Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
21. Unzhur kayfa fadhdhalnaa ba’dhahum ‘alaa ba’dhin walal-aakhiratu akbaru darajaatin wa-akbaru tafdhiilaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Dan kehidupan akhirat lebih tinggi derajatnya dan lebih besar keutamaan.
TAFSIR AKTUAL
Setelah identitas para pemuda goa terbongkar, lalu mereka meninggal, masyarakat menghormat dan memuliakan mereka. Raja yang waktu itu seiman dengan para pemuda goa sangat antusias dan bermaksud mengubur mereka dalam peti emas.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Belum sempat terlaksana, malam harinya sang raja bermimpi kedatangan laki-laki misterius yang datang melarang, "Jangan kau lakukan itu". Pagi hari, instruksi digagalkan dan menyuruh mengubur mereka biasa saja, langsung bersentuhan dengan tanah. "Kita berasal dari tanah, maka sewajarnya kembali ke tanah," ujar sang Raja.
Setelah ashab al-kahfi dikubur dan masyarakat menghormat sesuai tradisi, lalu dibangun masjid, "lanattakhidzann alaihim masjida". Disinyalir masjid itu dibangun di atas kuburan mereka dan itu biasa terjadi pada zaman dulu.
Maksud membangun masjid di atas kuburan agar orang yang beribadah di masjid tersebut lebih mendekatkan diri dengan Tuhan, lebih ingat kematian, lebih meningkatkan ketaqwaan lewat orang-orang yang sudah mendahului dan kuburannya nyata ada di depan mata.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Di samping itu juga bisa mengambil pelajaran langsung, bahwa kematian itu pasti. Seshalih apapun manusia tetap mati dan harus mempertanggungjawabkan perbuatan masing-masing di hadapan Tuhan.
Dan pada zaman nabi Muhammad SAW membangun masjid di atas kuburan dilarang. Nabi mengutuk perbuatan itu. Dua istri Rasulillah SAW, Ummu Habibah R.A. dan Ummu Salamah R.A. berkisah di hadapan Nabi SAW tentang sebuah gereja di Habasyah (Etiopia) yang ada gambar-gambar, termasuk gambar diri Rasulillah SAW.
Rasul SAW nampak tidak suka dan bersabda: "Begitulah mereka, bila ada orang shalih wafat, mereka membangun masjid di atas kuburan orang shalih itu dan dihiasi gambar-gambar. Sungguh mereka orang-orang terburuk di hadapan Allah SWT nanti di hari kiamat."
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Dari sini ulama ushul al-fiqh memetik sabda Rasulillah SAW tersebut sebagai ajaran teori "sadd al-dzari'ah" dalam penetapan hukum. Sesuatu yang nampaknya biasa-biasa dan tidak dilarang, tetapi karena berpotensi menjerumuskan manusia ke perbuatan terlarang, maka dilarang sejak dini.
Sesungguhnya tidak apa-apa membangun masjid di atas atau menghadap kuburan orang shalih. Tapi karena dikhawatirkan menjerumus ke perilaku syirik, menyekutukan Tuhan, maka dilarang. Selanjutnya, ulama Malikiyah serius mengharamkan pembangunan masjid di tanah pekuburan.
Abu al-Hayyaj al-Asady meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah SAW menginstruksikan agar patung-patung, termasuk gambar-gambar dimusnahkan. Dengan instruksi itu, selanjutnya dijadikan dasar pemusnahan gambar Nabi SAW yang ada di masjid Habasyah seperti yang dilaporkan dua istri beliau di atas. Jadinya, hingga kini tidak ada dokumen yang konkret gambar diri Rasulullah SAW.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News