KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Pendopo Agung Panjalu Jayati - meski namanya baru diresmikan pada tanggal 25 Maret 2021 - berbarengan dengan peringatan Hari Jadi Kabupaten Kediri ke-1217, ternyata menjadi perhatian masyarakat. Mereka ingin datang untuk menikmati nuansa zaman kolonial.
Bahkan ada netizen yang mengutarakan keinginannya untuk melihat dari dekat bangunan itu, terutama bagian pringgitan (rumah dinas bupati) yang dibangun di masa penjajahan Belanda.
Baca Juga: Uniska Jalin Kerja Sama dengan Bank Indonesia Melalui Program Beasiswa
Rumah dinas bupati yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Pendopo Panjalu Jayati ini memang dibangun di era penjajahan Kolonial Belanda, dengan gaya arsitektur 'Indische Empire' yang populer sekitar tahun 1800 - 1915. Gaya kolonial inilah yang menjadi daya tarik wisatawan untuk datang.
Yuli Marwantoko, Kabid Sejarah dan Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri dalam rilisnya menjelaskan bahwa Kediri merupakan salah satu kota tua yang masih mencirikan tradisional dengan menganut konsep-konsep kosmologis yang terlihat jelas pada pembagian ruang serta arsitektur bangunannya.
Menurut Yuli, konsep kosmologis ini lebih mudah dikenali sebagai konsep Mancapat-Mancalima (keblat papat-limo pancer) yang merujuk pada empat penjuru mata angin dengan pusatnya berada di Pendopo Panjalu Jayati.
Baca Juga: Pjs Bupati Kediri Ikuti Senam Bareng Dinkes di Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-60
"Secara imajiner, pendopo kabupaten merupakan pusat dari lingkaran mikrokosmos yang dikelilingi oleh alun-alun, masjid agung, pasar, serta rumah-rumah/kampung abdi bupati," kata Yuli, Sabtu (27/3).
Dikatakan oleh Yuli, keberadaan Pendopo Panjalu Jayati ini cukup menarik, karena arah hadapnya yang berbeda dengan pendapa-pendapa kota/kabupaten tradisional lainnya di Jawa. Meskipun menganut simbolis yang sama, bangunan Pendopo Panjalu Jayati ini menghadap ke barat. Sedang pendopo di daerah lain rata-rata memiliki arah hadap ke selatan.
Yuli mengungkapkan, pendopo dalam bahasa Jawa berasal dari kata "mandhapa", yakni bangunan terbuka tempat sang pemimpin turun untuk menemui rakyatnya. Bangunan Pendopo Panjalu Jayati ini berbentuk tajuk (bangunan dengan atap menyatu pada satu titik), ditopang dengan empat saka guru dengan kontruksi tumpangsari.
Baca Juga: OTK Penantang Duel Kabag Ops Polres Kediri Kota Diamankan, Ternyata Menderita Gangguan Jiwa
"Di sisi timur pendopo terdapat rumah dinas Bupati Kediri yang bersambung dengan pendopo. Bangunan ini memiliki gaya 'Indische Empire' yang populer sekitar tahun 1800-1915-an. Rumah dinas Bupati Kediri ini juga sering disebut Pringgitan," terang Yuli.
Ditambahkan oleh Yuli, ciri-ciri umum gaya arsitektur Indische Empire adalah tidak bertingkat, atap perisai, berkesan monumental, halamannya sangat luas, masa bangunannya terbagi atas bangunan pokok/induk dan bangunan penunjang yang dihubungkan oleh serambi atau gerbang, denah simetris, serambi muka dan belakang terbuka dilengkapi taman.
Masih menurut Yuli, berdasarkan cacatan sejarah, gaya kolonial (Dutch Colonial) adalah gaya desain yang cukup populer di Belanda (Netherland) tahun 1624-1820. Gaya desain ini timbul dari keinginan dan usaha orang Eropa untuk menciptakan daerah jajahan seperti negara asal mereka.
Baca Juga: Kejari Kabupaten Kediri, Kenalkan Program Sareng Jaga Desa
"Gaya arsitektur kolonial di Indonesia dalam perkembangannya terbagi menjadi tiga yaitu; Indische Empire style (Abad 18-19); Arsitektur Transisi (1890-1915), dan Arsitektur Kolonial modern (1915-1940). Sedang bangunan rumah dinas bupati atau sering disebut 'pringgitan' yang merupakan bangunan tak terpisahkan dari Pendopo Panjalu Jayati bergaya arsitektur Indische Empire," tutup Yuli.(uji).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News