SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tahun 2022 merupakan transisi dari pandemi menuju endemi. Masa peralihan itu mengiringi pemulihan infrastrukur pelayanan publik, tak terkecuali di Jawa Timur.
Kondisi kinerja pengawasan pelayanan publik semakin menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang mengarah pada sebelum terjadinya pancemi. Dengan demikian, Ombudsman Jatim memproyeksikan angka laporan masyarakat yang masuk pada 2023 akan mengalami kenaikan.
Baca Juga: Sekjen Kementerian ATR/BPN Teken Nota Kesepahaman dengan DPR RI
Alasannya, kondisi normal akan membuka peluang masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak pelayanan publiknya. Salah satunya, upaya masyarakat mencari keadilan di Ombudsman.
"Selain itu, fenomena tersebut akan disokong oleh tren kenaikan laporan masyarakat ke Ombudsman Jatim. Pada 2020, jumlah laporan sebanyak 408 laporan. Pada 2021 mengalami kenaikan menjadi 436 laporan dan puncaknya pada 2022 melejit menjadi 766 laporan," kata Kepala Ombudsman Jatim, Agus Muttaqin, Jumat (27/1/2023).
Ia menjelaskan, rincian 766 laporan tersebut adalah 452 konsultasi non laporan (KNL), 9 laporan rekasi cepat ombudsman (RCO), 304 laporan masyarakat (LM), dan 1 investigasi atas prakarsa sendiri (IN). Sedang laporan yang ditindaklanjuti dan diselesaikan sebanyak 155 laporan dari total target penyelesaian 2022 sebanyak 180 laporan (86 persen).
Baca Juga: Di Rutan Trenggalek, Anggota Ombudsman RI Apresiasi Penerapan Konsep Rumah Budaya dan Kemanusiaan
Ombudsman Jatim mengimbau agar aparatur penyelenggara pelayanan mengantisipasi potensi kenaikan jumlah laporan. Caranya, melakukan pembenahan standar pelayanan, memaksimalkan pengelolaan pengaduan internal, dan melanjutkan inovasi pelayanan publik. Masyarakat kritis harus diimbangi profesionalitas aparatur.
"Sekalipun ada kenaikan jumlah laporan, masyarakat Jatim ternyata belum sepenuhnya memanfaatkan Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik. Masih ada akses pengaduan yang timpang berdasar kewilayahan. Warga di kawasan pantai utara (Tuban hingga Probolinggo) mendominasi laporan daripada yang di pantai selatan (Pacitan hingga Banyuwangi)," ujar Agus.
Mantan wartawan surat kabar ini mengungkapkan, warga Malang Raya (Kab. Malang, Kota Malang, dan Kota Batu) yang mengadu 25 pelapor, sedang Surabaya dan Sidoarjo masing-masing 169 dan 49 pelapor. Ini memunculkan pengawasan pelayanan publik belum inklusif dan menjadi pekerjaan rumah tahun depan.
Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Siap Kawal Pendaftaran Lahan Perkebunan Sawit
Sedang dari substansi laporan hampir tidak ada perubahan tren dibanding tahun sebelumnya. Isu pertanahan, kepolisian, dan layanan pemerintahan tetap teratas. Tiga substansi tersebut memang paling banyak diakses sekaligus dikeluhkan publik.
"Ada dua laporan berkesan yang diselesaikan. Yakni, pengaduan bolak-baliknya berkas acara pemeriksaan (BAP) dari penyidik ke kejaksaan atas kasus pencabulan yang melibatkan anak tokoh agama di Jombang," bebernya.
Agus melanjutkan, pada 2022, perwakilan berkolaborasi dengan Ombudsman RI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, dan Kompolnas berhasil memenuhi harapan pelapor dengan pelimpahan BAP kasus tersebut ke pengadilan.
Baca Juga: Adhy Karyono Targetkan 39 Lokus di Jawa Timur Masuk Zona Hijau Kategori A
Laporan lain adalah dugaan pungli di Samsat di wilayah Surabaya utara. Pelapor mengadukan permintaan uang di luar nominal PNBM pajak kendaraan. Tim pemeriksa telah melakukan serangkaian pemeriksaan dan mendapati temuan adanya pungli Rp 20-30 ribu oleh petugas loket saat wajib pajak mengakses formulir. Dalam LAHP, tim pemeriksa meminta agar pungli distop dan Samsat meningkatkan pengawasan. Selain itu, pemenuhan standar pelayanan (khususnya standar biaya).
"Pada 2022, perwakilan Jatim juga melakukan pemeriksaan inisiatif dugaan maladministrasi atas tragedi Kanjuruhan yang menimbulkan jatuh korban 135 meninggal. Tim pemeriksa sudah minta klarifikasi ke jajaran kepolisian Polda dan Polres Malang dan pihak terkait (Pemkab Malang, Panpel Arema, hingga suporter). Tim perwakilan berkolaborasi dengan tim pusat (Keasistenan Utama 2 dan Keasistenan Utama 7) dan hingga sekarang masih dalam tahap penyusunan laporan," urainya.
Selanjutnya, keasistenan pencegahan melakukan penilaian opini penyelenggaraan pelayanan publik atau kepatuhan terhadap UU 25 Tahun 2009. Hasilnya, ada tren penurunan kualitas pelayanan publik di Jawa Timur. Pada tahun lalu tidak ada pemda yang mendapatkan prediket hijau kualitas tinggi (skor di atas 90).
Baca Juga: Jemput Pengaduan Gizi Buruk, Ombudsman Ngantor di Balai Desa Malang
Ini berbeda dengan hasil survei kepatuhan 2021 yang tercatat enam pemda dengan skor di atas 90 yakni Banyuwangi (96,75), Bondowoso (94,29), Lumajang (92,45), Probolinggo (92,08), Ponorogo (91,77), dan Kota Blitar (91,45). Pemicu penurunan skor adalah penggunaan metodologi baru dan penambahan responden. (mdr/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News