SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Wakaf uang benar-benar heboh. Apalagi wakaf uang ini digalakkan presiden dan menteri keuangan di saat negara lagi kesulitan uang.
Namun wartawan kawakan Dahlan Iskan menilai bahwa wakaf sekarang sangat berkembang. Mantan Menteri BUMN itu mengaku sempat bertanya kepada Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Prof. Dr. M. Nuh DEA. Berapa uang dan asset yang dimiliki BWI. Ternyata M Nuh menjawab: yang dalam bentuk uang, nilainya sekitar Rp 800 miliar. Sedang yang dalam bentuk tanah ribuan hektare.
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
Lalu ditaruh di mana uang itu? Kenapa rakyat heboh di media sosial? Apa bedanya Badan Wakaf dengan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS). Benarkah BWI sudah punya RS mata yang sudah laba miliaran rupiah?
Nah, BANGSAONLINE.com menurunkan tulisan Dahlan Iskan yang dimuat Disway dan HARIAN BANGSA hari ini, Selasa (2/2/2021), secara lengkap. Selamat membaca tulisan menarik dan penting berjudul Wakaf Produktif itu:
WAKAF uang. Inilah yang sedang digalakkan sekarang. Dan hebohnya bukan main.
Baca Juga: Kedudukan Pers Sangat Tinggi dalam Undang-Undang, Wartawan Harus jaga Marwah Pers
Pemikiran tentang wakaf ternyata sudah sedemikian majunya.
Dulu wakaf itu hanya berbentuk tanah. Kalau bentuknya uang dikhawatirkan habis terpakai. Tapi pemikiran modern rupanya sudah diterima di kalangan agama: wakaf uang.
Fleksibel sekali. Jumlahnya maupun pengaturannya.
Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat
Tapi, karena bentuknya uang, hebohnya bukan main. Apalagi wakaf uang ini digalakkan di saat negara lagi kesulitan uang. Dan yang menggalakkan seorang presiden negara itu. Beserta menteri keuangannya.
Maka kecurigaan pun langsung heboh di medsos: negara akan menggunakan uang wakaf. Hujatan pun berseliweran.
Di tengah yang heboh-heboh itu ada yang tenang-tenang saja. Pak Nuh.
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
”Hebohkan saja terus. Agar wakaf semakin jadi perhatian.”
Yang mengatakan itu Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh DEA. Jabatan beliau: Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI). Kini beliau juga menjadi Ketua Dewan Pers. Yang dulu kita semua kenal sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika lalu menjadi Menteri Pendidikan Nasional.
”Saya menjabat ketua BWI sejak tahun 2017. Lalu saya baru menerima SK Presiden untuk jabatan periode kedua, 2021-2024,” ujar Pak Nuh.
Baca Juga: Tambah Wawasan soal Dunia Jurnalistik, Siswa SMA AWS Kunjungi Kantor HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE
Pak Nuh ternyata tenang saja mengikuti heboh soal wakaf belakangan ini –yang dicurigai bakal dipakai oleh pemerintah untuk membiayai defisit anggaran.
”Itu bisa kita ambil hikmahnya, bahwa kepercayaan masyarakat lagi rendah,” ujar Pak Nuh. ”Sisi baiknya semua orang kini mulai bicara wakaf,” tambahnya.
Wakaf, dalam Islam, memang dibedakan dengan zakat/sedekah.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Wakaf ditangani badan wakaf. BWI.
Zakat (termasuk infaq dan sedekah) ditangani badan amil zakat, infaq, dan sedekah. ZIS.
”Wakaf itu, dalam dunia modern ibarat capex, capital expenditure, modal usaha,” ujar Pak Nuh. “Zakat, infaq, sedekah itu opex, operational expenditure, biaya operasi,” kata Pak Nuh.
Baca Juga: Khotmil Quran dan Santunan Anak Yatim Awali Rangkaian HUT ke-10 BANGSAONLINE
Wakaf tidak boleh dihabiskan untuk biaya. Bahkan tidak boleh dipakai untuk operasional. Yang boleh langsung dipakai itu yang ZIS.
