JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Pada satu bulan terakhir ini ada dua peristiwa politik menarik sekaligus memprihatinkan. Pertama, kasus Tsamara Amany Alatas, politikus muda berdarah Arab yang keluar dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Perempuan muda berparas ayu dan cerdas itu dicap kadrun dan Antek Yaman gara-gara ia keluar dari PSI. Padahal, selama ini Tsamara dikenal sebagai tokoh muda menonjol di PSI.
Baca Juga: Viral Pernyataan Babe Haikal Terkait Sertifikasi Halal, Mahfud MD Beri Tanggapan Menohok
Cap Kadrun dan Antek Yaman terhadap Tsamara itu diunggah pada media sosial oleh akun xerias_marhaenisi. Ini menarik. Karena belakangan banyak sekali akun mengidentifikasi diri sebagai marhaen menyerang kelompok Islam. Tak jelas, apakah mereka benar-benar bernama marhaen atau sekadar kamuflase atau nama samaran.
Juga tak jelas, apakah mereka pengurus PSI – atau simpatisan atau pendukung partai politik yang banyak didukung oleh kelompok Kristen itu. Yang pasti, penyerang Tsamara kemudian berkembang makin kasar. Mereka menyerang Tsamara dengan cara yang sangat tidak bermoral. Brutal.
Bahkan di antara penyerang Tsamara, banyak sekali yang menyasar suaminya. Serangan mereka sangat jorok karena mengaitkan keluarnya Tsamara dari PSI dengan permainan ranjang atau seksualitas dengan sang suami. Ismail Fajrie Alatas.
Baca Juga: PSI Sidoarjo Dampingi Mas Iin Gelar Fogging di Pondok Tjandra
(Tsamara Amany dan suaminya, Ismail Fajrie Alatas. Foto: instagram)
Maka Tsamara pun mencap mereka sebagai fasis, bukan lagi nasionalis. Setidaknya, itulah yang ia sampaikan ketika merespons unggahan xerias_marhaenisi, Ia mengunggah pernyataan sembari minta tolong pada Polri.
“Halo, tolong @DivHumas_Polri. Ini keterlaluan. Bukan nasionalisme. Jelas fasisme.....,” tulis Tsamara Amany Alatas.
Baca Juga: Kaesang Turun ke Blitar, Menangkan Paslon Kepala Daerah yang Diusung PSI
Fasisme adalah paham yang menganut dokrin kepemimpinan absolut tanpa toleransi. Jadi mereka otoriter dan penuh penyeragaman tanpa toleransi. Mereka cenderung memanfaatkan milter untuk menghancurkan musuh politiknya.
Celakanya, fasisme beranggapan muisuh berada di mana-mana, termasuk dalam organisasinya sendiri. Bahkan teman seperjuangannya. Karena itu mereka harus diserang dan dihancurkan.
Jadi fasisme itu sejatinya tak punya nurani dan anti kemanusiaan. Salah satu tokoh fasis yang populer adalah Adolf Hitler. Yang membunuh 6 juta manusia tanpa sedikit pun rasa iba.
Baca Juga: Vinanda dapat Mentoring dari Kaesang dan Emil Dardak untuk Kemenangan Pilwali Kediri
Tak aneh, jika Tsamara lalu mencap penyerangnya itu fasis. Faktanya, sikap mereka sesuai dengan ciri-ciri fasisme. Diakui atau tidak, kelompok fasis sekarang berkembang liar. Era medsos yang bebas tanpa batas membuat mereka leluasa untuk mengekspresikan gerakannya, meski sebatas serangan ideologis dan rasis.
Kedua, peristiwa yang menimpa Menko Polhukam Mahfud MD. Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, Menkopolhukam Mahfud MD merasa difitnah oleh para penyebar hoax.
Baca Juga: Sama Pernah Naik Jet Pribadi, Tapi Mahfud MD Bukan Gratifikasi, Kaesang Belum Berani Klarifikasi
"Para penyebar hoax ada yang sengaja menulis ngaco seperti ini: Menko Polhukam Akui Pemerintah Gagal, Mahfud MD Bilang Jokowi Lemah, Menko Polhukam Menyerah soal Korupsi, Menko Polhukam Nyatakan Jokowi Harus Diganti, Menko Polhukam Serang Istana, dan lain-lain. Padahal, itu semua tak ada dalam omongan saya, baik secara eksplisit maupun implisit,” tegas Mahfud MD dalam unggahannya di Instagram pribadinya mohmahfudmd berjudul PEMERINTAH TIDAK GAGAL DAN TIDAK LEMAH.
(Mahfud MD. Foto: Kemenko Polhukam)
Mahfud MD tampak geram. Karena itu ia menjuluki pembuat fitnah itu sebagai pemakan bangkai.
Baca Juga: Konsolidasi Pemenangan, Sekjen DPP PSI Siap Dukung Pasangan WALI di Pilwali Malang 2024
“Para pembuat dan penyebar hoax itu, kalau menurut istilah agama, adalah pemakan bangkai,” tegas Mahfud MD kemudian.
“Saya bilang, tahun 2024 kita harus memilih pemimpin baru karena sudah dipastikan Pemilu tidak ditunda, Presiden Jokowi akan habis masa jabatannya, dan tidak ada perpanjangan masa jabatan. Kita harus mencari pemimpin yang kuat, bukan karena pemerintahan Jokowi lemah atau gagal, tapi karena memang ada agenda konstitusional yakni Pemilu yang memilih Presiden, dan Pak Jokowi tidak ikut kontestasi lagi,” kata Mahfud MD.
“Dua masalah yang kita hadapi ke depan adalah polarisasi (sub) ideologi dan merajalelanya korupsi dan lemahnya penegakan hukum. Ingat, dua masalah tersebut sudah terwariskan dari Presiden ke Presiden sehingga tak bisa dikatakan hanya terjadi sekarang, untuk menuding bahwa Pemerintah sekarang gagal. Itu ngaco. Kalau itu dalilnya, maka semua Presiden gagal karena tak pernah ada yang bisa mengatasi dua hal itu,” tambah Mahfud MD.
Baca Juga: Jelang Pilgub Jatim 2024, Khofifah-Emil Terima SK B1 KWK dari PSI
Alhasil, kini di tengah masyarakat Indonesia ada dua kelompok yang sangat gencar merusak keguyuban dan persatuan bangsa Indonesia. Yaitu kelompok fasis dan kelompok penyebar hoax. Kelompok fasis dan penyebar hoax itu ditengarahi sebagai kelompok yang sama-sama haus kekuasaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News