Oleh: Ubed Bagus Razali, S.H.I, Intelektual Muda NU --- Organisasi kemasyarakatan Islam Nahdlatul Ulama (NU) membuat sejarah baru. Sejak 96 tahun Nahdlatul Ulama berdiri menurut kalender masehi atau 99 tahun menurut kalender hijriyah, baru kali ini kaum perempuan diakomodir untuk masuk ke dalam struktur kepengurusan PBNU.
KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU yang baru terpilih dalam Muktamar ke-34 di Provinsi Lampung pada tanggal 22-24 Desember 2021 lalu mengumumkan 11 (sebelas) orang perempuan ke dalam stuktur kepengurusan PBNU periode 2022-2027.
Baca Juga: Tegaskan Tetap Banom NU, Pengurus Cabang Jatman Tuban Dukung Penuh Kongres XIII Pusat di Boyolali
Kesebelas nama itu adalah Nyai Hj Nafisah Sahal Mahfudz, Nyai Hj Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Nyai Hj Machfudhoh Aly Ubaid, Nyai Hj Nafisah Ali Maksum, Nyai Hj Badriyah Fayumi, Nyai Hj Faizah Ali Sibromalisi, Nyai Hj Khofifah Indar Parawansa, Nyai Hj Alissa Qotrunnada Wahid, Ai Rahmayanti, Nyai Hj Ida Fatimah Zainal, dan Nyai Hj Masyirah Amva.
Meskipun secara aturan organisasi tidak ada larangan untuk memasukkan kaum perempuan ke dalam stuktur kepengutusan ormas keagamaan, seperti PBNU. Namun, hal itu bukan perkara mudah.
Sebab, dalam perspektif penganut agama-agama besar banyak yang berpandangan bahwa pemimpin harus laki-laki. Sehingga, relasi yang terbangun selama ini cenderung didominasi oleh anggapan bahwa peran perempuan hanya mengurusi masalah rumah tangga.
Baca Juga: PWNU se-Indonesia Rakor di Surabaya, Dukung PBNU Selalu Bersama Prabowo
Untuk itu, maka KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua PBNU berusaha untuk memperjuangkan prinsip al-akhdu bil jadidil ashlah (mengambil hal-hal baru yang lebih baik). Sebab, sejauh ini banyak kalangan yang masih cenderung berpegang teguh pada prinsip al-muhafadatu qadimis shalih (mempertahankan hal-hal lama yang baik). Sehingga, kurang berani untuk mengambil hal-hal baru yang lebih baik, kendati NU mempunyai stok sumber daya manusia yang sangat banyak untuk dapat menerapkan hal tersebut.
Gebrakan yang dilakukan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU yang baru tersebut terus mendapatkan apresiasi dan respons positif dari berbagai. Sebab, langkah KH Yahya Cholil Staquf yang memasukkan 11 (sebelas) orang perempuan ke struktur kepengurusan PBNU selain dinilai sebagai langkah yang progresif untuk membawa NU tampil ke pentas dunia ketika NU berusia satu abad tepat pada tanggal 31 Januari 2026 yang akan datang.
Pemberian ruang bagi 11 (sebelas) orang perempuan oleh PBNU itu merupakan pesan awal yang dikirimkan KH Yahya Cholil Staquf terhadap dunia internasional. KH Yahya Cholil Staquf sebagai nahkoda baru PBNU ingin menunjukkan kepada publik internasional bahwa NU sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang telah ada sejak tahun 1926 sangat menghargai keberadaan perempuan. Bentuk penghargaan tersebut diwujudkan secara nyata melalui pemberian jatah kursi kepada kaum perempuan untuk masuk ke dalam tubuh PBNU.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Masuknya 11 (sebelas) orang perempuan ke dalam stuktur kepengurusan PBNU tentu akan semakin menambah daya dobrak bagi PBNU di bawah komando KH Yahya Cholil Staquf untuk mempromosikan Islam sebagai agama yang ramah dan penuh kasih sayang di dalam percaturan global. Sebab, selama ini muncul asumsi dan citra negatif terhadap Islam di kalangan masyarakat barat. Islam diasumsikan sebagai agama yang suka berkonflik, keras, dan juga intoleran. Asumsi ini muncul karena wajah dunia Islam akhir-akhir ini selalu diliputi oleh badai konflik, kekerasan, dan sikap intoleran.
Menjaga Perdamaian Dunia
Keterlibatan NU dalam menjaga perdamaian dunia, terutama dunia Islam, sebenarnya telah dilakukan sejak lama. NU mulai terlibat aktif dalam perdamaian dunia sejak tahun 1965 ketika KH Achmad Sjaichu dan KH Idham Chalid menjadi motor penggerak pelaksanaan Konferensi Islam Asia-Afrika (KIAA) di Bandung yang kemudian melahirkan Organisasi Islam Asia-Afrika (OIAA).
