Oleh Dani Santoso*
Corona Virus Disease (COVID-19) telah menjadi perhatian khusus oleh seluruh negara di dunia. Bagaimana tidak, virus ini telah memberikan dampak buruk baik bagi kesehatan yang berujung kematian. Termasuk, menimbulkan permasalahan di berbagai sektor, utamanya ekonomi dan sektor keuangan suatu negara. Tak terkecuali Indonesia.
Baca Juga: Optimalisasi dan Tantangan Literasi Menulis bagi Mahasiswa !!!
International Moneter Fund atau IMF memprediksi bahwa ekonomi global tahun 2020 akan mengalami minus sebesar 3 persen akibat dari pandemi COVID-19 ini. Apabaila tidak segera diatasi dengan cepat dan tepat, maka diprediksi akan terjadi penurunan yang signifikan terhadap kegiatan ekonomi suatu negara, dan nantinya akan terjadi resesi apabila terjadi penurunan dalam jangka waktu tiga bulan atau lebih.
Di Indonesia sendiri, pemerintah dan lembaga lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (selaku lembaga independen yang merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan kuat dengan otoritas lainnya, seperti otoritas moneter dan otoritas fiskal) telah menerbitkan sejumlah aturan untuk meminimalisasi dampak terburuk di sektor perbankan. Salah satunya melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 34 /PJOK.03/2020 tentang kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai dampak penyebaran COVID-19.
Pasalnya, pandemi COVID-19 ini membawa dampak cukup signifikan kepada perbankan. Banyak debitur yang kemudian kelimpungan membayar angsuran karena lumpuhnya ekonomi. Sehingga, mereka meningkatkan penarikan dana simpanan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Era Revolusi Industri 4.0 dalam Hal Komunikasi
Peningkatan potensi risiko kredit dan risiko likuiditas ini dapat mempengaruhi pertumbuhan industri BPR itu sendiri. Oleh karena itu, perlu kebijakan dari otoritas terkait (dalam hal ini OJK) untuk mendorong optimalisasi kinerja industri BPR ini dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Di dalam peraturan OJK ini dijelaskan setidaknya ada 4 penerapan kebijakan yang dapat dilakuan oleh BPR. Pertama, tentang pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP). BPR atau BPRS dapat membentuk penyisihan penghapusan aset produktif umum untuk aset produktif dengan kualitas lancar kurang dari 0,5% (nol koma lima persen) dari aset produktif dengan kualitas lancar atau tidak membentuk penyisihan penghapusan aset produktif umum untuk aset produktif dengan kualitas lancar.
Aset produktif yang dimaksud di sini berupa kredit atau pembiayaan dan penempatan pada bank lain, dengan kualitas lancar. Dalam hal BPR tidak membentuk PPAP selama masa berlaku kebijakan ini, yaitu 1 April 2021, maka BPR tidak perlu membentuk akumulasi cadangan. Tetapi, disarankan agar tetap “menghitung” cadangan penyisihan kerugian sebagai bentuk mengantisipasi kebutuhan pembentukan PPAP.
Baca Juga: Output Sekolah Rendah, Salah Siapa?
Kedua, tentang perhitungan nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) sebagai faktor pengurang modal inti dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum. BPR atau BPRS menghitung persentase nilai agunan yang diambil alih sebagai faktor pengurang modal inti dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum BPR dan BPRS.
Perhitungan persentase dari nilai agunan yang diambil alih menggunakan posisi laporan bulan Maret 2020. Dalam kebijakan AYDA ini, BPR atau BPRS diperkenankan menggunakan persentase dari nilai AYDA sebagai faktor pengurang modal inti dalam perhitungan KPMM sebagaimana persentase untuk posisi laporan bulan Maret 2020 dan menghentikan perhitungan jangka waktu kepemilikan AYDA sejak 1 April 2020 sampai dengan 31 Maret 2021.
Ketiga, perhitungan penyediaan dana dalam bentuk penempatan dana antar bank (PDAB), BPR atau BPRS dapat melakukan penyediaan dana paling banyak 30 persen dari modal dalam bentuk penempatan dana antar bank pada BPR dan BPRS lain untuk penanggulangan permasalahan likuiditas pada BPR dan BPRS lain. Penyediaan dana dalam bentuk penempatan dana antar bank pada BPR dan BPRS dikecualikan dari ketentuan batas maksimum pemberian kredit atau batas maksimum penyaluran dana.
Baca Juga: Mengapa Permintaan untuk Data Scientist Semakin Meningkat di Indonesia?
Keempat, penyediaan dana pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia. BPR atau BPRS dapat menyediakan dana pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia kurang dari 5 persen dari realisasi biaya sumber daya manusia tahun sebelumnya. Atau dapat tidak melakukan perubahan rencana bisnis dalam hal terjadi perubahan rencana biaya atau anggaran pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia.
OJK memantau secara rutin terkait pelaksanaan restrukturisasi terhadap debitur yang terdampak COVID-19 di perbankan dan perusahaan pembiayaan. Dalam laman website OJK telah melakukan update data per tanggal 4 Mei 2020, disebutkan bahwa terdapat 17 bank umum konvensional atau syariah yang telah direstrukturisasi. Sebanyak 1,02 juta debitur yang telah direstrukturisasi dengan nilai Rp. 207,2 Triliun.
Dari banyaknya debitur yang telah direstrukturisasi terdapat sebanyak 819.923 di antaranya merupakan UMKM dengan nilai restrukrisasi Rp. 99,36 Triliun. Hal ini tentunya tidak hanya dilakukan oleh OJK. Tetapi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga membantu dengan diturunkannya tingkat suku bunga penjaminan di BPR masing-masing sebesar 25 bps (basis poin) untuk menjaga likuiditas bank.
Baca Juga: Covid-19 Menyerang Pendidikan Indonesia, Efektifkah Pembelajaran Daring?
Perlu diketahui bahwasannya peraturan ini sifatnya opsional. Sehingga bagi BPR yang tidak menerapkan peraturan ini atau dalam artian tetap mengimplementasikan norma sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK atau PBI existing, tidak dekenakan sanksi. Tetapi seperti yang dikatakan didalam peraturan OJK nomor 34 tahun 2020 ini, bahwa BPR harus tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. BPR sendiri harus mempertimbangkan kemampuan mereka masing-masing dalam menyerap resiko.
*Penulis adalah Mahasiswa PKN STAN
Referensi:
Baca Juga: Potensi Malpraktik Pilkada 2020 di Tengah Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News