SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang disambut gembira Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Menurut dia, UU TPKS itu menjadi kejutan terindah di Hari Kartini.
"UU ini menjadi benteng penjaga dalam melindungi perempuan-perempuan Indonesia dari kejahatan kekerasan seksual. Mengingat mayoritas korban adalah kaum perempuan. UU ini juga menjadi payung hukum bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual," ungkap Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Kota Surabaya, Kamis (21/4).
BACA JUGA:
- Halal Bihalal Keluarga Besar Yayasan Khadijah, Khofifah Banggakan 2 Hal ini
- Tingkatkan Sinergi dan Kolaborasi Antaralumni dengan Almamater, IKA Unair Australia Diresmikan
- HUT ke-64 PMII, Khofifah Ajak Mahasiswa Bangun Kualitas Pergerakan dengan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
- Khofifah Beberkan Langkah Jitu agar Calon Dokter Spesialis Terhindar dari Depresi
Ketua Umum PP Muslimat NU itu mengakatan bahwa, keberadaan undang-undang tersebut merupakan bentuk komitmen negara dalam memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual.
Menurut dia, pengesahan UU TPKS ini selaras dengan perjuangan dan cita-cita seorang Kartini. Pahlawan Nasional kelahiran Jepara, Jawa Tengah itu, kata dia, memperjuangkan emansipasi dan anti diskriminasi di masa lalu. Undang-Undang TPKS merupakan manifestasi bangsa untuk meletakkan semangat Kartini sebagai pondasi perjuangan agar mampu mewujudkan kesetaraan perempuan.
Khofifah mengatakan bahwa Konstruksi dan substansi dalam UU TPKS memuat politik hukum yang penting dan strategis serta menjadi terobosan dalam pembaharuan hukum menjawab persoalan perkara kekerasan seksual. Kekerasan seksual adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Sebab, TPKS menjadi kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Terlebih, kekerasan seksual yang masih marak terjadi di masyarakat sejatinya memiliki dampak serius bagi korban, berupa penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan sosial hingga politik.
"Hingga kini, masih banyak perempuan menjadi incaran berbagai tindakan kriminal, sampai diskriminasi. Serta gerakan sektarian anti emansipasi. Sehingga di seluruh dunia, masih diperlukan peraturan anti-diskriminasi terhadap perempuan," tuturnya.