BANDUNG, BANGSAONLINE.com – Sebanyak 800 peserta mengikuti acara bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Aula Utama Pascasarjana Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung, Jumat (16/12/2022). Selain hadir secara fisik juga banyak peserta yang mengikuti secara online. Termasuk para guru besar.
Buku karya M Mas’ud Adnan itu menceritakan masa remaja Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, yang sangat miskin hingga sukses menjadi ulama besar, kaya raya dan bahkan memiliki pesantren besar, yaitu Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.
Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029
Peserta bedah buku itu tampak membludak.Terutama dari civitas akademikia Uninus dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Barat. Kiai Asep sendiri Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).
Yang menarik, selain banyak pujian, buku berjudul Kiai Miliarder Tapi Dermawan itu juga mendapat kritik keras dari Prof Dr Obsatar Sinaga, Wakil Ketua Badan Pengurus Yayasan Uninus.
“Buku ini sangat luar biasa,” kata Prof Obi – panggilan akrab Obsatar Sinaga – mengawali pembahasannya saat tampil sebagai salah satu nara sumber.
Baca Juga: Doakan Kelancaran Tugas Khofifah-Emil, Kiai Asep Undang Kiai-Kiai dari Berbagai Daerah Jatim
Menurut dia, buku tersebut secara substansi mengandung banyak pesan. “Buku ini seharusnya untuk semua orang,” katanya.
Ia menunjukkan salah satu tulisan tentang Kiai Asep yang sangat menjaga kebersihan jiwanya sehingga tak mau makan pakai wadah melamin karena ada indikasi terbuat dari tulang babi.
Tapi sayang, kata Prof Obi, desain buku tersebut tak sesuai dengan tren publik dewasa ini. Menurut dia, tren buku sekarang kecil sehingga mudah dibawa ke mana-mana.
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
Prof Obi juga mengeritik keras ada logo organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada sampul buku berwana merah-putih dan hijau tersebut. “Kenapa ada gambar NU-nya. Apakah orang Muhammadiyah tak boleh baca,” katanya berapi-api yang disambut tepuk tangan peserta. Bahkan saat berbicara Prof Obi sampai berdiri dan maju mendekat ke peserta bedah buku.
(Tampak Ketua Badan Pengurus Yayasan Uninus KH Hasan Nuri Hidayatullah (Gus Hasan, nomor 4 dari kiri), Ketua Pembina Yayasan Uninus, Dr KH Mujib Qulyubi (nomor 5 dari kiri), Wakil Ketua Badan Pengurus Yayasan Uninus Prof Dr Obsatar Sinaga (pegang buku tanpa kopiah nomor 3 dari kanan) foto bersama dengan Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA dan M Mas'ud Adnan. Foto: bangsaonline.com)
Baca Juga: Klaim Didukung 37 Cabor, Imam Sunyono Optimis Terpilih Ketua KONI Kabupaten Mojokerto
Tak cukup di situ. Prof Obi juga mengeritik keras karena buku tersebut diawali dengan lafadz Bismillahirrahmanirrahim. Menurut dia, buku sehebat itu tak perlu ada lafadz bismillah agar buku tersebut dibaca juga oleh kalangan Kristen atau non muslim secara internasional.
Bagaimana tanggapan Mas’ud Adnan selaku penulis buku. Mas’ud Adnan yang CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com itu tersenyum lebar. Ia tak berkomentar karena jatah waktunya sudah habis.
Namun usai acara, Mas’ud Adnan kepada wartawan mengaku senang mendapat kritik dari Prof Obi.
Baca Juga: Gegara Mitos Politik dan Lawan Petahana, Gus Barra-dr Rizal Sempat Diramal Kalah
“Buku itu sudah kami lepas ke publik. Jadi hak publik untuk menilai, mengeritik atau memuji. Yang pasti, saya pasang basmalah dan logo NU dalam buku itu sebagai tabarrukan (berharap barokah-Red). Apalagi Kiai Asep putra salah satu kiai pendiri NU, KH Abdul Chalim,” kata Mas’ud Adnan.
Mas’ud Adnan yang gemar menulis sejak remaja itu mengaku sangat terbuka untuk dikritik. “Bagi saya sebagai penulis, yang penting buku itu bermanfaat, menambah wawasan, menginspirasi, barokah dan publik bisa meneladani Kiai Asep. Saya juga bersyukur alhamdulillah, kalau pembaca buku saya itu kemudian bisa menjadi miliarder dan dermawan seperti Kiai Asep. Toh Prof Obi juga mengatakan bahwa buku itu sangat luar biasa. Jadi yang dikritik Prof Obi itu sebenarnya hanya masalah teknis, desain, bukan substansi buku. Buktinya Prof Obi sendiri, sekali lagi, mengatakan bahwa buku itu luar biasa. Jadi saya justru harus berterimakasih kepada Prof Obi, karena intinya beliau berharap agar buku ini bisa dibaca lebih luas lagi bahkan secara internasional,” tegas alumnus Pesantren Tebuireng Jombang dan Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.
Menurut Mas'ud, semua kritik dan masukan sangat berharga untuk kesempurnaan buku tersebut. "Yang penting substansi isinya bermanfaat. Kalau soal teknis, desain dan format, tergantung posisioning pembaca. Juga tergantung siapa yang memandang. Sehingga buku itu bisa dicetak dalam format besar atau kecil," kata Mas'ud Adnan yang selama ini banyak menulis buku dan tulisannya tersebar di sejumlah media massa.
Baca Juga: Raih 53,4 Persen di Pilbup Mojokerto 2024, Pasangan Mubarok Kalahkan Petahana
Sementara Kiai Mujib Qulyubi justru menilai Mas’ud Adnan sebagai penulis buku sangat obyektif. Karena, tegas Kiai Mujib, Mas’ud Adnan tidak hanya menulis kesuksesan Kiai Asep, tapi juga menulis kegagalannya.
Hanya saja kegagalan Kiai Asep itu sangat menarik karena menyangkut kegagalan cinta. “Kegagalannya saja menarik, apalagi kesuksesannya,” kata mantan Wakil Katib Syuriah PBNU itu disambut tawa peserta.
Kisah kegagalan cinta Kiai Asep itu tertuang pada halaman 116 buku tersebut, berjudul Cinta Tragis, Ditolak Tiga Gadis. “Saya yakin orang yang menolak cinta Kiai Asep sekarang menyesal,” kata Kiai Mujib sembari tertawa. Kiai Asep yang duduk di sebelahnya ikut tertawa.
Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%
(Para pengurus Pergunu Jawa Barat foto bersama saat acara bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Aula Utama Pascasarjana Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung, Jumat (16/12/2022).
Menurut Kiai Mujib Qulyubi, Kiai Asep adalah contoh ulama kaya yang zuhud. Ia menegaskan bahwa selama ini masyarakat salah paham tentang zuhud. Seolah zuhud itu identik dengan miskin.
Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto
“Zuhud itu orang kaya tapi hatinya tidak kemanthil pada harta,” katanya. Contohnya, ya Kiai Asep itu: kaya tapi sangat dermawan.
Menurut dia, Kiai Asep juga penuh optimisme. Dan itu tertuang dalam doa-doanya. Misalnya, minta dijauhkan dari bertakata tidak bisa, tidak boleh punya rasa minder, dan tidak boleh putus asa.
“Dan itu menyatu dalam doa-doanya,” kata Kiai Mujib Qulyubi.
Senada dengan Prof Mujib Qulyubi, Prof Agus Mulyana dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung menilai bahwa Kiai Asep memang luar biasa. Menurut dia, Kiai Asep tidak hanya sukses mendirikan dan mengelola pesantren tapi juga piawai mengelola perguruan tinggi. Ia menyebut dalam jangka enam tahun Kiai Asep mampu mendirikan program S1, S2 dan S3.
“Padahal perguruan tinggi negeri saja sulit untuk mendirikan program S3,” kata Prof Agus Mulyana yang mengaku sering dipanggil Kiai Asep untuk membahas perguruan tinggi yang dikelolanya. Yaitu Institut Pesantren KH Abdul Chalim di Pacet Mojokerto.
”Sekarang S3-nya punya dua prodi,” tambahnya.
Bahkan, tutur Prof Agus, Kiai Asep bukan hanya sukses sebagai tokoh pendidikan tapi juga punya jiwa sosial tinggi. Menurut dia, Kiai Asep banyak sekali memberikan beasiswa kepada anak-anak muda di seluruh Indonesia. Terutama pada kader NU yang jumlahnya mencapai ribuan tiap tahun.
M Mas’ud Adnan, penulis buku KIai Miliarder Tapi Dermawan, yang diminta berbicara pertama, mengungkapkan bahwa Kiai Asep memang sangat fenomenal dan langka. Mas’ud Adnan mengungkap hasil riset Thomas J Stanlei, ahli teori bisnis Amerika Serikat (AS).
“Thomas J Stanley mewawancarai 1001 orang sukses di Amerika. Dari 1001 orang itu, 733 adalah para milioner, orang kaya raya. Ternyata faktor utama sukses seseorang bukan karena IQ dan lembaga pendidikan yang favorit. IQ menjadi faktor ke 21, sedang lembaga pendidikian favorit seperti Harvard dan sebagainya menduduki rangking ke-23. Bahkan lulusan terbaik perguruan tinggai hanya menempati rangking ke-30,” tegas Mas’ud Adnan.
Lalu apa faktor utama orang menjadi sukses? “Pertama, kejujuran. Kedua, disiplin yang keras. Ketiga, mudah bergaul. Dalam bahasa Kiai Asep adalah piawai berkomunikasi. Keempat, adalah faktor pendamping,” kata Mas’ud Adnan.
“Nah, soal kejujuran, Kiai Asep jangan ditanya. Beliau adalah ulama besar,” tambahnya.
Mas’ud Adnan juga menegaskan bahwa Kiai Asep punya pendamping yang sangat tepat sekaligus setia. “Nama istri Pak Kiai Asep, Nyai Hajjah Alif Fadhilah. Ibu-ibu ingin tahu penghasilannya? Dalam satu bulan penghasilan istri Kiai Asep sebesar Rp 2 miliar. Kalau diakumulasi dengan penghasilan Kiai Asep, rata-rata tiap bulan bisa Rp 6 miliar sampai Rp 8 miliar,” kata Mas’ud Adnan. Peserta bedah buku langsung riuh.
“Tapi ibu-ibu jangan berpikir secara matematika. Kalau satu istri saja Rp 2 miliar, berarti kalau dua istri, penghasilannya bisa Rp 2 miliar ya. Bukan seperti itu,” kata Mas’ud Adnan. Peserta bedah buku kembali tertawa.
“Kiai Asep itu sangat taat istri dan taat Allah,” tambah Mas’ud Adnan.
Kiai Asep yang minta berbicara kali terakhir mengatakan bahwa ia datang ke berbagai daerah hanya satu motivasinya. “Bagaimana saya bisa mengajak masyarakat agar punya kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraannya sehingga bisa seperti saya, “ kata Kiai Asep sembari mengutip surat Adl-Dluha yang artinya bahwa setiap kenikmatan itu harus diceritakan agar menginspirasi dan diritu orang lain.
Terutama kepada para pengasuh pondok pesantren dan pengelola lembaga pendidikan. Ia berharap semua pesantren dan lembaga pendidikan di Indonesia maju seperti pesantren Amanatul Ummah.
“Saya yakin Uninus ini akan menjadi perguruan tinggi termaju di Indonesia,” kata Kiai Asep optimis.
