PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Dalam tiga tahun terakhir, petani Pasuruan sulit untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Kalau pun dapat, harganya mahal dan pembeliannya harus satu paket dengan pupuk non-subsidi. Akibatnya, banyak petani yang enggan menanam padi dan menjual lahannya menjadi tanah kavlingan.
Kondisi itu diakui H. M. Suryono Pane, seorang petani yang memiliki puluhan hektare lahan sawah di Kecamatan Beji dan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Dalam tiga tahun belakangan, dirinya mengaku mengalami gagal panen akibat kelangkaan pupuk urea bersubsidi.
Baca Juga: Ketua DPRD Pasuruan Support Penuh Persekabpas untuk Terus Menang di Liga Nusantara
Suryono Pane, warga Gununggangsir, Beji, ini memiliki lahan sawah pertanian (jalur hijau) sekira 20 hektare di Kecamatan Beji dan 14 hektare di Kecamatan Pandaan. Namun sejak tahun 2020 sampai sekarang, lahan sawah itu dibiarkan kosong.
"Jika saya tanami padi selalu merugi. Hasil produksi padi tidak seimbang dengan modal yang dikeluarkan. Selain pekerja ongkos mahal, pupuk urea bersubsidi di Kabupaten Pasuruan mengalami kelangkaan. Pupuk di Pasuruan sulit didapat. Saya beli pupuk di Trawas, Mojokerto. Harganya mahal," kata Suryono Pane.
Karena pupuk subsidi sulit didapat, mau tidak mau petani harus membeli pupuk nonsubsidi. Itu pun membelinya dari daerah lain.
Baca Juga: Peringatan Harkodia di Pasuruan, Pj Gubernur Jatim Tekankan Pilar Utama Pencegahan Korupsi
Menurutnya, terdapat dua jenis pupuk subsidi yang langka, yakni pupuk subsidi urea dan phonska. "Persoalan lain yang dikeluhkan petani, yakni penebusan pupuk subsidi harus satu paket dengan pupuk nonsubsidi," keluhnya.
Karena itu, banyak petani yang enggan menanam padi. Lahan sawahnya dibiarkan kosong bertahun-tahun. "Bahkan, sudah banyak yang beralih fungsi menjadi kavlingan dengan cara petak umpet," pungkasnya. (par/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News