SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sikap moderat, tengah, dan toleran tak cukup klaim wacana. Tapi perlu pembuktian faktual dalam kehidupan sehari-hari. Ironisnya, banyak kelompok yang selama ini mengklaim moderat, toleran, dan tengah, justru terjebak dalam sikap ektrem baru, yaitu ekstrem tengah.
Demikian salah satu pemikiran yang berkembang dalam Halal Bihalal Webinar Institut Hasyim Muzadi (IHM) bertema “Revitalisasi NU Menuju Pengabdian Abad Kedua”, Sabtu (27/6/2020).
Baca Juga: Puisi Prof Dr 'Abd Al Haris: Pimpin dengan Singkat, Gus Dur Presiden Penuh Berkat
Tampil sebagai pembicara Dr. KH. Cholil Nafis (Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah Depok), Dr. Nasihin Hasan (aktivis LSM sahabat seperjuangan Gus Dur), Prof. Dr. M. Mas’ud Said (Direktur Pascasarjana Unisma dan Ketua Isnu Jawa Timur), dan M. Mas’ud Adnan, M.Si (Owner HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.COM). Sementara Dr. KH. Shofiullah Muzammil didapuk sebagai moderator.
“Jadi, di samping ada ektrem kiri dan ekstrem kanan, juga ada kelompok yang mengaku tengah tapi ekstrem juga. Karena merasa paling benar dan tak mau dialog sehingga menjadi ekstrem tengah,” kata Kiai Cholil Nafis.
Namun dosen Universitas Indonesia (UI) itu tidak mau menyebut siapa kelompok ekstrem tengah itu. Yang jelas, “Sama dengan yang ekstrem kiri dan kanan, merasa benar sendiri dan yang lain salah,” kata Ketua MUI Pusat bidang dakwah itu.
Baca Juga: Pengurus PC LPBI SER NU Gresik Siaga Bencana Alam
Sementara Direktur Eksekutif IHM, KH M Yusron Shidqi, Lc, MA yang akrab dipanggil Gus Yusron menegaskan bahwa IHM akan mengabdi kepada NU lewat jalur kultural. Menurut putra KH. M. Hasyim Muzadi itu, IHM akan terus mengagendakan program untuk NU ke depan, termasuk diskusi secara berkala tentang berbagai topik.
Sikap Gus Yusron itu mendapat apresiasi Mas’ud Adnan. Menurut Mas’ud, jika IHM bergerak di ranah NU kultural, maka tidak akan ada orang yang mencurigai. Selain itu akan lebih ikhlas dan lebih bermanfaat karena jauh dari kepentingan.
"Serpihan taushiyah Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari menyebutkan, siapapun yang membantu NU akan saya akui atau saya anggap sebagai santri saya. Frasa Hadratussyaikh itu siapapun yang membantu NU, bukan siapapun yang jadi pengurus NU. Jadi saya sepakat jika kita mengabdi kepada NU secara kultural karena kita lebih ikhlas dan lebih bermanfaat bagi NU," kata Mas’ud Adnan.
Baca Juga: Hadiri Haul Ke-15 di Ciganjur, Khofifah Kenang Sosok Gus Dur Sebagai Pejuang Kemanusiaan
Namun Kiai Cholil Nafis tidak sepakat. Menurut dia, mengisi NU struktural juga penting. Sebab, tegas dia, jabatan struktural sangat strategis untuk mengambil kebijakan. Hanya saja, kata dia, kita tak mau minta-minta jabatan. Tapi kalau ada tawaran dan peluang jabatan kita tidak boleh menolak untuk kepentingan umat.
Mas’ud Adnan juga mengungkap keteladanan akhlak para pimpinan NU, mulai dari Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari hingga Gus Dur dan KH Hasyim Muzadi. Menurut dia, Hadratussyaikh sangat moderat dan toleran serta selalu menyerukan persatuan umat Islam. “Tapi Hadratussyaikh toleran faktual, bukan toleran klaim seperti sekarang,” tegasnya sembari memberi contoh saat Hadratussyaikh menyambut dialog Karl Von Smith yang kemudian masuk Islam.
"Karena itu Kar Von Smith sangat terkesan dengan Hadratusssyaikh. Sampai bilang, seandanya di Eropa ada 10 orang seperti Kiai Hasyim Asy'ari, maka mayoritas orang Eropa masuk Islam," kata Mas'ud Adnan.
Baca Juga: Ngaku Pelayan, Gus Fahmi Nangis saat Launching Majelis Istighatsah dan Ngaji Kitab At Tibyan
Begitu juga KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Menurut Mas’ud Adnan, Gus Dur sangat moderat, toleran dan aktif mempelopori gerakan civil society. Gus Dur juga selalu membela rakyat , terutama kelompok tertindas dan minoritas. Selain itu, kata Mas’ud Adnan, Gus Dur dikenal sangat dermawan.