Kiai Asep sepakat bahwa kejujuran adalah faktor utama yang membuat kita sukses. “Kejujuran itu membawa kemujuran,” kata Kiai Asep.
Ulama yang mendapat banyak penghargaan itu juga menekankan pentingnya istiqamah. “Istiqamah khoirun min alfi karomah. Istiqomah itu lebih baik dari pada 1000 karomah,” tegasnya.
Kiai Asep juga bercerita bahwa dirinya didatangi Kapolres. Menurut dia, Kapolres itu menginformasikan bahwa belakangan ini banyak orang bunuh diri karena terjerat hutang atau pinjaman online.
Kiai Asep mengatakan bahwa ini fenomena yang sangat memprihatinkan. Karena itu ia mengingatkan masyarakat agar jangan berspekulasi tentang calon presiden.
“Kita harus melihat rekam jejaknya,” kata Kiai Asep.
Menurut dia, tokoh nasional yang sekarang pantas menjadi presiden adalah Khofifah Indar Parawansa yang kini menjabat Gubernur Jawa Timur. Kiai Asep menyebut beberapa prestasi Khofifah.
“Bu Khofifah pernah menjadi anggota DPR RI. Beliau anggota DPR RI termuda dan berprestasi, “ kata Kiai Asep.
Khofifah juga pernah menjadi menteri. “Juga menteri termuda sejak kemerdekaan Republik Indonesia,” jelasnya. Bahkan, tutur Kiai Asep, Khofifah bukan hanya menteri termuda, tapi menteri terbaik.
“Sekarang Bu Khofifah jadi gubernur dan gubernur terbaik di seluruh Indonesia,” tegasnya. “Jadi Bu Khofifah punya pengalaman paling lengkap,” tambahnya.
Ia kemudian mengijazahkan doa dan salat malam yang tiap malam diamalkan. “Cara salat malam dan doa itu ada pada bagian akhir buku yang ditulis Pak Mas’ud itu. Tapi karena ini ijazah, maka saya baca doanya,” kata kiai yang selalu mengenakan baju putih itu.
Kiai Asep lalu mengucapkan Ajaztukum yang dijawab serempak oleh peserta bedah buku: qobiltu.
Hadir dalam acara bedah bukut itu Ketua Badan Pengurus Yayasan Uninus KH Hasan Nuri Hidayatullah (Gus Hasan), Rektor Uninus Brigjen TNI (Purn) Dr. Yusuf, S. Sos., Wakil Ketua Badan Pengelola Yayasan Uninus Prof Dr Obsatar Sinaga, dan para profesor atau guru besar Uninus.
Dari Pergunu, selain Kiai Asep Saifuddin Chalim, juga hadir Sekjen PP Pergunu Aris Adi Leksono, Waketum Pergunu Ahmad Zuhri, Ketua PW Pergunu Jawa Barat, Dr Saefulloh dan pengurus lain.
Gus Hasan saat memberikan sambutan mengucapkan terimakasih kepada Kiai Asep karena di tengah kesibukannya telah berkenan rawuh ke Uninus. Ia berharap Kiai Asep memberikan ijazah agar Uninus istiqomah berpegang pada Aswaja.
Rektor Uninus Brigjen (purn) Dr Yusuf mengaku sudah kenal lama dengan Kiai Asep. Terutama saat bertugas sebagai militer di Jawa Timur. “Saya kenal beliau sejak 32 tahun lalu. Karena saya bertugas di Jawa Timur cukup lama. Jadi saya ini bagian murid beliau. Kalau beliau lupa kepada saya ya wajar. Karena guru lupa pada muridnya itu wajar. Asal jangan sampai murid lupa pada gurunya,” katanya.
Karena itu, Brigjen Yusuf, sangat senang ketika Kiai Asep hadir ke Unisnu. “Bisa nyambung lagi,” katanya. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News