Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, mengatakan, seharusnya kepolisian mematuhi permintaan Presiden Joko Widodo. Menurut Denny, kriminalisasi atas dirinya dan pendukung Komisi Pemberantasan Korupsi lain harus segera dihentikan. "Hormati perintah Presiden agar kriminalisasi ini dihentikan," kata dia di Kementerian Sekretariat Negara, Jumat, 6 Maret 2015.
Karena itu, ia menolak
menghadiri pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Denny
dijadwalkan diperiksa untuk kasus dugaan penyelewengan proyek pembuatan
paspor online senilai Rp 32 miliar di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.
Menurut
polisi, penyelewengan itu terjadi saat Denny menjabat wakil menteri.
"Saya ingin lebih dulu menunggu respons Polri atas perintah Presiden
itu," kata dia.
Wakil Ketua KPK (nonaktif) Bambang Widjojanto
juga mengharapkan hal yang sama. Ia meminta Wakapolri segera
memerintahkan penyidiknya menghentikan pengusutan kasus kriminalisasi
pendukung KPK. "Tolong Wakapolri tindaklanjuti perintah Presiden itu,"
kata Bambang.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno
mengatakan Presiden Joko Widodo telah meminta penghentian kriminalisasi
terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi dan para pendukungnya, seperti
Denny dan majalah Tempo.
Atas dasar pernyataan itulah,
Bambang, Denny, dan mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan Yunus Husein mendatangi Sekretariat Negara dan menyerahkan
surat yang isinya meminta Presiden benar-benar tegas dengan pernyataan
itu.
Baca Juga: Eks Wakil Ketua KPK Jadikan Peserta Seminar Responden Survei: 2024 Masih Sangat Banyak Korupsi
Namun meski Presiden Jokowi minta dihentikan, tapi Wakil Kepala Polri Badrodin Haiti mengatakan akan melanjutkan kasus mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Alasannya, kasus Denny bukan berasal dari laporan masyarakat, melainkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
"Sehingga tidak bisa dihentikan," kata Badrodin saat menghubungi Pemimpin Redaksi majalah Tempo Arif Zulkifli, Jumat, 6 Maret 2015.
Denny dilaporkan karena diduga menyelewengkan implementasi payment gateway dalam program Sistem Pelayanan Paspor Terpadu (SPPT) online yang
dibuatnya saat masih menjabat sebagai wakil menteri. Denny memelopori
program ini untuk menghapuskan pungutan liar dalam pengurusan paspor.
Pada implementasi payment gateway
Juli-Oktober 2014, terdapat nilai selisih dari pengurusan paspor yang
tak disetorkan ke negara. Ada selisih akumulasi nilai pembuatan paspor
yang merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 32
miliar. Kelebihan pungutan tersebut justru masuk ke dua vendor dan tak
langsung disetorkan ke bank penampung.
Sedangkan untuk kasus majalah Tempo
serta mantan Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan
Yunus Husein, Badrodin berjanji akan menghentikannya. Sebab, tak ada
unsur pidana dalam laporan tersebut. Majalah Tempo dan Yunus dituduh membocorkan rahasia negara terkait dengan aliran dana Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Arif tetap meminta Badrodin untuk menghentikan segala bentuk
kriminalisasi. "Polisi harus stop kriminalisasi!" ujar Arif kepada calon
Kapolri itu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News