SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Peristiwa meninggalnya empat orang dalam satu keluarga di Gubeng Kertajaya Surabaya yang diduga terpapar covid-19 terus menuai kontroversi. Karena keterangan dari pihak keluarga yang meninggal dan Humas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M Fikser berbeda. Ada apa?
Keluarga korban pun kesal. “Pemerintah iki lo. Opoo se kok keterangane bedo2 (Pemerintah ini lo, kenapa sih kok keterangannya berbeda-beda,” kata Dea Winie Pertiwi, anak bungsu dari suami-istri yang meninggal itu, kepada BANGSAONLINE.com, Ahad (7/6/2020).
Baca Juga: Kampung Narkoba di Jalan Kunti Surabaya Kembali Digerebek: 23 Pecandu Direhab, 2 Pengedar Ditangkap
Seperti ramai diberitakan, Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M Fikser, mengatakan bahwa warga Gubeng Kertajaya Surabaya yang meninggal empat orang, yaitu suami, istri, anak, dan janin berusia 8 bulan karena diduga terpapar COVID-19, hasil rapid test-nya negatif. Namun tiga orang dalam satu keluarga itu meninggal, sementara hasil swab test-nya belum keluar.
"Ada pasangan suami-istri dan salah satu anaknya di salah satu wilayah di Gubeng memang meninggal dunia. Namun, dari hasil rapid test negatif, hanya memang belum keluar hasil swab-nya dan meninggal," kata Fikser kepada wartawan di Balai Kota Surabaya, Kamis (4/6/2020).
Keterangan Fikser itu secara tersirat seolah mau menjelaskan bahwa suami-istri yang meninggal itu sudah di-swab test, tapi hasilnya belum keluar. Padahal, menurut D, anak bungsu dari suami-istri yang meninggal itu, papa dan mamanya belum pernah di-swab. Ia berani mengatakan itu karena dialah yang mengurus papa-mamanya itu sejak sakit hingga meninggal.
Baca Juga: Polisi Bongkar Motif Janda Dibunuh Kekasih di Surabaya, Dipicu Surat Gadai Emas
“Lha emange ape nge-swab nang makam e mama papaku (Loh, memangnya apa men-swab test di makam papa mama saya?),” kata Dea kepada BANGSAONLINE.COM.
Ia tampak kesal karena pihak Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Pemkot Surabaya seolah tak mau terbuka dan apa adanya dalam kasus yang menimpa keluarganya. “…Ngomonge non reaktif semua. Tunggu hasil diswab. Kan durung diswab. Aneh,” kata Dea lagi.
“Papa mamaku durung iku durung di-swab (Papa mamaku itu belum di-swab),” katanya.
Baca Juga: PT Umroh Kilat Indonesia, Prioritaskan Beri Edukasi ke Para Jemaah
Dea menjelaskan bahwa dari empat keluarganya yang meninggal itu, hanya kakak kandungnya yang sudah jelas diswab-test dan hasil memang positif. "Kak Debby positif," katanya.
Debby itu meninggal dalam keadaan hamil 8 bulan. Menurut Dea, janinnya meninggal lebih dulu, lalu Debby menyusul, meninggal dalam beberapa jam kemudian.Tapi kalau papa dan mamanya meninggal sebelum diswab test.
"Jelas-jelas aku wes ngomong papa mamaku reatif, status PDP," kata Dea yang kini menjalani isolasi mandiri.
Baca Juga: Korban Tewas, Begal Perempuan di Surabaya Hanya Dikenakan Pasal Curat, Pengacara Beberkan Alasannya
Seperti diberitakan, Dea sendiri akhirnya juga menjalani swab test corona di Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya. Namun, menurut dia, yang menangani dirinya bukan Pemkot Surabaya, tapi pihak Pemprov Jawa Timur.
Ia bisa ditangani Pemprov Jatim setelah dibantu teman kuliahnya, Singgih. Teman kuliahnya itu menelepon seorang dokter di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya. Karena rumah sakit tersebut penuh, akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya. Menurut dia, penanganan petugas Covid-19 dari Pemprov Jatim lebih cepat ketimbang petugas dari Pemkot Surabaya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News