SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Komisi D DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat Surabaya mendorong optimalisasi peran Pos Curhat di masyarakat guna mengatasi kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT.
Anggota komisi D, Dyah Katarina, Rabu (17/6) mengungkapkan, pos curhat dididirikan di tingkat kecamatan, dan beberapa di antaranya hingga tingkat kelurahan. Keberadaan pos Curhat untuk mengantisipasi terjadinya KDRT dan mengedukasi masyarakat supaya melaporkan dan memberikan wadah bagi mereka. “Pos Curhat menjadi wadah bagi korban KDRT, apa yang harus dilakukan,” terangnya.
Baca Juga: Bang Udin, Pemuda Inspiratif Versi Forkom Jurnalis Nahdliyin
Istri mantan Wali Kota Surabaya Bambang DH ini mengatakan, melalui Pos Curhat diharapkan masalah yang dihadapi korban KDRT bisa diselesaikan. “Penanganan diharapkan hanya sampai Pos Curhat, gak sampai ke Kepolisian. Misalnya, dengan mendatangkan penengah pak RT setempat,” papar mantan Ketua PKK Surabaya.
Dyah mengakui, untuk mendirikan Pos Curhat bukan persoalan mudah. Di samping hanya berstatus relawan, para kader yang bergabung juga harus yang mempunyai kemampuan menyelesaikan masalah. “Dia harus menjadi pendengar, dan harus tahu caranya. Gak boleh nyalahkan atau nge-judge,” tuturnya.
Dia mengakui, untuk membentuk kader PKK yang mumpuni menangani kasus KDRT dalam Pos Curhat membutuhkan pendidikan khusus. Sebelumnya, PKK telah bekerjasama dengan Perguruan Tinggi guna mencetak kader tersebut. “Dulu PKK kerjasama dengan fakultas psikologi,” katanya.
Baca Juga: Reses Perdana, Ning Ais Serap Aspirasi Ratusan Masyarakat di Simokerto
Anggota Komisi D ini mengatakan, Pos Curhat yang didirikan PKK sekitar tahun 2008 tersebut kini di bawah pembinaan Bapemas Kota Surabaya. Di Kota Pahlawan ini, Pos Curhat ditempatkan di Kantor Kecamatan maupun Kelurahan. Menurutnya, banyak warga terutama ibu-ibu yang memanfaatkan wadah tersebut guna menuntaskan persoalan keluaraga yang dihadapi. “Kebanyakan yang curhat memang ibu-ibu. Tapi sebenaranya semua lapisan masyarakat bisa memanfaatkannya,” tegas Dyah.
Menurutnya, selama ini masyarakat masih mengartikan KDRT pada persoalan kekerasan secara fisik. Padahal, kekerasan bisa bersifat verbal, berupa makian atau cacian. “KDRT macamnya tidak hanya fisik tapi juga makian cacian yang berdampak pada psikis,” tuturnya.
Ia mengakui, Pos Curhat tidak mempunyai kewenangan untuk memanggil kedua belah pihak dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Biasanya, korban diarahkan untuk menyelesaikan masalahnya dengan beberapa saran yang diberikan oleh petugas Pos Curhat.
Baca Juga: Gus Afif Dukung UMKM Surabaya Bersertifikasi Halal
“Pos curhat gak punya kewenangan untuk manggil (yang berselisih), yang konsultasi diarahkan untuk menemukan sendiri dari masukan yang diberikan,” katanya.
Namun demikian, apabila persoalan tersebut dinilai serius, dan mengarah ke tindak pidana, petugas Pos Curhat akan mengarahkan dan mendampingi korban untuk lapor ke kepolisian. “Kalau sifatnya pidana, kita arahkan untuk lapor ke polisi,” pungkas alumnus Psikologi UNAIR ini. (adv/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News