Sidang Pemilik SMA SPI Kota Batu Ditunda

Sidang Pemilik SMA SPI Kota Batu Ditunda Hotma Sitompoel, Kuasa Hukum dari pemilik SMA SPI Kota Batu, Julianto Eka Putra alias Ko Jul yang terjerat kasus kekerasan seksual.

MALANG, BANGSAONLINE.com - Sidang lanjutan perkara dugaan kasus kekerasan seksual di (SPI) Kota Batu dengan terdakwa Julianto Eka Putra alias , yang sedianya digelar Rabu (20/7/2022) di Pengadilan Negeri (PN) , ditunda.

Pasalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan materi belum siap. JPU PN Kota , Edi Sutomo, mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan peninjauan soal pembacaan tuntutan tersebut.

"Ya, karena banyak sekali, bahkan hingga ratusan lembar berkas yang akhirnya kami sampaikan jika tuntutan memang harus ditunda. Selain itu juga ada beberapa alasan analisa yuridis bagi kami untuk meyakinkan majelis hakim, untuk menunda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa," ujarnya.

Edi yang juga menjabat sebagai Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kota Batu ini mengungkapkan, jadwal agenda persidangan selanjutnya bakal digelar pekan depan.

"Untuk jadwal agenda persidangan pada hari Rabu tanggal 27 Juli tahun 2022, masih sama pembacaan tuntutan kepada terdakwa dengan sidang tertutup secara online, sebagaimana Perma no.4 tahun 2020 pasal 2 persidangan secara elektronik," paparnya.

Sementara itu, Tim Kuasa Hukum dari , Hotma Sitompoel, mengaku bersyukur sekaligus berterima kasih kepada JPU dan Majelis Hakim. 

"Penundaan ini membuktikan, JPU yang hadir dalam persidangan ini sungguh-sungguh memperhatikan semua yang terungkap di persidangan. Kita lihat sendiri berkas setinggi ini adalah wajar bila JPU memohon waktu menunda untuk mempelajari lagi agar lebih baik, sehingga keadilan bisa dicapai," kata Hotma.

Soal penahanan terdakwa, pihaknya menilai ini merupakan hak dari Majelis Hakim.

"Kami hanya bertanya 11 bulan, klien kami tidak mempersulit persidangan, tidak pernah mangkir, selalu hadir dan kooperatif. Pertanyaannya, mengapa di keluarkan surat penahanan?," tuturnya mempertanyakan.

Berkaitan dengan aksi demo yang dilakukan oleh Komnas PA dan beberapa aliansi elemen dari perlindungan anak, ia menganggap itu adalah hak setiap masyarakat.

"Tapi ini yang harus ditekankan, jangan jadi hakim jalanan, mari kita kawal, mari kita awasi, jangan mempengaruhi persidangan. Maka dari itu hati-hati. Kami percaya bahwa persidangan tidak terpengaruh oleh tekanan, intervensi, dan isu-isu yang belum tentu akan kebenarannya," ungkapnya.

Ia mengimbau agar tidak sembarang menjustifikasi bila ada orang masih diduga bersalah.

"Pertanyaan kami, bila itu menimpa mereka apa mau mereka berteriak dan demo begitu? Termasuk Arist Merdeka Sirait yang berteriak hukum berat-hukum berat. Kalau dia yang kena bagaimana? Tanya sama dia, kalau bapaknya kena, adiknya kena, mau gak dia berteriak," urai Hotma.

"Apakah sidang perlindungan anak karena pelapor berumur 27 tahun, yang melaporkan kejadian tersebut sudah 12 tahun yang lalu? Maka dari itu, ayo pakai nalar kita masing-masing. Ngapain aja itu selama 12 tahun pelapor? Paham kan sekarang? Terlalu banyak masalah untuk penegakan keadilan," imbuhnya.

Soal podcast-podcast yang ditampilkan di YouTube dan dilakukan oleh terduga korban, tim kuasa hukum , Jeffry Simatupang, mengingatkan soal sidang yang digelar secara tertutup adalah untuk melindungi privasi dari pelapor.

"Tapi mengapa justru pelapor safari ke podcast-podcast? Itu pertanyaan kami. Sekali lagi, jangan mempengaruhi, menekan, mengintervensi aparat penegak hukum," kata Jeffry.

Menurutnya, hukum harus berjalan di alurnya. Oleh karena itu, pihaknya memperingatkan jangan sekali-kali menyebarkan fitnah dengan mempengaruhi masyarakat, seolah-olah kliennya bersalah tanpa pembuktian.

"Stop di podcast, hormati persidangan, karena ini juga sidang tertutup untuk umum," ucap Jeffry. (adi/mar)

Lihat juga video 'Warung Bebek Goreng H. Slamet di Kota Malang Terbakar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO