SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Untuk mengatasi antrean panjang ibadah haji, KH Masdar Farid Mas’udi pernah melontarkan ide kontroversial. Yaitu naik haji di luar musim haji.
Apa dasarnya? Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di Disway pagi ini, Kamis 30 September 2021. Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkannya secara lengkap. Tapi khusus pembaca BaBe silakan klik lihat artikel asli di bagian akhir tulisan ini agar bisa baca tuntas, tak terpotong. Selamat membaca:
Baca Juga: Cuaca Panas, Khofifah Imbau Jemaah Haji Patuhi Imbauan di Aplikasi Kemenag RI dan Nusuk
IDE lama ini muncul kembali: untuk bisa menunaikan ibadah haji di luar musim haji. Ini adalah ide yang berusia 30 tahun, tetapi tidak bergerak maju sama sekali.
Yang punya ide adalah seorang sarjana muda (saat itu). Sekarang berusia 66 tahun. Ia juga merupakan Manajer Umum Nahdlatul Ulama (PB NU) Suriah. Ia adalah pengikut setia Gus Dur: KH Masdar Farid Mas’udi.
Pendidikannya: Pondok Pesantren Tegalrejo, Magelang, yang terkenal. Setelah kelas III tsanawiyah (setingkat SMP), Masdar pindah ke Pondok Krapyak, Jogja. Di sana ia langsung diterima di kelas III aliyah (setingkat SMA). Itu menandakan kemampuan religiusnya yang istimewa. Terutama dalam ilmu tafsir hadis – perkataan, perbuatan, dan aturan Nabi Muhammad yang harus diikuti umatnya.
Baca Juga: Khofifah Ajak Jemaah Haji Manfaatkan Wukuf di Arafah untuk Mohon Kedamaian Dunia
Setelah aliyah, Masdar langsung menjadi pembantu kiai Krapyak, KH Ali Maksoem. Dia pernah menjadi rais aam syuriah – pemimpin tertinggi NU.
Masdar sendiri adalah anak seorang kiai terkemuka di Banyumas. Ia juga pernah menjadi anggota Tim Enam PB NU. Artinya, tim yang merumuskan konsep NU kembali ke khitah. Begitulah perjuangan di awal kepemimpinan Gus Dur di PB NU.
Masdar juga merupakan pengurus pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca Juga: Pj Adhy Berangkatkan Jemaah Haji Kloter Pertama Embarkasi Surabaya 2024 Kabupaten Bojonegoro
Setelah sekian lama meninggalkan bangku sekolah, baru-baru ini ia kuliah di IAIN Sunan Kalijaga, Jogja. Ia memasuki bidang tafsir hadis. Kemudian, ia mengambil S-2 di Jurusan Filsafat Universitas Indonesia.
Masdar merasa aneh bahwa umat Islam bersikap dingin terhadap gagasan itu. Padahal, katanya, secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an: waktu haji adalah beberapa bulan. Ayat itu ada. Dengan ketat. Tanpa perlu dimaknai, kedengarannya seperti itu,” kata Masdar.
“Ayo Cak Dahlan, kita bahas lagi. Kami mengundang sejumlah pihak untuk membahas ide ini,” kata Masdar kepada saya kemarin.
Baca Juga: Viral Tulisan Depok di Gua Hira saat Ibadah Haji, Ini Kata Menteri Agama
Menurut Masdar, kalau saja ide itu bisa diterima, banyak kesulitan yang bisa diselesaikan. Apalagi jika harus mengantre panjang untuk mendapatkan giliran naik haji. “Antrian haji kita bisa 60 tahun,” katanya. “Artinya, sebelum kita lahir kita harus mendaftar haji,” candanya. “Saya dengar antrian di Malaysia sudah ada selama 100 tahun,” tambahnya.
Bahwa Nabi Muhammad SAW menunaikan ibadah haji pada tanggal 9-12 Bulan Besar (bulan haji), kata Masdar, tidak bisa menghapus ayat Al-Qur’an yang menyebutkan waktu haji beberapa bulan. “Muhammad bukan hanya haji,” kata Masdar. “Kecuali, Nabi Muhammad melakukan haji berkali-kali dan selalu pada tanggal itu,” tambahnya.
Menurut Masdar, “beberapa bulan” yang dimaksud Al-Qur’an adalah tiga bulan: Syawal, Selo, Besar. Sebisa mungkin selama masih dalam tiga bulan itu. “Yang tidak bisa diubah adalah tempat, syarat, dan tata cara beribadahnya,” kata Masdar.
Baca Juga: Ingin Naik Haji Cepat Tanpa Antre? Lewat Jalur ini, Biaya Rp231 Juta
Kalau haji bisa dilakukan dalam tiga bulan itu, kita punya waktu 90 hari. Jika setiap musim haji berlangsung 7 hari, maka setahun bisa menjadi 12 kali musim haji.
Belum lagi jika bisa menggunakan sistem in-out : setiap dua hari sekali lapangan Arafah bisa dibuka untuk ritual wukuf. Wukuf sendiri hanya satu hari. Untuk satu hari itu untuk kebutuhan kebersihan.
Artinya dalam tiga bulan bisa dilakukan 40 kali selama musim haji.
Baca Juga: Salat di Kamar Hotel Ikuti Imam di Masjidil Haram, Apakah Sah?
Sebagai ahli agama, Masdar telah lama mengetahui ketentuan baku dalam Al-Qur’an. Tapi, dia baru tergerak untuk meluncurkan ide itu pada 1994. Yakni, 4 tahun setelah insiden terowongan Mina. Itu menewaskan sekitar 1.500 orang. Mereka diinjak-injak sampai mati. Karena padatnya musim haji.
Pada masa awal Islam, jumlah jamaah haji hanya puluhan ribu. Sekarang sekitar 2,5 juta orang. Masjid Makkah terus berkembang. Masih kurang besar.
Mereka yang mengelilingi Ka’bah (berputar-putar) bahkan lebih jauh dari Ka’bah. Bahkan, banyak yang terpaksa mengelilingi “puncak” Ka’bah. Yakni di lantai 5 Masjidil Haram.
Baca Juga: Masjidil Haram Sediakan Layanan Sewa Kursi Roda dan Skuter Bagi Jemaah Haji Lansia
Tentu tidak mudah menerima gagasan Kiai Masdar. Bahkan untuk NU sendiri.
“Seandainya bisa diadakan pemungutan suara di antara anggota PB NU Syuriah, bisakah ide Anda menang?” tanya saya.
“Tidak mungkin menang,” jawab Kiai Masdar.
Baca Juga: Tahun ini, Kemenkes Siagakan 1.600 Tenaga Kesehatan untuk Para Jemaah Haji Indonesia
Artinya, gagasan itu masih jauh dari diterima.
Secara individu, sebenarnya sudah ada yang setuju dengan ide tersebut. Saya mengalaminya sendiri. Yaitu, ketika saya pergi umrah sekitar 20 tahun yang lalu.
Hari itu saya bertemu orang Indonesia di Makkah. Tidak muda lagi, tapi juga tidak tua. Dia adalah seorang intelektual Islam. Dia seorang dokter. Dia meriwayatkan bahwa dia datang ke Mekah saat itu untuk haji.
“Hah? haji? Ini benar bukan ziarah? ” tanya saya.
“Saya yakin haji bisa dilakukan di luar musim haji,” katanya. Ia pun menjelaskan alasannya. Persis seperti yang dikatakan Kiai Masdar.
Namun, dia mengaku hari itu gagal menunaikan ibadah haji. Bukan karena keyakinan, tapi karena masalah teknis. “Ketika saya ingin berdiri di Arafah, pintu Arafah terkunci,” katanya.
Dia juga tidak bisa masuk Arafah. Tidak ada petugas yang menjaga pintu yang terkunci. Padahal, di seluruh wilayah Arafah tidak ada satu manusia pun.
Lokasi wukuf memang dipagari. Gerbang hanya dibuka selama musim haji. Setahun hanya buka satu hari.
Saya pernah sampai di lapangan Arafah pada pukul 23.00. Tahun 1990-an. Saat itu kami berjalan lima langkah dari Makkah. Kami meninggalkan Makkah pada pukul 17.00. Tiba di Arafah pukul 23.00. Kami pikir kami bisa masuk Arafah lebih awal. Untuk menemukan tempat terbaik. Pukul satu ternyata gerbang besi berduri itu masih terkunci. Baru akan dibuka beberapa jam kemudian. Malam itu kami yang lelah tidur di pasir di luar gerbang. Lampu-lampu itu terang. Sejauh mata memandang. Penjual makanan dan minuman juga banyak.
Alhasil, kalaupun banyak orang bisa menerima gagasan Kiai Masdar, tetap saja tergantung penguasa di Arab Saudi: apakah akan membuka pagar lapangan Arafah atau tidak.
Jadi, kalaupun ide kiai Masdar perlu dibahas, salah satu peserta diskusi pastilah Muhammad bin Salman, putra mahkota Kerajaan Arab Saudi yang mulai mengizinkan konser K-pop di sana. (Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News