Bahkan, kata pak Nuh, pengurus BWI pun tidak boleh mengambil sedikit pun aset wakaf untuk biaya mengurus wakaf itu sendiri. Sedang pengurus ZIS boleh menggunakan uang ZIS untuk mengurus ZIS. Nilai yang bisa digunakan sampai 10 persennya.
Lalu di mana uang wakaf itu sekarang disimpan?
Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu
”Sebagian besar di Sukuk,” ujar Pak Nuh.
Yang dalam bentuk uang, nilainya sekitar Rp 800 miliar. Sedang yang dalam bentuk tanah ribuan hektare.
Apakah ada uang wakaf yang dibelikan SUN (surat utang negara)?
”Tidak ada. Kan harus syariah,” ujar Pak Nuh.
Apakah kelak boleh dimasukkan ke dalam SWF (sovereign wealth fund) yang kini sedang dibentuk pemerintah?
”Belum dibicarakan. Harus dikaji dulu,” katanya.
BWI sendiri punya proyek ujicoba. Yakni membangun rumah sakit mata di Serang. BWI membentuk perusahaan bersama Dompet Dhuafa (DD). Sahamnya 51 persen DD, 49 persen BWI.
”Tahun 2017 dan 2018 masih rugi. Tapi tahun 2019 sudah laba Rp 2 miliar. Dan tahun 2020 laba Rp 5 miliar,” ujar Pak Nuh.
Tahun ini RS mata Serang itu akan dilengkapi dengan pusat retina dan kornea. Untuk pembiayaannya pak Nuh mencari akal. Lahirlah istilah ”wakaf sementara”.
Pak Nuh pun mencari orang yang mau mewakafkan sementara uangnya. Selama 5 tahun. Nilainya Rp 50 miliar. Dapat. Uang itu harus dijaga agar lima tahun lagi bisa dikembalikan secara utuh.
Maka Pak Nuh memasukkan uang wakaf sementara tadi ke Sukuk (asuransi syariah). Lalu mencari pinjaman ke bank Syariah untuk membangun pusat retina dan kornea tadi.
Cicilan bulanan ke bank tersebut dibayar dari hasil bulanan pembelian Sukuk.
Hemmm.
Wakaf sudah begitu berkembang. Sekarang ini Pak Nuh melihat ada tanah wakaf, sudah lama, di Cirebon. Tiga hektare. Dekat Hotel Aston. Tengah kota.
Di situlah juga akan dibangun RS mata seperti di Serang. Dengan pola yang sama. Akhirnya nanti akan dibangun banyak RS mata di banyak daerah. Memanfaatkan tanah wakaf yang sudah lama ada. ”Di pusat kota Padang ada juga tanah wakaf 3 hektare. Bisa dibuat lebih produktif,” ujar Pak Nuh.
Bahkan di Tanah Abang, Jakarta Pusat, juga ada tanah wakaf 3 hektare. ”Kami lagi mengurus ke Gubernur DKI Jakarta. Agar status tanah sosial di situ bisa diubah ke tanah komersial. Nilainya triliun rupiah,” ujar Pak Nuh.
Pak Nuh melihat potensi wakaf uang ini luar biasa. ”Sekarang orang sudah bisa wakaf hanya dengan uang Rp 10.000,” ujarnya. Dan pahalanya akan abadi mengalir terus sampai yang berwakaf itu di akhirat kelak.
Bahkan Pak Nuh cenderung menggalakkan wakaf kecil-kecil seperti itu asal jumlah orangnya banyak sekali.
BWI sendiri harus mencari sumber dana untuk biaya operasional. Yang, menurut UU Wakaf tahun 2004, hanya boleh dari sebagian laba usaha. Nilainya pun tidak boleh lebih dari 10 persen dari laba.
Memproduktifkan wakaf ternyata menemukan jalannya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News