GRESIK, BANGSAONLINE.com - Kasus dispensasi nikah untuk anak yang belum cukup di Kabupaten Gresik terus meningkat. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Pengadilan Agama (PA) Gresik, Andi Fajar Yulianto.
"Kondisi masyarakat Gresik yang mengajukan dispensasi kawin (nikah) dini ke Pengadilan Agama Gresik kian memprihatinkan. Makanya, ini harus mendapatkan penanganan serius," ucap Fajar kepada BANGSAONLINE.com, Jumat (10/3/2023).
Baca Juga: Satpol PP Gresik Gagalkan Pengiriman Miras asal Bali ke Pulau Bawean
Ia mengungkapkan data yang terhimpun di Posbakum Pengadilan Agama (PA) Gresik selama 2 bulan terakhir, terhitung 2 Januari sampai 3 Maret 2023, ada 30 pengajan dispensasi nikah dini.
"Dan, 50 persen kasus ini disebakan perempuan hamil dulu di luar nikah. Ini sangat memprihatinkan," ungkap Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Fajar Trilaksana tersebut.
Menurutnya, harus ada langkah konkret untuk menekan kasus pernikahan dini. Baik dari pemerintah, ulama, kiai, tokoh masyarakat, maupun DPRD.
Baca Juga: Di Pasar Baru Gresik, Khofifah Panen Dukungan dan Gelar Cek Kesehatan Gratis
"Artinya bukan hanya para orang tua, tapi jauh lebih dari itu, pemerintah harus ikut bertanggung jawab. Pemerintah melalui para penyuluh perkawinan tidak segera tanggap akan dinamika ini, maka kejadian serupa akan terus terulang. Dan trennya terus naik," beber Sekretaris DPC Peradi Gresik ini.
Lebih jauh, Fajar menyebut dampak perkawinan dini bukan hanya potensi perceraian yang besar, tapi beban psikologi berat bagi pelaku sampai dampak kebatinan bagi anak yang dilahirkan.
Ia pun mengungkapkan alasan faktor penyebab tingginnya pernikahan dini, antara lain, pergaulan yang semakin bebas, kurangnya pengawasan melekat dari orang tua, berpacaran tanpa batas hingga terjadi kehamilan di luar nikah atau perzinaan.
Baca Juga: Diduga Korsleting Listrik, Toko Budi Snack di Manyar Gresik Terbakar
"Keberadaan teknologi informatika (IT) semakin menggila. Dari handphone semua bisa dilihat hingga banyak mengakibatkan anak-anak salah pergaulan. Juga dari pengaruh akibat broken home (perceraian orang tua). Dan sebagian kecil juga bisa karena sengaja permintaan orang tua karena ingin segera punya cucu dan pengaruh budaya/kepercayaan," ungkapnya.
Ia mengingatkan, bahwa pernikahan dini punya banyak dampak negatif. Yakni potensi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena pasangan belum cukup dewasa, sehingga pengendalian emosi belum matang. Selain itu, bayangan kesulitan ekonomi karena belum siapnya sikap mandiri, yang ujungnya terjadi perceraian.
Karena itu, Fajar berharap ada peran dari pemerintah untuk mencegah pernikahan dini dengan menggencarkan sosialisasi pentingnya orang tua menyiapkan putra-putrinya dalam membina rumah tangga.
Baca Juga: Jalankan Putusan PN, Kejari Gresik Keluarkan Nur Hasim dari Rutan Banjarsari
Selain itu, mengoptimalkan lembaga yang membidangi bimbingan pranikah bagi masyarakat, dalam hal ini BP-4 (badan penasihatan, pembinaan, dan pelestarian perkawinan), serta memberikan bimbingan pranikah kepada calon pengantin (catin).
"Mengacu UU Nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan disebutkan, usia minimal untuk menikah baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun," katanya.
Untuk itu, Fajar meminta pemerintah melalui BP-4 di KUA punya tanggung jawab moral dalam mengantisipasi tingginya angka pernikahan dini dan banyaknya perceraian akibat pernikahan dini.
Baca Juga: Terobosan Baru, Kanwil Kemenkumham Jatim Hadirkan Immigration Lounge di Gresik
"Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sehinga sangat diperlukan kesiapan pendewasaan umur, kesiapan mental, dan spiritual bagi calon mempelai/ pengantin," tutup Fajar (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News