Bedah Buku Kiai Asep di Uninus Bandung, Prof Obsatar Kritik Keras Ada Logo NU dan Bismillah

Bedah Buku Kiai Asep di Uninus Bandung, Prof Obsatar Kritik Keras Ada Logo NU dan Bismillah Para nasumber Bedah Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Aula Utama Pascasarjana Uninus Bandung, Jumat (16/12/2022). DARI KIRI: Dr KH Mujib Qulyubi, M Mas'ud Adnan, Brigjen Dr Yusuf, Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim dan paling ujung kanan moderator. Foto: bangsaonline.com

BANDUNG, BANGSAONLINE.com – Sebanyak 800 peserta mengikuti acara bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan  di Aula Utama Pascasarjana Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung, Jumat (16/12/2022). Selain hadir secara fisik juga banyak peserta yang mengikuti secara online. Termasuk para guru besar.

Buku karya M Mas’ud Adnan itu menceritakan masa remaja Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, yang sangat miskin hingga sukses menjadi ulama besar, kaya raya dan bahkan memiliki pesantren besar, yaitu Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.

Peserta bedah buku itu tampak membludak.Terutama dari civitas akademikia Uninus dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Barat. sendiri Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).

Yang menarik, selain banyak pujian, buku  berjudul Kiai Miliarder Tapi Dermawan itu juga mendapat kritik keras dari Prof Dr Obsatar Sinaga, Wakil Ketua Badan Pengurus Yayasan Uninus.

“Buku ini sangat luar biasa,” kata Prof Obi – panggilan akrab Obsatar Sinaga – mengawali pembahasannya saat tampil sebagai salah satu nara sumber.

Menurut dia, buku tersebut secara substansi mengandung banyak pesan. “Buku ini seharusnya untuk semua orang,” katanya.

Ia menunjukkan salah satu tulisan tentang yang sangat menjaga kebersihan jiwanya sehingga tak mau makan pakai wadah melamin karena ada indikasi terbuat dari tulang babi.

Tapi sayang, kata Prof Obi, desain buku tersebut tak sesuai dengan tren publik dewasa ini. Menurut dia, tren buku sekarang kecil sehingga mudah dibawa ke mana-mana. 

Prof Obi juga mengeritik keras ada logo organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada sampul buku berwana merah-putih dan hijau tersebut. “Kenapa ada gambar NU-nya. Apakah orang Muhammadiyah tak boleh baca,” katanya berapi-api yang disambut tepuk tangan peserta. Bahkan saat berbicara Prof Obi sampai berdiri dan maju mendekat ke peserta bedah buku.

(Tampak Ketua Badan Pengurus Yayasan Uninus KH Hasan Nuri Hidayatullah (Gus Hasan, nomor 4 dari kiri), Ketua Pembina Yayasan Uninus, Dr KH Mujib Qulyubi (nomor 5 dari kiri), Wakil Ketua Badan Pengurus Yayasan Uninus Prof Dr Obsatar Sinaga (pegang buku tanpa kopiah nomor 3 dari kanan) foto bersama dengan Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA dan M Mas'ud Adnan. Foto: bangsaonline.com)

Tak cukup di situ. Prof Obi juga mengeritik keras karena buku tersebut diawali dengan lafadz Bismillahirrahmanirrahim. Menurut dia, buku sehebat itu tak perlu ada lafadz bismillah agar buku tersebut dibaca juga oleh kalangan Kristen atau non muslim secara internasional.

Bagaimana tanggapan Mas’ud Adnan selaku penulis buku. Mas’ud Adnan yang CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com itu tersenyum lebar. Ia tak berkomentar karena jatah waktunya sudah habis.

Namun usai acara, Mas’ud Adnan kepada wartawan mengaku senang mendapat kritik dari Prof Obi. 

“Buku itu sudah kami lepas ke publik. Jadi hak publik untuk menilai, mengeritik atau memuji. Yang pasti, saya pasang basmalah dan logo NU dalam buku itu sebagai tabarrukan (berharap barokah-Red). Apalagi putra salah satu kiai pendiri NU, KH Abdul Chalim,” kata Mas’ud Adnan.

Mas’ud Adnan yang gemar menulis sejak remaja itu mengaku sangat terbuka untuk dikritik. “Bagi saya sebagai penulis, yang penting buku itu bermanfaat, menambah wawasan, menginspirasi, barokah dan publik bisa meneladani . Saya juga bersyukur alhamdulillah, kalau pembaca buku saya itu kemudian bisa menjadi miliarder dan dermawan seperti . Toh Prof Obi juga mengatakan bahwa buku itu sangat luar biasa. Jadi yang dikritik Prof Obi itu sebenarnya hanya masalah teknis, desain, bukan substansi buku. Buktinya Prof Obi sendiri, sekali lagi, mengatakan bahwa buku itu luar biasa. Jadi saya justru harus berterimakasih kepada Prof Obi, karena intinya beliau berharap agar buku ini bisa dibaca lebih luas lagi bahkan secara internasional,” tegas alumnus Pesantren Tebuireng Jombang dan Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.

Menurut Mas'ud, semua kritik dan masukan sangat berharga untuk kesempurnaan buku tersebut. "Yang penting substansi isinya bermanfaat. Kalau soal teknis, desain dan format, tergantung posisioning pembaca. Juga tergantung siapa yang memandang. Sehingga  buku itu bisa dicetak dalam format besar atau kecil," kata Mas'ud Adnan yang selama ini banyak menulis buku dan tulisannya tersebar di sejumlah media massa.

Sementara Kiai Mujib Qulyubi justru menilai Mas’ud Adnan sebagai penulis buku sangat obyektif. Karena, tegas Kiai Mujib, Mas’ud Adnan tidak hanya menulis kesuksesan , tapi juga menulis kegagalannya.

Hanya saja kegagalan itu sangat menarik karena menyangkut kegagalan cinta. “Kegagalannya saja menarik, apalagi kesuksesannya,” kata mantan Wakil Katib Syuriah PBNU itu disambut tawa peserta.

Kisah kegagalan cinta itu tertuang pada halaman 116 buku tersebut, berjudul Cinta Tragis, Ditolak Tiga Gadis. “Saya yakin orang yang menolak cinta sekarang menyesal,” kata Kiai Mujib sembari tertawa. yang duduk di sebelahnya ikut tertawa.

(Para pengurus Pergunu Jawa Barat foto bersama saat acara bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Aula Utama Pascasarjana Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung, Jumat (16/12/2022).

Menurut Kiai Mujib Qulyubi, adalah contoh ulama kaya yang zuhud. Ia menegaskan bahwa selama ini masyarakat salah paham tentang zuhud. Seolah zuhud itu identik dengan miskin.

“Zuhud itu orang kaya tapi hatinya tidak kemanthil pada harta,” katanya. Contohnya, ya itu: kaya tapi sangat dermawan.

Menurut dia, juga penuh optimisme. Dan itu tertuang dalam doa-doanya. Misalnya, minta dijauhkan dari bertakata tidak bisa, tidak boleh punya rasa minder, dan tidak boleh putus asa.

“Dan itu menyatu dalam doa-doanya,” kata Kiai Mujib Qulyubi.

Senada dengan Prof Mujib Qulyubi, Prof Agus Mulyana dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung menilai bahwa memang luar biasa. Menurut dia, tidak hanya sukses mendirikan dan mengelola pesantren tapi juga piawai mengelola perguruan tinggi. Ia menyebut dalam jangka enam tahun mampu mendirikan program S1, S2 dan S3.

“Padahal perguruan tinggi negeri saja sulit untuk mendirikan program S3,” kata Prof Agus Mulyana yang mengaku sering dipanggil untuk membahas perguruan tinggi yang dikelolanya. Yaitu Institut Pesantren KH Abdul Chalim di Pacet Mojokerto.

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO