SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemprov Jawa Timur terpaksa menelan pil pahit atas kegagalan meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan tahun 2014. Status penurunan predikat menjadi wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk pengelolaan anggaran tahun 2014 juga berbuntut panjang.
Sebagai bukti, sejumlah pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terpaksa harus patungan dan merogoh koceknya sendiri untuk menutupi selisih anggaran dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang ditemukan oleh penyidik BPK RI.
Baca Juga: Resmikan Gedung Sekber PHDI, Pj Gubernur Jatim Ajak Umat Hindu Jaga Kondisivitas Pilkada
Hal itu diakui Inspektur Provinsi Jatim Nurwiyatno. Menurut dia, SKPD terpaksa harus mengembalikan uang karena ada temuan kerugian negara. Ini anggaran yang di-SPJ kan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
“Rata-rata ada selisih. Misalnya, kucuran dananya Rp 100 juta. Ternyata yang bisa di-SPJ kan hanya Rp 90 juta. Nah, yang seperti itu harus dikembalikan. Itu tanggungjawabnya SKPD. Nggak tahu darimana mereka mendapat uang. Bisa saja urunan (patungan) dengan bawahannya,”ungkapnya disela-sela rapat Paripurna DPRD, Jumat (19/6).
Nurwiyatno mengungkapkan, selisih tersebut terjadi bukan karena kesalahan mitra kerja SKPD (Perguruan tinggi), tetapi juga SKPD yang bersangkutan.
Baca Juga: Sukses Implementasikan Tata Kelola SPK Efektif dan Terukur, Pemprov Jatim Raih Penghargaan dari BSN
Terpisah, Gubernur Jatim Soekarwo mengaku langsung melakukan evaluasi terhadap seluruh SKPD menyusul temuan BPK tersebut. Orang nomor satu di Jatim ini juga memberikan tenggat waktu dua bulan bagi SKPD untuk melakukan perbaikan sebagaimana rekomendasi BPK. “Nanti akan dilihat dua bulan ini. Kalau tidak selesai ya disanksi,” aku Soekarwo tanpa menyebut sanksi yang dimaksud.
Soekarwo mengakui bahwa ada 10 SKPD dan satu biro yang mendapat catatan serius dari BPK. Namun, beberapa di antaranya sudah melakukan perbaikan, termasuk mengembalikan uang. “Sehingga jumlahnya tidak lagi 10. Tinggal berapa gitu, saya kurang tahu,” dalihnya.
Selain anggaran yang tidak bisa di-SPJ kan, temuan BPK RI lanjut Soekarwo adalah mengenai kasus dugaan pungli di Disperindag atas proses tera ulang SPBU. “Ada sisa uang didalam brankas pada kasus ini. Tetapi sebenarnya ini kasus lama dan sudah masuk proses hukum,” akunya.
Baca Juga: Pemprov Jatim Sabet Sertifikasi 13 Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Kemenbud
Sayang, terkait SKPD mana saja yang mendapat catatan buruk BPK RI, Soekarwo lagi-lagi enggan berterus terang. Dia berdalih belum membuka berkas LHP dari BPK. “Belum tahu saya. Berkasnya belum saya terima,” akunya menutup-nutupi.
Sementara itu, sumber di internal Pemprov Jatim mengaku, seluruh kepala SKPD dimarahi Gubernur Jatim Soekarwo atas turunnya opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK. Soekarwo bahkan mendesak kepala SKPD untuk mundur bagi kepala SKPD yang tidak becus mengelola keuangan.
Terpisah, Anggota Komisi C DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak menilai kegagalan Jatim mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI dalam LHP pengelolaan keuangan adalah bentuk kegagalan kinerja dari Sekdaprov Jatim Achmad Sukardi.
Baca Juga: Di Rakor GTRA Kanwil BPN Jatim, Adhy Karyono Optimistis Regulasi Baru Jadi Solusi Atasi Mafia Tanah
“Dia itu pengelola anggaran seharusnya melakukan pengawasan di masing-masing SKPD. Bukan malah membiarkan bekerja seenaknya sehingga ada pelanggaran,” kritiknya.
Politisi asal Partai Golkar ini menjelaskan jika Sekdaprov mengetahui kalau SKPD tidak becus kerja, maka kewenangan Sekdaprov untuk mencopotnya.
“Tapi Sekdaprov Jatim lamban untuk mengevaluasi SKPD nya. Karena lamban inilah akhirnya BPK RI memberikan penilaian WDP ke Pemprov Jatim. Saya tegaskan kembali WDP ini bentuk kesalahana dari Sekdaprov Jatim,” pungkasnya. (mdr/rvl)
Baca Juga: Luncurkan 3 Layanan, Pj Gubernur Jatim Optimistis Makin Banyak Produk UKM Tembus Pasar Dunia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News