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Kemudian, pada masa kepemimpinan Gus Dur, NU kembali menunjukkan perannya dalam menjaga perdamaian dunia dengan ikut serta dalam pendirian World Conference on Religion and Peace (WCRP). Jejak KH Achmad Sjaichu, KH Idham Chalid, serta Gus Dur tersebut kemudian diikuti oleh KH Hasyim Muzadi sebagai Ketua Umum PBNU dengan mengadakan International Conference of Islamic Scholars (ICIS) untuk menghimpun para ulama Sunni serta Syiah moderat untuk mewujudkan perdamaian dunia. Selain itu, KH Hasyim Muzadi juga membentuk Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU di berbagai belahan penjuru dunia.
Kemudian, di bawah kepemimpinan KH Said Aqil Siradj PBNU, mengadakan International Summit of Moderete Islamic Leaders (ISOMIL). Acara yang mempertemukan ratusan ulama dari berbagai Negara untuk mencari format terbaik dalam mewujudkan dunia yang berkeadilan. Pasca acara tersebut para ulama dari Afghanistan berkunjung ke PBNU untuk melakukan studi banding mengenai konsep Islam Nusantara.
Selanjutnya, para ulama dari Afghanistan memutuskan untuk mendirikan NU di Afghanistan sebagai percontohan organisasi Islam yang menebar perdamaian. Saat ini telah berdiri 40 (empat puluh) cabang NU yang tersebar di berbagai distrik Afghanistan. Dalam acara ISOMIL yang diadakan oleh PBNU pada tahun 2016 lalu, beberapa negara di Eropa juga menyatakan ketertarikannya mendirikan NU di negaranya sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama dari Afghanistan.
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
Selain itu, masih ada nama Habib Lutfi bin Yahya dan KH Yahya Cholil Staquf. Habib Lutfi bin Yahya di tahun 2016 pernah mengadakan Konferensi Internasional Bela Negara dengan mengundang para ulama dari berbagai dunia.
Acara itu adalah event kedua yang diselenggarakan Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh al-Mu'tabaroh an-Nahdliyyah (JATMAN) di bawah pimpinan Habib Lutfi bin Yahya, setelah sebelumnya di tahun 2012 sukses menggelar pertemuan ulama thoriqoh sedunia (Mutlaqa Sufi Al-‘Alami). Sedangkan, KH Yahya Cholil Staquf juga tercatat sebagai salah satu inisiator pendiri Bayt Ar-Rahmah Li adDa’wa Al-Islamiyah rahmatan Lil Al-alamin, institut keagamaan di California, Amerika Serikat, yang mengkaji Islam untuk perdamaian serta rahmat alam.
Bahkan, KH Yahya Cholil Staquf kerap diundang menjadi pembicara internasional di luar negeri, seperti pada bulan Juni 2018 yang lalu diundang menjadi pembicara pada forum America Jewish Committee (AJC) di Israel. Dalam acara internasional tersebut KH Yahya Cholil Staquf mengkampanyekan konsep rahmat sebagai solusi untuk mengatasi konflik yang terjadi di dunia, termasuk konflik yang disebabkan oleh agama.
Baca Juga: Tembakan Gus Yahya pada Cak Imin Mengenai Ruang Kosong
Hal yang sama juga pernah dilakukan Gus Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Gerakan Pemuda Ansor, organisasi otonom di bawah naungan PBNU, dengan menyampaikan dukungan terhadap “the document on human fraternity for world peace and living together” (dokumen persaudaraan manusia untuk membangun perdamaian dan menciptakan kehidupan yang harmonis antar umat beragama) yang disepakati Paus Fransiskus dan Grand Syekh al-Azhar Mesir, Prof Dr Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb di Abu Dhabi pada tanggal 4 Februari 2019 yang lalu.
Melalui berbagai perhelatan diatas, para ulama NU tidak hanya berusaha menjadikan Islam sebagai ajaran yang universal, tetapi juga menggerakkan tokoh-tokoh agama internasional untuk mengerem laju radikalisme berbaju agama dan bergerak mewujudkan perdamaian dunia.
Dengan masuknya 11 (sebelas) orang perempuan tangguh yang selama ini juga terlibat berbagai program kemanusiaan tingkat internasional dalam struktur kepengurusan PBNU, maka NU akan menjadi lebih solid. Sehingga, misi besar untuk membawa NU tampil ke pentas dunia akan menjadi lebih mudah digapai.
Baca Juga: Respons Hotib Marzuki soal Polemik PKB-PBNU
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News