berbeda-beda merasakannya. Semalaman bagi pengantin baru serasa satu jam saja. Tidak sama bagi yang sedang menunggu atau yang dipenjara.
Waktu normal untuk main sepak bola adalah 90 menit. Bagi yang haus kemenangan, tentu ngoyo sekali memanfaatkan waktu dan mengerahkan semua kemampuan dan keahlian. Tak pernah ada pemain yang santai. Serasa kurang jika kesebelasan itu tertinggal dan harus menyamakan angka. Tapi bagi tim yang sudah unggul, tentu ingin pertandingan segera berakhir.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Begitulah seharusnya orang beriman. Dunia ini sangat singkat dan singkat sekali. Sementara amal kebajikan kurang sekali. Maka tak selayaknya ada waktu terbuang sia-sia. Mesti padat prestasi dan ibadah.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News