MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Komisi II DPRD Kota Mojokerto melihat celah adanya konstribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) atas menjamurnya rumah kos akhir-akhir ini. Sebab, maraknya rumah kos di Kota Mojokerto ternyata belum diimbangi dengan pemasukan pajak.
"Potensi pajak rumah kos belum tergarap maksimal, kendati peraturan daerah yang mengatur pajak bisnis kos ini sudah digulirkan tiga tahun silam. Ini yang harus disikapi eksekutif," cetus Sekretaris Komisi II, Sonny Basuki Rahardjo, Rabu (06/5).
Baca Juga: Berpihak Pada Kemajuan Daerah, Pj Wali Kota Mojokerto Apresiasi 3 Raperda Inisiatif Dewan
Soal celah pajak ini, Sonny menilai Perda 12/2010 perlu direvisi. “Kalau patokannya minimal 10 kamar ya tidak tepat. Pemilik rumah kos yang mengkomersilkan 9 kamar dengan berbagai fasilitas dengan tarif mahal akan terbebas dari pajak. Sebaliknya, pemilik rumah kos dengan 10 kamar dengan fasilitas sederhana dan tarif murah wajib bayar pajak," katanya.
Jadi, lanjut Sonny, agar terjadi optimalisasi pajak rumah kos, perda-nya perlu direvisi, dengan memasukkan batas minimum tarif kos yang bisa ditarik pajak oleh Pemkot Mojokerto,” tukas politisi Partai Golkar tersebut.
Sementara itu, kata Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Mojokerto, Agung Mulyono mengatakan akan memaksimalkan potensi ini. “Potensi pajak rumah kos memang masih bisa dioptimalkan. Selain terkait target PAD juga menyangkut kepatuhan wajib pajak,” katanya.
Baca Juga: Jadi Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto: Hadi Fokus RAPBD 2025, Arie Pastikan Tak Ada Proyek Mangkrak
DPPKA mencatat, sejauh ini hanya segelintir saja pemilik rumah kos yang sudah menyelesaikan kewajibannya membayar pajak rumah kos. “Bisa dihitung jari, beberapa titik (rumah kos) saja yang memenuhi
kewajibannya (bayar pajak rumah kos). Makanya, perlu terus dioptimalkan,” ungkap dia.
Optimalisasi pajak rumah kos, lanjut Agung, bisa dilakukan karena saat ini terjadi pertumbuhan bisnis kos secara sporadis hampir di setiap jengkal wilayah kota dengan dua kecamatan ini. Bahkan di beberapa kawasan, bisnis rumah kos tumbuh pesat, seperti halnya di kawasan kelurahan Gunung Gedangan dan Kelurahan Meri, keduanya di wilayah Kecamatan Magersari dan di kawasan kelurahan Suradinawan dan kelurahan Kranggan, Kecamatan Prajurit Kulon.
“Potensi ini yang sedang kita garap. Kita lakukan pendataan untuk rumah kos yang menjadi obyek pajak,” ujarnya seraya berharap agar pemilik rumah kos kooperatif dan jujur dalam memberikan data kepada petugas pendata.
Baca Juga: Terganggu Penutupan Jalan, Warga Sentanan Desak Pemkot Mojokerto Pindah Kampung Pecinan
Aturan yang mengikat bisnis kos, ujar Agung, termaktub dalam Perda Kota Mojokerto Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Perda ini efektif diberlakukan mulai tahun 2012 atau tenggat dua tahun sejak diumumkan di lembar daerah. Regulasi daerah ini menurutnya mengacu ketentuan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
“Setiap bisnis rumah kos dengan minimal 10 unit kamar dikenakan pajak 5 persen dari total pendapatan,” ujar Agung mengutip butir pengenaan pajak dalam perda tersebut.
Namun, meski terdapat celah soal batasan minimal yang bisa dikenakan pajak, Agung mengaku optimis pajak rumah kos bisa digenjot. Karena pantauan pihaknya menyebutkan, jumlah rumah kos dengan penyediaan kamar kurang dari 10 unit jauh lebih sedikit dibanding rumah kos yang memiliki rumah kos lebih dari 10 unit. “Artinya potensi pajak rumah kos masih tetap bisa dimakmalkan lagi,” tandas Agung. (yep)
Baca Juga: Siapkan Situs Alternatif, Disdikbud Kota Mojokerto Berharap Tak Ada Kendala Internet Selama PPDB
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News