BangsaOnline - Dugaan kriminalisasi yang ditujukan pada Komisi
Pemberantasan Korupsi membuat lembaga antirasuah tersebut kehilangan
kekuatannya untuk sementara waktu. Hal tersebut lantaran dua pimpinannya
yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjojanto diminta mengundurkan diri
karena disematkan status tersangka oleh Polri.
Tak lama setelah
Samad dijadikan tersangka, Presiden Joko Widodo menentukan sikap untuk
memberhentikan Samad dan Bambang dari posisinya sebagai pimpinan KPK dan
mengangkat Taufiequrahman Ruki, Johan Budi, dan Indriyanto Seno Adji
sebagai pelaksana tugas pimpinan KPK.
Namun pascaperubahan
pimpinan terjadi, KPK terlihat kehilangan tenaga dalam menyelesaikan
beberapa kasus besar, seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
dan kasus Bank Century. Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran
(FITRA) menjadi salah satu pihak yang merasa KPK enggan menyelesaikan
kasus BLBI.
"Beberapa waktu lalu setelah pimpinan KPK berjumpa
Jokowi mereka mengatakan akan fokus pada kasus yang sudah masuk
penyidikan, sementara kasus BLBI masih fase penyelidikan," ujar Manajer
Advokasi-Investigasi FITRA, Apung Widadi di Jakarta, Ahad (1/3).
Apung
menyayangkan perkataan para pimpinan tersebut karena merasa kasus BLBI
sudah setengah jalan dan hampir selesai. Dia pun mengatakan sejak
dikriminalisasi KPK tampak enggan menyelesaikan kasus BLBI.
"Kasus BLBI ini sudah 70 persen tapi KPK terlihat enggan menyelesaikannya," lanjut Apung.
Selain
Apung, Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto mengungkapkan kritiknya
pada KPK yang bisa membuat kasus BLBI dan Century hilang. Menurutnya,
kasus tersebut tak bisa hilang karena telah memberikan kerugian negara
yang sangat besar.
Yenny menyebutkan kerugian yang dialami
Indonesja hingga saat ini mencapai angka Rp 200 triliun dan masih
mungkin bertambah. Dia pun tak lupa mengkritisi langkah Jokowi yang
terkesan mendiamkan kriminalisasi terhadap KPK dan akhirnya merembet
pada keengganan KPK menyelesaikan kasus BLBI dan Century.
"Kami
tak ingin BLBI dan Century terhapus jejaknya dan para pelakunya hilang
tanpa terjerat hukum. Namun kasus ini terancam berhenti di masa
pemerintahan Jokowi karena ada upaya kriminalisasi terhadap KPK dan
kemungkinan praperadilan dalam kasus BLBI," ujar Yenny.
Maka dari
itu, Yenny bersama Koalisi Penuntut Penyelesaian Kejahatan Ekonomi akan
mencoba mengawal proses mengenai penuntasan kasus BLBI agar pada masa
Jokowi tak terhenti.
BLBI merupakan skema bantuan dari Bank
Indonesia yang diberikan kepada 48 bank bermasalah saat krisis moneter
1997-1998. Total nilainya mencapai Rp 140 triliun.
Aset bank
bermasalah tersebut kemudian diambil alih oleh BPPN. Hal itu dilakukan
lantaran para pemilik bank gagal bayar. Namun ternyata dalam
perjalanannya, penjualan aset para pemilik bank yang kala itu dimaknai
sebagai solusi, hanya menutupi 26 persen dari total utangnya.
SKL
BLBI diterbitkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002
yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News