MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Keputusan Pemerintah Desa (Pemdes) Wonoploso, Kecamatan Gondang mengklaim tanah seluas 3.889 m2 milik warganya sebagai fasilitas umum (fasum) dipastikan berbuntut panjang.
Farckhan, Kuasa Hukum Pardi Pak Soenar, pemilik sah tanah berdasarkan akta notaris Jusita Rosa Ulinda, S.H., M.Hum., M.Kn. tanggal 15 September 2021 nomor 39, menilai tindakan akusisi sepihak ini merupakan bentuk tindak penyerobotan yang dilakukan Pemdes Wonoploso.
Baca Juga: Sarasehan HUT ke-76, Pataka Kodam V Brawijaya Dijamas 7 Sumber Mata Air Kerjaan Majapahit
Farchan menjelaskan, tanah tersebut dipinjamkan oleh Pardi sebagai fasum desa sejak hampir 30 tahun lalu. Namun, tanah bidang itu tampaknya telah diklaim sebagai lapangan aset Desa Wonoploso sesuai name board yang diduga dipasang pihak pemdes.
"Itu jelas penyerobotan. Sudah tahu tanah tersebut milik warganya, namun Pemdes Wonoploso mengklaim sebagai fasum, apa namanya kalau bukan penyerobotan," kecam Farckhan didampingi Pardi Pak Soenar, Rabu (29/12).
Kasus ini mencuat ketika Pardi yang berusia 103 tahun itu berniat menjual tanahnya untuk biaya hidup. Pardi lantas mengajukan permintaan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) kepada Badan Pendapatan Daerah (Bependa) Kabupaten Mojokerto.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Berangkatkan 6.596 Peserta Gerak Jalan Mojokerto-Surabaya
Untuk menjual tanah tersebut, ia harus menuntaskan pembayaran pajak tanah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 141. Namun karena klaim pemdes atas tanah tersebut sebagai fasum, ia kesulitan menjual tanahnya sendiri lantaran pihak bapenda berpegang pada pengakuan desa.
Permohonan tersebut ditolak pihak bapenda. Melalui surat No. 973/5304/416-202.2/2021 Kepala Bapenda Mojokerto Mardiasih menyatakan bahwa berdasarkan Surat Kades Wonoploso No. 141/237/416-302.11/2021 perihal surat permohonan penolakan pengajuan POB, menjelaskan tanah yang dimohonkan adalah fasilitas umum lapangan Desa Wonoploso.
Penolakan tersebut tak pelak membuat Pardi berang. Melalui Farckhan kuasanya, ia menyatakan akan mempermasalahkan kasus penyerobotan tanah itu ke aparat hukum. "Jika surat keterangan desa kepada Bapenda tersebut tak dicabut, akan kami teruskan kasus ini ke polisi," ancamnya.
Baca Juga: Khofifah dan Gus Barra Bagikan Nasi Bungkus kepada Korban Banjir di Mojokerto
Ia mengatakan kliennya tak pernah memberikan tanah itu kepada siapa pun. Dalam status hibah atau tukar guling. "Tidak ada hibah atau tukar guling. Tidak ada transaksi maupun jual beli. Tanah SHM dijadikan fasum atas dasar apa. Kita minta tanah tersebut dikembalikan," tandasnya.
Pardi dan Farckhan lantas mendatangi kantor pemdes setempat untuk klarifikasi soal itu. Namun, Kades Naning Hartini tidak berada di tempat.
Miskan, Sekdes Wonoploso mengaku tak tahu menahu soal penetapan fasum itu. "Saya sekdes baru mulai Mei 2020, nggak tahu kronologi awalnya," tepisnya.
Baca Juga: Wabup Mojokerto Hadiri Paripurna Penyampaian Nota Penjelasan 5 (Lima) Raperda Inisiatif DPRD
Miskan mengungkapkan dirinya sadar hukum. Ia pun mengungkapkan bahwa selama ini Pardi mempunyai sertifikat tanah tersebut, maka ia adalah pemilik sah tanah tersebut.
"Secara moral tanah lapangan itu milik warga Desa Wonoploso. Saya mendengar ada cerita itu tukar guling, tapi kok sertifikatnya masih nama Mbah Sunar," pungkasnya. (yep/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News