Biografi Singkat KH Abdul Chalim Leuwimunding Majalengka

Biografi Singkat KH Abdul Chalim Leuwimunding Majalengka KH Abdul Chalim. Foto: dok pribadi/bangsaonline

akan dikirim. Nahdlah diambilkan dari nama Nahdlatul Wathan, sedangkan ulama

dari para ulama yang hadir saat itu.

3. Menetapkan delegasi yang akan mengirimkan surat adalah KH. Asnawi Kudus

4. Terus mengobarkan semangat untuk kemerdekaan.

Setelah ditetapkannya pengirim surat ini adalah Nahdlatul Ulama, maka saat itu pula disusun pengurus intinya Syuriah, Rais Akbar KH. Hasyim Asy’ari, Wakil Rais KH. Ahmad Dahlan Ahyat, Katib Awwal KH. Abdul Wahab Hasbullah dan Katib Tsani KH. Abdul Chalim.

Sedangkan susunan Tanfidziyahnya diambilkan dari pengurus komite Hijaz, ketuanya Hasan Gipo, Wakilnya Shalih Syamil dan sekretarisnya Muhammad Shodiq dan Bendaharanya H. Burhan. Kelengkapan susunan pengurusnya diserahkan kepada pengurus inti dan dikoordinir oleh KH. Abdul Chalim. 

Dari hal tersebut di atas, yang membedakan KH. Abdul Chalim dengan 65 pendiri NU yang lainnya, KH. Abdul Chalim sebagai penulis surat dan koordinator pengiriman surat, KH. Abdul Chalim yang mengusulkan agar isi surat tersebut tujuan pertamanya yaitu kemerdekaan Republik.

KH. Abdul Chalim sejak tahun 1922 bertempat tinggal di Kedung Sroko gg. 5 Surabaya untuk terus berjuang bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah menggerakkan dan memanage organisasi dan mendirikan sekolah – sekolah, antara lain sekolah – sekolah yang didirikannya di Kedung Sroko Surabaya, di Bubutan dan Kebon Dalem Surabaya, tetapi sesekali juga pulang ke Jawa Barat, ke Cirebon dan untuk mendirikan cabang – cabang Nahdlatul Ulama di Jawa Barat dan menggerakkan semangat perlawanan terhadap penjajah. 

Selanjutnya, KH. Abdul Chalim juga ditugaskan di Semarang untuk mendirikan cabang – cabang Nahdlatul Ulama di Jawa Tengah dan membina sekolah – sekolah di Semarang. Ia terus berjuang bersama dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah untuk mengembangkan Nahdlatul Ulama. Ia senantiasa hadir dalam setIap muktamar Nahldatul Ulama hingga akhir hayatnya, ikut serta aktif dan memberikan kontribusi.

KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Abdul Chalim sempat tersendat komunikasi mereka saat penjajahan Jepang, karena Jepang mengawasi ketat terhadap keberadaan organisasi – organisasi. tetapi setelah berakhirnya penjajahan Jepang, Kembali aktif komunikasi KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Abdul Chalim, dan mereka juga terus mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari KH. Hasyim Asy’ari.

KH. Abdul Chalim selain sebagai teman kepercayaan KH. Abdul Wahab Hasbullah, Ia juga sebagai orang kepercayaan KH. Hasyim Asy’ari. Pada tahun 1945 di Bulan November sebagai orang yang pernah menempuh rute Cirebon ke Surabaya pada tahun 1922,

Ia diminta oleh KH. Hasyim Asy’ari untuk bersama – sama dengan KH. Abbas Buntet dalam membawa pasukan ke Surabaya dalam pertempuran 10 November 1945. KemudIan di zaman kemerdekaan, sebagai seorang ahli hikmah dan pemberani Ia melakukan tugasnya menyadarkan para Kyai yang terprovokasi oleh PKI yang memplesetkan singkatannya Parta Kyai IndonesIa dan menyadarkan para Kyai yang terpengaruh oleh propaganda DI TII (Darul Islam Tentara Islam IndonesIa) untuk kembali ke pangkuan Republik, baik di Jawa Barat ataupun di Makassar.

Perjalanan dan pengalaman KH. Abdul Chalim dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah pada saat di Makkah, KH. Abdul Chalim menjadi pendamai dari ketegangan yang kadang- kadang terjadi anatara KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Asnawi Kudus. Dan pada saat di Surabaya, di Nahdlatul Wathan menjadi pendamai dari ketegangan yang kadang terjadi antara KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Mas Alwi Surabaya, dan menjadi komunikator yang intensif antara KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Hasyim Asy’ari dalam pendirIan organisasi Nahdlatul Ulama, Sehingga KH. Abdul Chalim mendapatkan laqob “Mushlikhu Dzatil Bain” (pendamai dari kedua pihak yang berselisih). 

Gelar lain yang dimiliki KH. Abdul Chalim yaitu Muharrikul Afkar yaang artinya penggerak dan pembangkit semangat perjuangan. Dan KH. Abdul Wahab Hasbullah memilki juga gelar Muharrikul Afkar dan secara khusus beliau memiliki gelar Badrul Ihtifal yang artinya Singa Podium atau pusat perhatian hadirin. 

KH. Abdul Chalim wafat dan dikebumikan di Leuwimunding pada tanggal 12 Juni 1972 dalam keadaan terkelungkup.  Di sebelahnya terbuka buku tergeletak bulpoin tengah menuliskan sya’ir yang menggambarkan ketika seseorang akan meninggalkan kehidupan, pada pukul 11.30 menjelang Dhuhur, setelah sebelumnya pada pukul 10.00 mengumpulkan seluruh anggota keluarganya untuk diberikan nasehat. KH. Abdul Chalim kedapatan meninggal dunia oleh istrinya saat mengantarkan makan siang.

*) Prof Dr , MA adalah putra ke-21 KH Abdul Chalim yang kini Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dan pendiri serta pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO