Tafsir Al-Kahfi 25-26: Wakil Presiden Setuju RUU-HIP?

Tafsir Al-Kahfi 25-26: Wakil Presiden Setuju RUU-HIP? KH. Ma'ruf Amin. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

25. Walabitsuu fii kahfihim tsalaatsa mi-atin siniina waizdaaduu tis’aan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.

26. Quli allaahu a’lamu bimaa labitsuu lahu ghaybu alssamaawaati waal-ardhi abshir bihi wa-asmi’ maa lahum min duunihi min waliyyin walaa yusyriku fii hukmihi ahadaan

Katakanlah, “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.”

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

TAFSIR AKTUAL

"ABSHIR, ASMI’". Perhatikan dan Dengarkan. Sungguh nasihat yang sangat bijak. Terkait dengan RUU - HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang akan dibahas di DPR dan menuai tenggapan cukup keras dari berbagai elemen, termasuk Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama', Muhammadiyah, dll., kini pemerintah resmi menunda pembahasan itu.

Risalah akademik yang mendasari HIP tersebut adalah perlunya membuat pedoman bagi cipta, rasa, karsa, dan karya bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan yang berkeadilan sosial.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Arahnya bagus, tidak ada yang melenceng baik dari sisi ke-pancasila-an maupun sisi keislaman. Tetapi karena RUU ini tidak mencantumkan Ketetapan MPRS No.XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan larangan kegiatan, penyebaran ideologinya, maka dipahami akan membuka peluang lahirnya ideologi itu. Tentu bangsa yang mengerti betapa PKI berdosa besar menjahati negeri ini tak akan mengampuni.

Ya, memang komunis tidak berarti mesti kafir. Komunis (komunitas) adalah paham sosial berdasarkan kebersamaan berkarya. Pada dasarnya, islam juga memposisikan manusia sama, tanpa diskriminitas.

Makanya, dulu ada seorang kiai dari Solo tertarik dan dengan lugunya masuk PKI. Benar, kerja sosialnya bagus, karena mensejahterakan umat. Kayaknya, beliau wafat sebelum PKI berubah haluan dan melenceng jauh, menjadi kendaraan politik bagi kaum ateis, pengingkar Tuhan dan jahat. Allahumm ighfir lah.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Dan PKI benar-benar menjadi partainya kaum kafir, pengingkar Tuhan yang sangat jahat memusuhi umat islam, utamanya kaum santri, disiksa, dibunuh, dan dibantai secara biadab. PKI juga mengkhianati negeri ini, memberonkan dan menggulingkan, tapi Tuhan menyelamatkan. Ingat peristiwa Madiun dan G30S/PKI, lalu dibubarkan dan hingga sekarang ketetapan pembubaran itu masih berlaku.

Apa yang bisa diambil dari tragedi RUU HIP ini? Sesuai pesan ayat studi, kita mesti "Abshir, Asmi’".

Pertama, ternyata benih-benih PKI itu kini sangat mengakar hingga bisa masuk ke gedung DPR, bahkan mungkin di pemerintahan kita. Buktinya, pemerintah tidak langsung mengkritisi RUU HIP itu. Setelah diprotes besar-besaran, baru meminta penundaan. Mudah-mudahan ini bukan sikap keterpaksaan atau kepura-puraan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Kedua, sesungguhnya dengan mudah kita bisa melacak orang-orangnya. Cukup dilihat dari mana ide pertama kali, siapa inisiatornya, siapa pula yang mengonsep RUU ini. Pasti lahir dari personal duluan. Dia kan sudah tahu, bahwa Tap MPRS itu masih berlaku. Lho kok nekat.

Ketiga, kenekatan adalah warning bagi kita. Bahwa dia pasti tidak sendirian. Mereka adalah komunitas tak terlihat yang pasti sudah memperhitungkan segala-galanya dengan matang. Termasuk risiko terparah yang mungkin terjadi, sekaligus jalan keluarnya.

Ketiga, apa yang disampaikan pemerintah melalui dua menterinya adalah penundaan, bukan pembatalan. Hal mana hanya soal waktu saja dan suatu ketika akan dilanjutkan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Versi wakil presiden yang kiai itu, karena pemerintah lebih fokus dulu menangani Covid-19. Mudah-mudahan ini bukan isyarat, bahwa kiai juga setuju RUU-HIP itu dilanjutkan, cuma tidak sekarang.

Tafsir Aktual ini serius menginginkan, RUU-HIP harus dibatalkan selamanya. Karena hanya keledai saja yang terperosok dua kali ke dalam lubang yang sama.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO