BangsaOnline - "Illa 'ibadak minhum al-Mukhlashin". Adalah pengakuan yang keluar dari mulut Iblis secara langsung, bahwa hanya hamba Allah yang ikhlas saja yang tidak bisa diganggu atau dijerumuskan. Pengakuan itu begitu tulus dan terbuka, sehingga menarik perhatian Tuhan untuk memberi pertolongan kepada mereka. Tuhan selalu membimbing dan mengampuni asal mereka mau memohon pengampunan.
Pada tulisan sebelumnya telah disinggung tentang gambaran ikhlas, yakni beramal tulus hanya karena Allah semata, lain tidak. Ikhlas, sungguh mudah sekali diomongkan, tapi cukup susah dipraktikkan. Meski susah, tapi tidak berarti tak bisa. Resep menuju ikhlas hanya satu, yakni diikhlas-ikhlaskan, dipaksa-paksakan, dilatih seberapapun dapatnya, sedikit demi sedikit.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Hal itu karena kita adalah makhluq yang punya akal dan punya rasa, punya gengsi dan punya harga diri. Kita juga punya kepentingan duniawi dan harus menggunakan piranti duniawi. Tanpa duniawi, kebajikan akhirat tidak akan bisa kita dapati. Bodi kita adalah materi, maka sesuai kodratnya, pastilah butuh materi. Kita wajib mengais materi duniawi, tapi tidak boleh terjerat nafsu duniawi. Nah, di sinilah uniknya berlaku ikhlas.
Kita hidup bersinggungan dengan orang banyak, butuh peran mereka, butuh bantuan mereka, tapi tidak boleh beramal untuk mendapat pujian mereka. Padahal, layaknya orang yang butuh adalah bermanis-manis kepada orang yang dibutuhkan. Nah, di sinilah seninya berikhlas.
Lain dengan hewan yang terbatas dan tidak punya akal. Mereka tidak mengerti apa itu ibadah dan apa itu ikhlas, karena tidak dituntut, tidak ada jurnal amal dan tidak ada pembalasan di hari akhir nanti. Hewan adalah hewan, hidup di bumi ini dan berakhir di bumi pula. Di akhirat, tidak ada yang dihisab dan diberi balasan, yang ada hanya kembali menjadi tanah selamanya dan selesai. Karenanya, mereka tidak punya kepentingan apa-apa ketika beramal.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Meski begitu, al-Qur'an menyuruh kita bercerdas-cerdas mengambil pelajaran, meski dari ayam. Semua ciptaan adalah berguna dan tidak ada yang sia-sia, "Rabbana ma khalaqta hadza bathila". Monggo ngaji keilhlasan model ayam dan bebek.
Sama-sama bertelor, tapi ayam selalu berterik-teriak ketika proses peneloran selesai, " kok kok petok, petok". Apa artinya itu?. Allah a'lam. Yang jelas, hal itu adalah pertanda bahwa si ayam sudah bertelor. Jika itu woro-woro, lalu apa tujuannya?. Terserah, dari sisi mana kita memaknai. Pertama, sebagai pamer prestasi. Induk ayam ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa dirinya adalah cewek sejati yang produktif dan tidak mandul. Hal itu untuk menarik perhatian pejantan bahwa kerja sama di bidang seksual selama ini tidaklah sia-sia.
Kedua, bisa jadi sebuah warning, agar tidak satupun ada yang menggangu telor yang sudah dikeluarkan. Tapi, bisa pula sebaliknya, yakni pengumuman keikhlasan, seolah berkata :"Hai, kini aku sudah bertelor, silakan memanfaatkan telor saya ini". Inilah yang kita ambil sebagi pelajaran ikhlas.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Tidak sama dengan bebek, telornya lebih besar dari pada telor ayam, tapi diam tanpa teriak dan woro-woro. Begitu bertelor, semua urusan diserahkan kepada Allah SWT, termasuk kelangsungan anak keturunannya nanti. Tidak tahu, siapa yang akan mengerami telor-telornya ke depan. Keihklasan bebek inilah yang kita teladani. Amalnya gede, tapi ditutup-tutupi. Mudah-mudahan Bupati, Gubernur, Presiden yang dulu woro-woro dan berjanji beramal bisa nyontoh keikhlasan ayam atau bebek termaksud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News