SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Memasuki bulan Rabi’ul Awal, mayoritas Umat Islam Indonesia bersiap-siap menggelar peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peringatan ini lazim disebut Maulid Nabi Muhammad. Atau cukup maulid nabi atau maulid saja.
Umumnya maulid itu dirayakan dengan berbagai cara. Sesuai budaya daerah masing-masing. Ada kalanya dimeriahkan dengan sedekah uang, makanan, dan minuman. Namun ada juga yang digelar dengan perayaan rebutan buah. Bahkan juga ada kalanya digelar dengan arak-arakan yang sangat meriah.
Baca Juga: Khofifah dan Eri Cahyadi Kompak Hadiri Ta’dzim Maulid Nabi Muhammad SAW di GBT
Hanya saja ada satu acara utama dalam Maulid Nabi. Bahwa setiap peringatan Maulid Nabi selalu ada pembacaan Salawat Nabi Muhammad. Itulah inti perayaan Maulid Nabi Muhammad.
Bahkan kadang juga dilengkapi dengan taushiah ulama atau kiai. Pesan-pesan keagamaan agar bisa meneladani perilaku dan akhlak Nabi Muhammad SAW.
Meski demikian, kelompok Islam formalis - seperti penganut Wahhabi yang ada di Indonesia - menentang keras peringatan Maulid Nabi. Kenapa? Mereka beralasan Maulid Nabi itu tak ada dalilnya.
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
Nah, Dr (HC) KH Afifuddin Muhajir, Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur mempertanyakan balik.
“Justru mereka yang mengharamkannya yang harus menjawab pertanyaan: apa dasarmu?,” tegas Kiai Afif – panggilan Kiai Afifuddin Muhajir.
Kiai berpenampilan sederhana itu kemudian menjelaskan maulid secara logis. Menurut Kiai Afif, inti Maulid ada pada pembacaan salawat.
Baca Juga: Peringati Maulid Nabi Muhammad, Mas Dhito Ajak Jamaah Berdoa untuk Kebaikan Kabupaten Kediri
“Perintah shalawat pada Baginda Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersifat mutlak, yakni tidak terikat waktu dan tempat. Dan tidak mengikat cara pelaksanannya: perseorangan atau secara jemaah,” tulis Kiai Afifuddin Muhajid di facebook.
“Maka, setiap mukmin boleh bershalawat kepan pun saja dan di mana pun saja, kecuali di WC dan di tempat-tempat kotor lainnya,” jelas Rais Syuriah PBNU yang juga pengarang sejumlah kitab fiqh itu.
Karena itu, tegas Kiai Afif, kaum mukmin yang bershalawat secara bersama-sama pada suatu hari yang diduga bertepatan dengan hari kelahiran nabi tidak perlu ditanya apa dalilnya.
Baca Juga: Kebakaran Bubarkan Acara Maulid Nabi di Rumah Warga Kecamatan Kota Pamekasan
"Perayaan Maulid itu formatnya mubah, kontennya sunnah (ada yang wajib)," kata Kiai Afifuddin Muhajir. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News