MOJOKERTO (BangsaOnline) - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara drastis yang dilakukan pemerintah mengundang kritik tajam kalangan DPRD Kota Mojokerto. Para wakil rakyat tersebut mengkhawatirkan akan terjadi dampak negatif, keengganan membayar dan boikot PBB.
"Bukan masalah menaikkan NJOP-nya, tapi persentasenya yang jadi masalah. Naiknya lebih dari 100 persen. Ini kebablasan. Itu justru membuat masyarakat syok," lontar Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani, kemarin (05/04).
Baca Juga: Kota Mojokerto Mulai Uji Coba Makan Bergizi Gratis Bagi 14 Ribu Siswa SD-SMPN
Fanani pun menilai, kenaikan PBB yang dilakukan Pemkot berdasar zona nilai tanah (ZNT) tak rasional. Karena NJOP yang baru justru tidak menunjukkan rumusan nilai obyek tanah yang tegas. Seperti NJOP yang hampir sama antara kawasan produktif dan perumahan.
’'Zonasi yang diterapkan saat ini tidak tepat. Harusnya NJOP kawasan perdagangan jalan Majapahit dengan perumahan Surodinawan berbeda jauh. Lah, sekarang kok malah hampir sama,’’ kritiknya.
Diingatkan politisi PKB tersebut, jika kenaikan PBB secara drastis berpotensi memunculkan gejolak di masyarakat. "Sudah saya prediksi. Kenaikan yang tinggi pasti akan membuat ramai. Karena masyarakat terlalu kaget,’’ singgung Fanani.
Baca Juga: Pemkot Mojokerto Gelar Puncak Peringatan HUT ke-79 PGRI dan Hari Guru Nasional 2024
Dengan kenaikan PBB yang tinggi itu, lanjut Fanani, masyarakat justru merasa keberatan dan dikhawatirkan malah enggan membayar. "Saya khawatir masyarakat justru akan memboikot pajak,’’ paparnya.
]Semestinya, ujar anggota F-PKB tersebut, Pemkot Mojokerto menaikkan tarif pajak secara bertahap. "Pemkot ini latah. Jangan seperti itu. Harusnya dewan juga diajak bicara soal ini,’’ pungkasnya.
Pendapat senada dilontarkan Suliyat. Ketua Komisi I DPRD Kota Mojokerto. Ketua Komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan ini mengaku sudah menyampaikan keberatan ke Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA). "Sudah saya sampaikan keluhan atas kenaikan pajak ini. Dan memang sangat memberatkan,’’ tuturnya.
Baca Juga: Punya Bukit Teletubbies, TPA Randegan Serap Kunjungan Wisata Daerah
Politisi PDI Perjuangan ini menilai, alasan menaikkan pajak yang drastis karena lima tahun tak pernah di-update, dianggap sangat tidak tepat. Kenaikan yang drastis justru menjadi tanda tanya besar di kalangan masyarakat.
’’Tentunya hal ini bisa menjadi evaluasi bagi pemkot. Jangan (PBB) naik tajam seperti ini. Kan bisa dilakukan bertahap. Mungkin tahun ini 25 persen lalu tahun depan 50 persen dan seterusnya,’’ pungkasnya.
Diketahui kenaikan pajak daerah akibat dinaikkannya NJOP memicu protes masyarakat. Karena, pemerintah pusat mewacanakan menghapus PBB untuk wajib pajak tertentu, seperti pensiunan PNS dan warga miskin. Sebaliknya, Pemkot Mojokerto justru memungut PBB lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga: 3 Raperda Hasil Fasilitasi Gubernur Jatim Turun, Pemkot Mojokerto Sodorkan 5 Raperda Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News