KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Gunung Kelud adalah salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia. Ancala yang terletak di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, itu terakhir meletus pada pada 13 Februari 2014 atau 9 tahun lalu.
Meski tidak ada korban jiwa, letusan tersebut bisa dibilang cukup dahsyat karena abu vulkanik menyebar hingga Yogyakarta, Jawa Tengah, bahkan sampai Jawa Barat.
Baca Juga: Tanggulangi Banjir di Banyakan dan Grogol, DPUPR Kabupaten Kediri Normalisasi Sungai
Mengingat periodesasi letusan Gunung Kelud yang tidak pasti, Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Kabupaten Kediri mengusulkan segera dibentuk tim khusus untuk mengantisipasi bila sewaktu-waktu menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik.
Ketua FPRB Kabupaten Kediri, Ari Purnomo Adi, mengatakan pentingnya tim khusus tersebut untuk merumuskan strategi penanggulangan letusan Gunung Kelud.
Menurutnya, tim tersebut perlu segera dibentuk, mengingat letusan Gunung Kelud tahun 1990 menuju ke letusan tahun 2007 berjarak 17 tahun. Sedangkan dari letusan tahun 2007 menuju letusan terakhir tahun 2014, berjarak hanya 7 tahun.
Baca Juga: Banjir Banyakan Seret 3 Kendaraan, BPBD Kabupaten Kediri Siapkan Dapur Umum
"Bila melihat periode tersebut, dari letusan terakhir 2014 sampai dengan tahun 2023 ini sudah 9 tahun. Artinya, bila melihat jarak letusan tahun 2007 ke letusan terakhir tahun 2014 yang berjarak 7 tahun, maka sudah saatnya segera dibentuk tim khusus, sebagai antisipasi bila gunung kelud sewaktu-waktu menunjukkan peningkatan aktivitas seismik," kata Ari, Rabu (8/2/2023).
Usulan pembentukan tim khusus tersebut sudah disampaikan kepada BPBD Kabupaten Kediri saat ia bersama petugas Pos Pengamatan Gunung Kelud, Khoirul Huda, beraudiensi di kantor BPBD, Selasa (7/2/2023) kemarin.
Khoirul Huda mengungkapkan, bahwa volume air di kawah Gunung Kelud saat ini sekitar 2 sampai 2,5 juta kubik air. Hampir sama ketika Gunung Kelud meletus pada tahun 1990 lalu.
Baca Juga: Jaring Atlet untuk Porprov, Pordasi Kediri Gelar Kejurprov Berkuda di Lapangan Desa Wates
Menurut Khoirul Huda, jika dirunut ke belakang, letusan tahun 1919 merupakan letusan terbesar yang dihasilkan oleh aktivitas Gunung Kelud. Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1951, kemudian tahun 1966.
Setelah mengalami masa tenang selama 24 tahun, pada tahun 1990 Gunung Kelud meletus lagi, yang menimbulkan 32 korban meninggal. Selang 17 tahun masa tenang, pada tahun 2007 mengalami erupsi.
Hanya saja pada erupsi tahun 2007 itu, kata Khoirul, tidak ada letusan dahsyat. Hanya memunculkan asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah yang terus tumbuh hingga berukuran selebar 100 meter yang kemudian disebut sebagai anak Gunung Kelud yang menutupi danau kawah.
Baca Juga: Buka Rakerda Kejati Jatim 2024 di Kediri, Kajati: Pentingnya Penegakan Hukum Humanis dan Profesional
"Setelah masa tenang selama 7 tahun, pada tahun 2014, gunung kelud meletus yang mengakibatkan anak Gunung Kelud hilang dan danau kawah Kelud tampak lagi. Letusan Gunung Kelud tahun 2014 lalu tidak menimbulkan korban jiwa," terangnya.
Mengingat periodesasi letusan yang tidak pasti tersebut, Khoirul menilai semua stakeholder perlu mempersiapkan diri untuk antisipasi bila terjadi letusan Gunung Kelud.
"Mempersiapkan kesiapan masyarakat menghadapi bencana itu perlu waktu lama. Kurang lebih 10 tahun, waktu yang dibutuhkan untuk merubah pola pikir masyarakat terkait bencana," ujar dia.
Baca Juga: Gandeng Peradi, Fakultas Hukum Uniska Adakan Ujian Profesi Advokat
Selama 10 tahun itu, menurutnya, semua stakeholder bisa melakukan sosialisasi terutama kepada masyarakat yang tinggal di dekat pusat bencana. Untuk dampak letusan Gunung Kelud, misalnya, maka masyarakat di wilayah Kecamatan Ngancar, Wates, Plosoklaten, Kandangan, Kepung, dan Puncu harus terus diadvokasi tentang cara mengantisipasi bila terjadi bencana letusan Gunung Kelud.
"Dengan sosialisasi yang terus menerus ini, diharapkan akan muncul kepedulian masyarakat terhadap bencana dan cara penanggulangannya," pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Kantor BPBD Kabupaten Kediri, Dian Dwi Permana, mengapresiasi diskusi terkait antisipasi letusan Gunung Kelud. Menurutnya, ke depan perlu dipikirkan konsep atau regulasi yang mengikat dan permanen, sehingga nantinya bisa dilanjutkan oleh siapa pun pejabatnya.
Baca Juga: Uniska dan ID Consulting Jepang Teken MoU Strategis untuk Penyerapan Tenaga Kerja
"Karena pejabat berwenang yang saat ini menjabat, bisa sewaktu-waktu diganti. Tapi bila ada regulasi yang permanen, maka upaya penanggulangan bencana terutama bencana letusan Gunung Kelud akan tetap berjalan," kata Dian. (uji/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News