Ning Lia Dukung Pemberlakuan Hukuman Kebiri Kimia bagi Pelaku Kejahatan Seksual di Jatim

Ning Lia Dukung Pemberlakuan Hukuman Kebiri Kimia bagi Pelaku Kejahatan Seksual di Jatim Aktivis pemerhati perempuan dan anak, Dr. Lia Istifhama memberikan dukungan moral kepada Kepala DP3AK Jatim, Dr. Andriyanto dalam menjalankan PP No.70 Tahun 2020. foto: DIDI ROSADI/BANGSAONLINE

"Terlebih jika korban anak-anak, pelakunya tidak boleh memiliki ruang untuk dimaafkan," tegasnya di sela-sela kunjungannya pada DP3AK Jatim sebagai bentuk dukungan moril pada Jatim untuk memberlakukan hukuman .

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim Dr. Andriyanto menyatakan, Pemprov Jatim siap melaksanakan penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi sejak akhir tahun silam.

"Penting adanya upaya tegas, mengingat terjadinya peningkatan kasus pelecehan seksual. Sebagai contoh, kasus yang dilaporkan dalam data Sistem Informasi Online Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (SIMFONI), bahwa hingga 28 Desember 2020 di Jatim telah terjadi kenaikan drastis kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yaitu mencapai 1.878 kasus.

“Dari jumlah tersebut, sebanyak 40 persen adalah kekerasan seksual dan 60 persen kekerasan yang terjadi di rumah tangga (KDRT). Kekerasan terhadap perempuan dan anak pada masa pandemi ini karena banyak karyawan yang di PHK (pemutusan hubungan kerja, red), ekonomi keluarga menurun dan stress meningkat,” kata Andriyanto.

Lebih lanjut, pakar gizi tersebut menjelaskan bahwa kimia yang dilakukan kepada predator anak ini tidak melanggar HAM (hak asasi manusia). Sebab, orang yang di kimia tidak lantas tidak memiliki dorongan seksual atau impoten selama-lamanya. Tapi dalam kurun waktu tertentu, nafsu seksualnya menurun sehingga tidak melakukan kekerasan seksual.

"Ketika terjadi kekerasan seksual, maka pelaku akan dipidana dan di kimia. Saat dipenjara itulah dilakukan rehabilitasi juga. Karena nafsu seksnya besar dari pada manusia biasanya. Makanya ada gangguan jiwanya yakni psikologi seksualnya. Itulah pentingnya rehabilitasi," tandasnya.

Andriyanto lebih lanjut menjelaskan, definisi kimia dalam PP tersebut diakhiri dengan kata lain disertai rehabilitasi. Artinya, tujuan penjatuhan pidana ini tidak sebatas berorientasi pada pembalasan. Namun, harus dipastikan penjatuhan pidana tersebut memberikan manfaat, yaitu mencegah kejahatan (prevensi) sebagai tujuan utama pemidanaan. (mdr/ian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO