JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Konflik di PBNU makin panas setelah Penjabat (Pj) Rais Am Syuriah PBNU KH Miftahul Akhyar menerbitkan surat perintah untuk melaksanakan Muktamar ke-34 pada 17 Desember 2021 di Lampung. Namun Panitia Muktamar mengaku masih akan menunggu sikap resmi PBNU.
Pada sisi lain PWNU Jawa Timur juga menerbitkan surat mendukung surat perintah Pj Rais Am yang memajukan jadwal Muktamar ke-34 NU, dari yang semula 23-25 Desember menjadi 17 Desemer 2021.
Baca Juga: Peringati Hari Santri, PWNU Jatim Road Show Seminar Kebangsaan di 16 Kampus
Yang menarik, di tengah pro-kontra itu kini muncul tanya jawab tentang keabsahan surat perintah Pj. Rais Am menurut AD/ART di media sosial. Tanya jawab itu marak di grup-grup WhatsApp (WA) para kiai dan kader NU di seluruh Indonesia. BANGSAONLINE.com juga mendapat kiriman dari banyak kiai dan aktivis NU soal tanya jawab itu. Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkan secara utuh:
Pertanyaan : Siapakah struktur tertinggi di NU? Siapa yang disebut dengan PBNU?
Jawab : Sesuai dengan Anggaran Dasar pasal 14 Ayat 3 bahwa Struktur tertinggi di NU adalah Syuriah. Sedangkan tanfidziyah adalah pelaksana. PBNU terdiri dari : Mustasyar Pengurus Besar, Pengurus Besar Harian Syuriah, Pengurus Besar Harian Syuriah Lengkap, Pengurus Besar Harian Tanfidziyah, Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah, dan Pengurus Besar Pleno.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Pertanyaan : Bagaimana Pengambilan keputusan organisasi / Permusyawaratan Tingkat Nasional di NU?
Jawab : Sesuai Anggaran Dasar Bab IX dan BAB X bahwa Hirarki keputusan dimulai dari yang tertinggi adalah sebagai berikut : 1. Muktamar 2. Muktamar Luar Biasa 3. Munas Alim Ulama 4. Konferensi Besar (Konbes) 5. Rapat Kerja Nasional 6. Rapat Kerja Pleno 7. Rapat Gabungan Syuriah dan Tanfidziyah 8. Rapat Harian Syuriah 9. Rapat Harian Tanfidziyah 10. Rapat-Rapat lain yang dianggap perlu
Pertanyaan : Siapakah pemimpin penyelenggaraan Muktamar NU?
Baca Juga: Khofifah-Emil Disambut Ulama PWNU Jatim, Bahas Keumatan hingga Peningkatan Kualitas SDM
Jawab : Sesuai dengan ART NU Pasal 58 Ayat 2 menyatakan bahwa Rais Aam bersama Ketua Umum memimpin pelaksanaan muktamar. Dengan demikian, Rais Aam ataupun Ketua Umum tidak bisa menyelenggarakan muktamar sendiri-sendiri. Apalagi menyelenggarakan seorang diri dengan melanggar AD/ART dan PO.
Pertanyaan : Apakah diperkenankan Rais Aam atau katib Aam menandatangani surat surat penting sendirian dengan menggunakan kop dan stempel PBNU ?
Jawab : TIDAK BOLEH. Hal ini melanggar ART NU Pasal 58 Ayat 1d yang mengamanatkan bahwa Rais Aam menandatangani surat-surat penting PBNU harus bersama Ketua Umum PBNU. Demikian pula, apabila Katib Aam menandatangani surat sendiri bisa dianggap pelanggaran berat dan harus dimintai pertanggungjawaban di Muktamar serta bisa dilaporkan ke pihak berwenang karena dianggap memalsukan kop surat dan stempel PBNU.
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
Pertanyaan : Pj Rais Aam telah membuat surat perintah kepada panitia muktamar untuk melaksanakan muktamar NU dengan tenggat 17 Desember 2021. Padahal Konbes Jakarta memutuskan bahwa pelaksanaan muktamar yaitu tanggal 23-25 Desember 2021. Bagaimana menyikapi hal ini?
Jawab : Surat perintah Pj Rais Aam kepada panitia muktamar yang tidak sesuai dengan Keputusan Konbes merupakan pelanggaran berat organisasi. Perintah ini berarti melawan permusyawaratan tertinggi ke-4 Anggaran Dasar NU Bab IX yaitu keputusan Konbes. Sesuai keputusan Konbes Jakarta, pelaksanaan muktamar tanggal 23-25 Desember 2021. Untuk memastikan berjalannya pelaksanaan Muktamar, maka PBNU seharusnya membuat surat permohonan rekomendasi kepada Satgas Covid Nasional. Setelah ada kepastian diperbolehkan atau dilarangnya pelaksanaan muktamar dengan alasan pandemi dari satgas Covid, maka PBNU membuat Rapat Pleno PBNU sebagai permusyawaratan tertinggi tingkat PB untuk menyikapi Surat dari satgas covid tersebut. Baik itu dimajukan atau dimundurkan. Proses ini setidak-tidaknya harus dilalui. Dengan demikian, Pj Rais Aam telah melakukan maladministratif dengan mengeluarkan Surat Perintah Pj Rais Aam tentang keputusan konbes dengan merubah jadwal muktamar dengan tidak sesuai prosedur yang benar. Untuk itu, PBNU harus mengambil sikap tegas, mengadakan rapat pleno (Mustasyar, Syuriah, Tanfidziyah, Banom, dan Lembaga) dan memutuskan untuk mengingatkan Pj Rais Aam sekaligus meminta agar beliau mencabut kembali surat yang cacat prosedur dan cacat administrasi tersebut. Selain itu, PBNU harus mengusut siapa-siapa saja yang terlibat dan memberi masukan hingga berakibat keluarnya Surat Pj Rais Aam ini agar diberi sanksi Organisasi.
Pertanyaan : Beberapa pengurus PWNU membuat surat keputusan resmi tentang dukungan terhadap Surat Pj Rais Aam yang cacat tersebut. Bagaimana menyikapi hal ini?
Baca Juga: Tembakan Gus Yahya pada Cak Imin Mengenai Ruang Kosong
Jawab : Karena Surat Pj Rais Aam itu jelas telah melanggar AD/ART dan PO Nahdlatul Ulama, serta mengalami cacat prosedur dan administratif, maka siapa pun yang mendukung kebsahan surat tersebut harus diberi peringatan dan sanksi hingga pembekuan kelembagaan. Karena apa yang dilakukan tersebut dianggap telah melawan AD/ART dan keputusan hasil Jonbes Jakarta.
Pertanyaan : Bagaimana kalau ada pihak-pihak mengadakan muktamar atau konbes sendiri di luar sepengetahuan Rais Aam bersama Ketua Umum PBNU ?
Jawab : Apabila ada pihak-pihak yang nyata-nyata mengadakan Muktamar atau Konbes tanpa sepengetahuan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU, maka kegiatan tersebut dianggap liar (Breakaway). PBNU wajib menjaga keselamatan organisasi dan meminta perlindungan hukum kepada pemerintah RI untuk MEMBUBARKAN muktamar atau konbes liar tersebut. Penyelenggara berikut pendukung kegiatan tersebut harus diberi sanksi organisasi dan bisa dituntut pidana. (tim)
Baca Juga: Respons Hotib Marzuki soal Polemik PKB-PBNU
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News