Begitu juga KHM Hasyim Muzadi. Menurut Mas’ud, Kiai Hasyim Muzadi sangat dermawan dan berorientasi kepada Islam rahmatan lil’lamin. “Kalau datang ke daerah, PWNU dan PCNU tak pernah direpotkan dengan tiket. Malah Kiai Hasyim selalu ninggalin uang kepada PCNU dan PWNU,” tegas Mas’ud Adnan sembari menegaskan bahwa Kiai Hasyim banyak membuka PCI NU di luar negeri.
Namun, kata Mas’ud Adnan, ketika menyangkut prinsip syariah, Kiai Hasyim Muzadi sangat tegas. “Menjelang Muktamar NU Jombang, ada orang minta nomor rekening kepada PCNU-PCNU luar Jawa mau kirim uang. Kiai Hasyim saat itu menelepon saya dan bilang, saya juga punya uang, tapi masak untuk jabatan harus dengan cara membeli,” kata Mas’ud Adnan menirukan pernyataan Kiai Hasyim Muzadi.
Baca Juga: Bedah Buku KH Hasyim Asy'ari di Banjarmasin, Khofifah Sampaikan Pesan Persatuan dan Persaudaraan
Menurut Mas’ud Adnan, akhlak para pimpinan NU mulai Hadratussyaikh hingga Gus Dur dan Kiai Hasyim Muzadi sangat mulia. “Saya nggak tahu yang sekarang. Karena saya tak dekat,” kata Mas’ud Adnan.
Yang menarik, Kiai Nasihin Hasan mengaku pernah ditanya orang, siapa pemilik NU. “Saya balik tanya, menurut sampean siapa pemilik NU. Dia jawab NU itu milik PBNU,” kata Kiai Nasihin Hasan heran.
Kiai Nasihin pun menjelaskan bahwa pemilik NU itu adalah para kiai, ulama dan pengasuh pesantren. “Pemilik NU itu ya NU kultural. PBNU itu hanya pesuruh,” kata Kiai Nasihin.
Baca Juga: Tak Ada Data, Keluarga Kiai Besari Minta Gus Miftah Tak Ngaku-Ngaku Keturunan Kiai Besari
Menanggapi Muchlas Syarkun, sahabat dekat Gus Dur itu mengaku prihatin terhadap persepsi negatif yang muncul di masyarakat tentang PBNU. Karena itu, ia berharap kepemimpinan PBNU sekarang cukup dua periode saja. Menurut dia, ke depan PBNU harus lebih baik dan dipimpin kader NU yang baik.
Sedang Prof. M. Mas’ud Said lebih banyak memetakan wilayah potensial NU. Yang juga menarik, Prof. Mas’ud sempat menyinggung tentang potensi kader NU. Menurut dia, sekarang banyak kader NU yang punya potensi. Tapi dari segi jenjang kepangkatan belum sesuai harapan. Konsekuensinya, ketika ada jabatan-jabatan strategis di pemerintahan belum bisa mengisi peluang tersebut.
Mantan dosen Universitas Muhammadiyah Malang itu juga membandingkan kader NU dan kader Muhammadiyah. Menurut dia, jumlah kader NU potensial jauh lebih banyak ketimbang kader Muhammadiyah. Karena, kata Prof. Mas’ud, Gus Dur dulu memberi ruang seluas-luasnya kepada anak-anak muda NU terutama untuk mengakses pendidikan.
Baca Juga: Bedah Buku KH Hasyim Asy'ari di Pekanbaru, Khofifah: Teladan Kepemimpinan dalam Keberagaman
Namun konsekuensinya, banyak kader NU yang bebas tapi kurang disiplin. Beda dengan kader Muhammadiyah. Mereka rata-rata disiplin karena memang selalu dikontrol. Tapi konsekuensinya, kata Prof. Mas’ud, kader Muhammadiyah lebih sedikit dan kurang berkembang. Menurut Prof. Mas’ud, kontrol memang mengakibatkan tidak berkembang.
Acara yang dipandu MC Dr. KH. Hariri Makmun itu dipusatkan di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok Jawa Barat. Acara itu diawali tahlil untuk KH. M. Hasyim Muzadi dan KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah). Cukup banyak peserta yang ikut. Diantaranya Nyai Hj Mutammimah Hasyim Muzadi dan Nyai Hj Farida Salahuddin Wahid. Selain itu juga banyak para tokoh dan kader NU baik dari Jawa maupun luar Jawa. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News