BangsaOnline-Implementasi Undang Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa terus mengalami polemik dan ketegangan politik. Sebab, potensi benefit politik yang diperoleh dari pemberlakuan UU Desa akan menjadi landasan penyaluran dana desa. Presiden Jokowi diminta turun tangan melakukan penataan di kementerian terkait.
Direktur Riset SETARA Institute yang juga Koordinator Sahabat Keadilan Desa (SaKa Desa), Ismail Hasani menyatakan, Presiden Jokowi berpotensi melakukan pelanggaran UU terkait otonomi desa. Pasalnya, sampai saat ini, masih ada tarik menarik kepentingan terkait penyusunan Satuan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Presiden Jokowi harus menyadari bahaya politisasi implementasi Undang Undang Desa ini bukan hanya akan mencederai janji politiknya untuk memberikan otonomi desa yang hakiki, tapi juga potensial mencelakakan dirinya,” katanya.
Menurutnya, apabila Jokowi tetap terbitkan Perpres SOTK Kementerian Desa yang masih membagi urusan desa pada dua kementerian (Kemendagri dan Kemendes PDTT), bukan tidak mungkin Perpres itu dibatalkan Mahkamah Agung melalui mekanisme uji materiil, karena bertentangan dengan UU Desa.
Untuk itu, lanjut Ismail, demi otonomi desa, agar desa bisa membangun secara mandiri dan tidak lagi menjadi alas kaki kekuasaan semata. Penyelenggaraan UU Desa harus terintegrasi dalam satu Kementerian yakni Kemendes PDTT. Menurutnya, Kemendes PDTT berpedoman pada UU Desa yang menegaskan agar urusan desa ditangani secara holistik oleh Menteri Desa.
Namun, perlu diingat selama puluhan tahun, desa di bawah Kemendagri telah menjadi alas kaki kekuasaan penopang kekuasaan pemerintah tanpa otonomi yang jelas. "Kemendagri, khususnya Direktorat Jenderal PMD, juga telah menjadi agen pemberdayaan kemiskinan yang terus menerus menggunakan kemiskinan sebagai komoditi tanpa penyelesaian serius," kata Ismail.
Dia menjelaskan, desa dalam UU Desa didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum bukan satu jenjang pemerintahan paling bawah. Karena itu, mengurus desa harus keluar dari rezim pemerintahan daerah. "Upaya Kemendagri yang bersikukuh mempertahankan urusan pemerintahan desa pada institusinya adalah manifestasi dari amputasi otonomi yang dijamin oleh Pasal 18 B Undang Undang Desa,” katanya.
Alasan adanya konflik hukum dengan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang masih memberi kesewenangan ada Kemendagri, kata Ismail, itu bisa dikesampingkan karena yang berlaku dalam situasi konflik norma semacam ini maka UU Desa sebagai lex specialist dan harus diutamakan.
Sebelumnya, bekas anggota Panja RUU Desa yang juga Komisi II DPR, Malik Haramain meminta Presiden Jokowi untuk segera memperjelas realisasi UU Desa dengan menyerahkan tanggungjawab kepada Kemendes PDTT. "Kami meminta implementasi Undang Undang Desa diserahkan sepenuhnya kepada Kemendes PDTT,” katanya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyatakan, Kemendes PDTT merupakan kementerian yang paling tepat untuk menyelenggarakan amanah UU Desa. Dengan demikian, semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan UU tersebut seharusnya dilaksanakan oleh Kemendes PDT.
"Kementerian Desa yang seharusnya menyelenggaraakan pemerintahan desa mulai pelaksanaan pembangunan, pembinaan desa, pemberdayaan desa dan termasuk pemindahan Ditjen PMD (Pembangunan Masyarakat Desa). Sehingga tidak ada overlap antara dua kementerian," jelasnya.
Perubahan nomenklatur kementerian, kata dia, secara logis berakibat kepada peralihahan tanggung jawab. Dalam kesempatan yang sama, dia mendesak pemerintah Jokowi agar besikap konsisten dalam menjalankan amanat UU Desa. "PKB mendesak Jokowi agar konsisten menjalankan Undang Undang Desa dan menunjuk Kementerian Desa sebagai penanggung jawab," tegasnya.
Malik juga menjelaskan bahwa semangat UU Desa adalah untuk menjadikan Desa sebagai Pelaku Pembangunan. "Semangatnya adalah menjadikan desa sebagai subyek pembangunan bukan obyek seperti dulu," katanya.
Dengan demikian, diharapkan desa dapat berpartisipasi lebih dalam melaksanakan pembangunan di Indonesia. "Dengan adanya UU Desa tersebut, setiap desa berhak mendapat kucuran dana bervariasi. "Masing-masing desa berbeda, mulai Rp 800 juta hingga Rp 1.4 miliar pertahun," katanya. ***
Baca Juga: RDP dengan DPR RI dan Mendagri, Pj Adhy Sebut Kesiapan Jatim Gelar Pilkada Serentak 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News