MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Meski menghadapi ancaman pemboikotan pembayaran pajak dari warga Kelurahan Meri, Pemkot Mojokerto tetap bersikukuh mempertahankan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pihak Pemkot berasumsi, kenaikan pajak hingga 60 persen ini merupakan akumulasi sektor pajak yang tidak pernah mengalami kenaikan lima tahun kedepan.
Menurut Kabid Pendapatan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Pemkot Mojokerto, Heri Priyono, yang diminta menjelaskan penyebab kenaikan oleh Walikota Masud Yunus, ia menjelaskan bahwa kenaikan pajak ini merupakan penyesuaian Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) selama lima tahun terakhir.
Baca Juga: Kota Mojokerto Mulai Uji Coba Makan Bergizi Gratis Bagi 14 Ribu Siswa SD-SMPN
"Kita menyesuaikan NJOP yang tidak pernah naik lima tahun terakhir. NJOP kita selama ini jauh dibawah Kabupaten. Masak Kota di bawah Kabupaten," jawab Heri Priyono siang tadi (21/4).
Heri berkilah, selama ini masyarakat banyak yang mempertanyakan rendahnya NJOP tanahnya. "Banyak masyarakat yang mempertanyakan kok nilai jual tanah masih Rp 200 saja, padahal seharusnya Rp 600 ribu per meter," tepisnya.
Dalam kesempatan itu, ia memaparkan tidak semua SPPT naik 60 persen. Kata ia, itu disesuaikan berdasarkan zonasi dan kelas tanah. Menurutnya, yang di sekitaran jalan raya By Pass jelas tinggi berbeda dengan yang di kampung.
Baca Juga: Pemkot Mojokerto Gelar Puncak Peringatan HUT ke-79 PGRI dan Hari Guru Nasional 2024
Disinggung soal pengaruh kenaikan pajak ini terhadap target PBB, ia mengatakan pasti berpengaruh. Namun ia mengungkapkan, kekurangan target itu akan tertutupi dengan pendapatan PBB dari kenaikan itu.
Soal adanya masyarakat yang keberatan, pihak pemerintah menyediakan ruang untuk mengajukan keberatan. Kata Heri, masyarakat yang keberatan akan mendapat dispensasi potongan maksinal 40 persen.
"Nanti kita tinjau ke rumahnya. Mereka yang dapat seperti veteran warakawuri dan sebagainya," pungkasnya.
Baca Juga: Punya Bukit Teletubbies, TPA Randegan Serap Kunjungan Wisata Daerah
Seperti diketahui, keputusan Pemkot Mojokerto menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga sekitar 60 persen mulai memicu keresahan warga. Para wajib pajak asal Kelurahan Meri, Kecamatan Magersari menyatakan mogok bayar PBB karena dinilai memberatkan.
"Kenaikan pajak hingga 60 persen itu urakan. Masak seperti ini konsep Service City-nya Walikota Masud," seru Udik Wijayanto, seorang tokoh warga Kelurahan Meri.
Secara lugas Udik menyebut kenaikan itu sama sekali tidak memcerminkan Kota yang melayani, malah terkesan tidak manusiawi. "Itu tidak manusiawi, dan sama halnya dengan membekap rakyat," sesalnya.
Baca Juga: 3 Raperda Hasil Fasilitasi Gubernur Jatim Turun, Pemkot Mojokerto Sodorkan 5 Raperda Baru
Kerenanya, ia secara terang-terangan menyatakan akan memboikot membayar pajak. Ia bersama dengan seluruh warga Meri tidak akan membayar PBB sebelum dikembalikan pada nominal yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Menurutnya, ia sudah menyampaikan keberatan ini kepada pihak Kelurahan. Namun, staf kelurahan mengaku tidak bisa berbuat banyak dan menyilahkan warga untuk datang langsung ke DPPKA.
Ia menerangkan, tahun lalu SPPT nya kena Rp 138 ribu kini menjadi Rp 214 ribu. Sedang adiknya, kena Rp 109 ribu tahun ini naik menjadi Rp 171 ribu. "Kita sudah membahas persoalan ini dengan warga yang lain dan kami sepakat untuk menolak klaim yang diajukan," pungkasnya.
Baca Juga: Pemkot Mojokerto Sukses Turunkan Jumlah Pengangguran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News