Tafsir Al-Kahfi 39-41: Studi Bahasa

Tafsir Al-Kahfi 39-41: Studi Bahasa Ilustrasi.

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

39. walawlaa idz dakhalta jannataka qulta maa syaa-a allaahu laa quwwata illaa biallaahi in tarani anaa aqalla minka maalan wawaladaan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan ”Masya Allah, la quwwata illa billah” (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud), tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah, sekalipun engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu.

40. fa’asaa rabbii an yu'tiyani khayran min jannatika wayursila ‘alayhaa husbaanan mina alssamaa-i fatushbiha sha’iidan zalaqaan

Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberikan kepadaku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia mengirimkan petir dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin,

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

41. aw yushbiha maauhaa ghawran falan tastathii’a lahu thalabaan

atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka engkau tidak akan dapat menemukannya lagi.”

TAFSIR AKTUAL

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Ada dua kalimat dalam deretan ayat kaji di atas yang menarik digali bias maknanya. Pertama, "... fa tushbih sha'ida zalaqa". Tanah yang halus. Potongan ayat ini dijadikan al-Syafi'ie sebagai dasar ijtihad perihal sifat tanah (sha'id) yang sah dijadikan media bertayammum, yakni "zalaqa", lembut, halus.

Sebab yang halus itu bisa menempel di wajah dan kedua tangan (anggota tayammum) sebagai persyaratan bersuci. Dan yang halus, lembut (zalaqa) itu adalah debu saja, lain tidak. Jadi, bagi al-Syafi'iy, bertayammum hanya sah jika pada debu. Sementara pasir, krikil, batu, kayu dan sebangsanya tidak sah dipakai media bertayammum. Allah a'lam.

Kedua, fungsi mashdar yang bisa sebagai isim fa'il. "aw yushbih ma'uha ghaura". Airnya lenyap. Kata "ghaur" adalah bentuk masdar, tapi difungsikan sebagai isim fa'il, yakni "Gha'ir" menerangkan kata "ma'uha". Ulama' bahasa arab lantas men-justice masdar macam ini sebagai bersifat universal, baik untuk mudzakkar, muannats, mutsanna, atau jamak.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Misalnya, membahasakan orang yang adil, dengan bentuk fa'il, 'Adil (Ain, alif, dal, dan lam). Sedangkan pakai bentuk masdar, bunyinya 'Adl. (ain, dal dan lam). Sama dengan Fadl (Fadil), Ridla (Radli), Fithr (Fathir). (al-Jami' li Ahkam al-qur'an:X/p.409).

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO