Joe Biden-Xi Jinping Bakal "Bajak" KTT G20 di Bali?

Joe Biden-Xi Jinping Bakal "Bajak" KTT G20 di Bali? Dahlan Iskan

NUSA DUA, BANGSAONLINE.com Dua pemimpin dunia paling berpengaruh yang hadir di di Bali adalah Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Preisden China atau Tiongkok . Sorotan dunia pun tertuju pada mereka. Terutama ketika dua tokoh itu melakukan pertemuan sebelum KTT itu sendiri dimulai.

Akankan dua presiden ini “membajak” seperti kasus pada sebelumnya?

Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik

Simak tulisan menarik wartawan professional, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA hari ini, Selasa 15 Nopember 2022. Atau di BANGSAONLINE.com di bawah ini.

AKANKAH ''pembajakan'' akan terulang di Bali? G20 pernah dibajak habis-habisan secara politik: 2018. Itu bisa terulang di sekarang ini. Yang dibuka oleh Presiden hari ini.

Waktu itu pembajaknya Presiden . Dia membuat drama besar di di Argentina 2018: Trump melakukan personal KTT dengan Presiden Tiongkok .

Baca Juga: China Bakal Bantu Pendanaan Program Makan Bergizi Gratis Prabowo

Maka perhatian dunia tidak lagi ke . Pertemuan Trump dengan Jinping lebih menarik. Hubungan dagang kedua negara lagi seperti bara pemanggang sate. Membakar seluruh sate di 20 negara besar. Bahkan seluruh dunia.

Maka kalau ada pertanyaan: apakah hasil di Argentina? Tidak hanya Anda yang ingat jawabnya: drama duo kepala negara. Hanya drama Trump-Jinping yang diingat: sate itu gosong. Tidak bisa dimakan. Dua negara justru saling tinju: meningkatkan tit-for-tat.

Pun sampai sekarang: belum ada sate baru yang bisa dibakar. Justru yang sudah gosong itu dibuat abu sekalian. Lewat Ukraina.

Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi

Tanpa ingin bertemu Jinping barangkali Trump tidak ingin datang ke Argentina. Ia termasuk tokoh yang ogah-ogahan menghadiri forum seperti G20. Hasilnya dianggap tidak langsung bermanfaat bagi negaranya. Padahal Trump punya moto: America First.

Di tahun berikutnya, di Osaka, Trump menyiapkan drama yang lain: ia ajak putrinya, Ivanka, ke Osaka. Heboh. Ivanka tidak punya legalitas sebagai diplomat Amerika. Tapi ia anak Trump.

Di Osaka, Ivanka aktif mingle dengan banyak kepala negara. Yang diajak bicara juga terlihat senang-senang saja. Maka foto-foto Ivanka dengan tokoh dunia lebih mendominasi media. Ivanka begitu sering tertawa lebar. Tertawa lepas. Medsos, waktu itu, sampai membahas khusus tawa Ivanka itu secara khusus.

Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran

Trump tampaknya memang perlu mempromosikan Ivanka kepada tokoh-tokoh utama dunia. Bahkan juga kepada Kim Jong-un. Maka drama berikutnya: Trump bertemu pemimpin Agung Korea Utara Kim Jong-un.

Memang KTT dengan Kim itu tidak di forum G20, tapi itulah yang diingat publik ketika ditanya apakah hasil di Osaka tahun 2019.

Setelah dua drama itu, tahun berikutnya muncullah ''drama'' sunyi. Yakni di KTT tahun 2020 di Riyadh. Tidak ada yang hadir. Covid-19 melanda dunia. dilaksanakan secara virtual.

Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran

Apakah akan drama lagi di KTT Bali tahun 2022 ini?

Kalau saja Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Zelenskyy hadir mungkin ada drama besar sekali. Tapi Putin tidak hadir. Zelenskyy yang statusnya hanya undangan khusus hanya ikut KTT lewat online.

Memang tetap akan ada drama –yang lebih kecil: Presiden Joe Biden ber KTT khusus dengan Presiden di Bali. Waktunya: tadi malam waktu Bali. Boleh dibilang itulah agenda penting pertama dua tokoh tersebut setiba di Bali.

Baca Juga: Di Penghujung Jabatan Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Gebuki Mafia Tanah

Berarti pertemuan Biden-Jinping mendahului . Tempatnya juga di hotel yang dipergunakan untuk , di The Apurva Hotel Kempinski Nusa Dua. Hanya ruangnya yang berbeda.

Meski tidak seheboh zaman Trump di Argentina, hasil KTT dua orang ini pasti lebih dinanti daripada hasil itu sendiri. Ketegangan seluruh dunia bisa reda oleh kesepakatan dua orang itu. Memang itu bisa mengganggu fokus G20. Tapi kapan lagi mereka bisa bertemu untuk kali pertama sebagai sama-sama presiden.

Suasana pertemuan mestinya lebih terang. Hasil Pemilu tengah periode di Amerika tidak terlalu memukul Biden. Jumlah gubernur dari Demokrat memang tetap kalah, tapi bertambah dua. Mayoritas di DPR mungkin hilang, tapi kalahnya hanya tipis. Bahkan sudah dipastikan Senat tetap dikuasai Demokrat. Bukan lagi 50-50, tapi setidaknya 51-49 –Demokrat dapat mengambil satu kursi Republik.

Baca Juga: Khofifah Kembali Dinobatkan sebagai 500 Muslim Berpengaruh Dunia 2025

Hati juga sudah lega. Muktamar Partai Komunis Tiongkok sudah selesai dengan gemilang. Maksud saya: Jinping terpilih lagi untuk kali ketiga. Itu sudah jadi jaminan Jinping akan terpilih sebagai presiden Tiongkok bukan Maret tahun depan. Untuk periode ketiga.

Dua hati yang lagi tidak gundah gulana harusnya bisa berpikir lebih jernih. Menentukan garis merah itu pun sudah satu kejernihan tersendiri. Apalagi bisa sepakat menaatinya. Perang di Ukraina pun bisa selesai. Sudah terlalu lama perang itu: 9 bulan. Dunia sudah megap-megap, termasuk dunia Barat. Pun yang tidak ikut punya urusan seperti Pakistan.

Itulah realitas hidup: sakitnya tuh di sini, enaknya di sana.

Baca Juga: Menteri ATR/BPN Hadiri Upacara HUT ke-79 TNI

Topik KTT Biden-Jinping sudah dikisi-kisikan oleh Biden: untuk saling mengerti di mana garis merah Amerika dan garis merah Tiongkok. Itu diucapkan Biden sebelum berangkat dari Washington DC. Dalam pembicaraan itu akan disepakati agar masing-masing jangan ada yang melewati garis merah itu.

Garis merah Tiongkok, Biden pasti sudah tahu, karena Anda pun sudah tahu: Taiwan. Garis merah kedua: Xin Jiang. Garis merah ketiga: Tibet. Garis merah keempat: mencampuri urusan dalam negeri.

Pertanyaannya: seberapa tahan Amerika untuk bisa mengerem diri tidak melewati garis merah itu.

Garis merah Amerika, jangan-jangan tidak tahu. Maka Anda yang harus memberi tahu: defisit neraca perdagangan, bermata nakal dengan Rusia dan jangan merangkul bahu Kim Jong-un.

Apakah Biden dan Jinping bisa sepakat untuk tidak saling melewati garis merah itu? Harusnya Selasa pagi ini kita sudah tahu apa yang mereka hasilkan. Atau mereka merahasiakannya.

Kalau saja mereka bisa sepakat, alangkah bersejarahnya Bali. Dan Presiden : bisa mencairkan persoalan berat dunia.

Kalau mereka sudah sepakat yang diperlukan tinggal siapa wasitnya. Yang bisa diterima dua belah pihak. Yakni wasit yang akan menilai siapa yang melewati garis merah itu. Profesor Pry pasti mengusulkan wasit dari Indonesia: si kebaya merah.

Maka tiga agenda besar –restrukturisasi sistem kesehatan dunia, transisi energi, dan ekonomi digital– bisa jadi ikut tenggelam oleh KTT Biden-Jinping. Gak masalah. Toh inti keruwetan dunia adanya di situ.

Bagi Indonesia yang penting tiga agenda KTT Bali disepakati. Lalu tim monitor pelaksanaannya diperkuat. Siapa yang melanggar diumumkan di KTT tahun depan di New Delhi.

Memang masih ada sorotan lain lagi: KTT antara Jinping dan pemimpin Australia. Mumpung keduanya bertemu di Bali. Australia menghendaki agar Jinping mau mengakhiri boikotnya.

Sudah lebih 2 tahun Tiongkok tidak mau membeli batubara dari Australia. Juga bijih besi. Ekonomi Australia sangat terpukul.

Penyebab boikot itu, Anda juga sudah tahu: Australia ngotot minta dunia untuk menyelidiki Tiongkok sebagai sumber Covid-19. Padahal Tiongkok sudah membuka diri ke WHO. Belakangan Australia tidak ngotot lagi.

Mendung tidak akan selamanya menggelayut di satu tempat. Tapi mendung di atas Ukraina itu sudah terlalu lama. Mungkin tuah Bali bisa menggesernya ke atas Samudera Hindia. (Dahlan Iskan). 

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan meilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO